Kebersamaan yang merisikan ini terus berlanjut. Takdir berkuasa mutlak untuk keduanya. Aizawa-sensei menghentikan Bakugou di lorong sekolah. Selagi kau sedang memproses perizinan untuk keluar sore ini.
"Temani [Surname] menjenguk saudaranya di rumah sakit. Bisa saja sampai malam, jadi jaga dia sebagai laki-laki jantan hingga kembali ke asrama."
(Seharusnya sampai akhir kehidupan).
Ini perintah guru, terlebih lagi Aizawa-sensei. Eraser Head, guru yang senantiasa membela Bakugou di saat yang lain mencela.
.
"Haduuuh, kenapa harus bersamamu sih?" keluhmu di trotoar. Meniti lebih dalam, maksudnya begini: Kenapa harus ada orang lain, sih. Aku bisa sendiri. Ingin sendiri. Butuh sendiri.
Tangan Bakugou merogoh saku celana. Memejam mata kesal.
"Hah, kenapa? Ada aku sehingga tidak bisa nangis kejar? Kasihan, Tuan Putri. Menangislah, tidak perlu malu."
Kau berdecak. Dari segala hal yang bisa dihujat, mengapa yang Bakugou ungkit selalu tentang keluarga, keluarga, keluarga.
"Aku menjenguknya bukan karena peduli atau apa. Aku hanya memenuhi etika anak dari keluarga berpendidikan." tukasmu. Sudut bibir tertarik, "Mengkhawatirkan apalagi menangisi orang yang menghancurkan kehidupan sempurnaku?" Kalimat ini masih berlanjut dengan mengabaikan getar sepersekian detik di sudut bibir. "Jangan bercanda."
Bakugou tidak peduli. Ia tahu semua kemunafikan yang terjadi.
.
"Wah, [Name]-chan menjengukku! Senang sekali~"
Delikan kau lempar.
"Kita tidak pernah sedekat itu," kilahmu. "Aku juga tidak pernah mengizinkanmu menambahkan embel-embel (-)chan."
Sosok remaja perempuan yang hanya lebih muda beberapa bulan darimu masih cengengesan tanpa peduli nada kesal yang kau buat. Kerapuhan terpampang jelas tatkala tangan kurus yang dihujam jarum merengkuh satu paket buah-buahan.
"Habisnya aku senang sekali. Tidak menyangka saja bahwa [Name]-chan akan menjengukku." Intonasinya merendah, pandangannya sedikit mulai buram. "Syukurlah. Aku pikir selama ini kau membenciku. Walau kau tidak pernah menyatakan langsung tentang perasaanmu itu."
Hikari, namanya.
"Jangan banci seperti itu. Aku cuma menjalankan tuntutan, itu saja."
Kau beralih menatap nakas di samping tempat tidur. Menghindari sesuatu, ingin membuang sesuatu... Tapi tetap saja suara Hikari sampai.
"Melihat buah-buah ini, kadang aku berpikir; akan ada lebih banyak buah di surga. Bayangan seperti itu membuatku sedikit lebih tenang jika dalam waktu dekat akan—"
"Sugesti punya peran besar. Jadi diamlah. Aku paling tidak suka kata-kata menyedihkan seperti itu." potongmu dingin. Mengeratkan kepalan tanpa Hikari tahu.
"Hei, apa itu tadi? [Name]-chan mengkhawatirkanku? Hahaha..."
Kau berusaha terlihat kesal. "Aku melarangmu memanggilku -chan!"
Cepat sekali, tawanya tiba-tiba terputus-putus. Dada Hikari naik turun. Buah di pangkuan terombang-ambing hingga tak peduli jatuh. Rongga paru-paru mencari udara. Saraf-saraf di dalam pembuluh tubuhmu saling balap-membalap. Tahu ini nyata, tapi menolak mentah-mentah. Tubuhmu ditarik ke luar ruangan, setelah dengan cepat sekali bel darurat ditekan.
Bakugou langsung mendapatkan jawabannya ketika punggungmu terhempas di kursi tunggu. Menatap kosong, bernapas pelan.
"Aku di kantin rumah sakit." Dan Bakugou beranjak.
.
.
.next ➵ watching the other sleep.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐢𝐧𝐟𝐢𝐧𝐢𝐭𝐞 𝐠𝐥𝐢𝐧𝐭𝐬 [bakugou katsuki]
Fanfic𝓑. 𝓚. ✧ ❝ Kau melihat kilatan amat jelas. Cepat, putih, sampai-sampai berkedip akan infiniti. ❞ Boku no Hero Academia © Kohei Horikoshi. Infinite Glints © locked pearl 2018. (July 2018 - April 2020)