Pukul sembilan pagi. Seunghee duduk berselonjor membaca novel sambil menikmati sepotong sandwich dan secangkir kopi. Alunan musik instrumental klasik aransemen Clayderman terdengar dari speaker aktif yang terhubung dengan ponselnya. Pagi yang benar-benar damai. Ia tidak terburu-buru datang pagi ke kampus, bisa sarapan dengan tenang, dan tidak mendengar omelan pagi Seungmi.
Tidak, ia tidak membenci Seungmi. Hanya saja suasana sepi tanpa ribut-ribut kecil dengan adiknya di rumah ini memang suasana favoritnya.
“Aku pulang.”
Baru saja ia memikirkan Seungmi, tiba-tiba suaranya terdengar dari arah pintu. Seunghee menoleh ke arah pintu, mendapati adiknya melangkah dengan lesu menuju kursi dan ikut duduk di ruang tamu.
“Tidak ada kelas?” tanya Seunghee.
“Ada, tapi dibatalkan.” Seungmi mencomot sepotong sandwich berbentuk segitiga dari piring, melahap separuhnya dalam sekali gigit.
“Aish, buat sendiri sana,” ketus Seunghee.
“Astaga, pelit sekali nenek sihir,” gerutu Seungmi dengan mulut penuh, bangkit dari duduknya. “Aku mau tidur. Jangan ganggu aku.”
Seungmi melangkah lesu menuju kamarnya. Semalaman ia mengerjakan tugas presentasi mengenai aliran seni lukis bersama Namjoo, lalu mengobrol sepanjang malam hingga tertidur pulas dan bangun kesiangan. Tidak sempat sarapan, mereka mengejar jadwal kelas pagi yang ternyata dibatalkan. Berhubung ia tidak ada kelas lagi hari itu, ia memutuskan untuk tidur sepuasnya di kamar.
Dahinya mengernyit melihat seisi kamarnya. Begitu rapi. Beberapa detik kemudian ia tersadar akan sesuatu. Tidak mungkin kamar ini rapi dengan sendirinya.
“Oh Seunghee!”
Seunghee tersentak dengan teriakan adiknya. Ia menutup novelnya setelah menyisipkan penanda.
“Kenapa?”
Seungmi muncul dari pintu kamarnya dengan dahi berkerut. Tentu saja tanpa senyuman.
“Apa yang kau lakukan di kamarku? Sudah kubilang jangan menyentuh privasiku!”
Seunghee memutar bola matanya. “Hah, kukira apa.”
“Kau selalu begitu, tidak pernah mendengar kata-kataku! Jangan pernah sentuh barang-barangku!” omel Seungmi.
Seunghee bangkit dari tempat duduknya. Tentu saja ia tidak terima diperlakukan sebagai posisi bersalah, padahal niatannya tidak buruk.
“Lihat dirimu,” Seunghee menghampiri adiknya, “Bagaimana bisa seorang gadis tidur dengan baju-baju kotor dan sampah berserakan di ranjang? Kau bahkan tidak berterimakasih padaku.”
“Tapi kau melakukannya tanpa izinku!”
“Apa itu penting sekarang?” nada Seunghee meninggi. “Mengapa begitu marah? Kau punya rahasia besar di kamarmu itu? Ah, benar-benar,”
Seungmi terdiam, mengepal tangannya hingga mengeras. That’s the point. Ia bukan marah karena Seunghee merapikan kamarnya. Ia hanya takut kakaknya menemukan buku sketsa rahasia miliknya.
“Baiklah, kalau kau tidak mau aku menyentuh kamarmu, berusahalah merapikan kamarmu sendiri mulai sekarang,” ujar Seunghee sebelum berjalan kembali menuju ruang tamu. Beberapa saat kemudian, terdengar suara bantingan keras pintu dari arah kamar Seungmi. Ia mendesah pelan. Padahal pagi harinya nyaris saja damai.
***
“Kau memang keterlaluan, sih.”
“Kau membela Seunghee daripada aku??”
KAMU SEDANG MEMBACA
B[L]ACKSTREET
FanfictionDua orang introvert yang saling jatuh cinta, tentu mereka hanya ingin dunia dimiliki berdua saja. Hanya saling menggenggam tangan saat tidak ada siapa-siapa. Hanya berpelukan ketika gelap tiba. Hanya mereka. Tapi tidak selamanya itu akan menjadi rah...