Jisoo sedang mengerjakan tugasnya, saat Suho datang ke kamarnya dengan tergesa-gesa.
"Soo-yaa! Aku berkencan!"Suho memeluk Jisoo bahagia. Menepuk-nepuk pelan punggung sahabatnya.
Jisoo terpaku sejenak. Mencerna kalimat yang baru saja Suho lontarkan."Soo-yaa, kau tidak senang?"Suho melepas pelukannya, menatap Jisoo. Jisoo dengan cepat mengendalikan diri, kemudian memeluk sahabatnya erat-erat.
"Tidak senang apanya? Tentu saja, aku yang paling gembira..!"Jisoo menepuk-nepuk pundak Suho keras. Suho tertawa melihat reaksi sahabatnya. Mereka tertawa bersama. Jisoo mengabaikan rasa nyeri yang tiba-tiba mampir di dadanya. Sebagai sahabat, Jisoo harusnya sangat senang kan? Sahabatnya akhirnya berkencan! Jisoo melengkungkan bibirnya, merajut senyumnya supaya terlihat 'bahagia'.
"Siapa?"Jisoo bertanya, menaikkan alisnya. Sebenarnya ada satu nama dalam benak Jisoo. Siapa lagi kalau bukan Irene? Suho sudah menceritakan ketertarikannya pada wanita itu dulu. Mungkin saja sekarang sahabatnya berkencan dengan wanita yang sama.
"Irene, aku senang sekali!"Suho berakting lucu, dengan gayanya yang berlebihan. Itu artinya dia benar-benar bahagia.
"Kau hebat Suho-ssi!"Jisoo melebarkan senyumnya hingga matanya menyipit, kemudian bertepuk tangan. Suho tersenyum bangga. Seolah kencan itu benar-benar berarti baginya.
"Aku harus pergi Soo-yaa, aku ingin membeli pakaian, kau ikut?"Suho sebenarnya berharap sahabatnya dapat ikut, tapi Jisoo menggeleng yakin.
"Tugasku belum selesai."Jisoo menunjuk tumpukan buku tugasnya.
"Aaah.. Baiklah-baiklah! Aku pergi sekarang, dah.. Soo-yaa!"Suho melambaikan tangan, kemudian beranjak. Jisoo ikut berdiri dan melambaikan tangan, lalu menutup pintu kamarnya.
Lutut Jisoo terasa lemas. Nyeri yang teramat sangat menyerang dadanya. Jisoo menepuk-nepuk dadanya, matanya buram karena dipenuhi air. Nyeri ini, Jisoo tidak bisa menggambarkannya. Sakit dan menyiksa. Jisoo berjalan mendekati nakas didekat tempat tidurnya. Tangannya terulur mengambil satu benda didalam laci.
Silet. Jisoo menatap silet di tangannya dengan tatapan nanar. Wajahnya telah basah, oleh air mata dan keringat. Selalu saja seperti ini. Jisoo selalu tidak bisa mengendalikan emosinya, dan memilih meluapkannya dengan melukai diri.
Jisoo menyibak roknya, dan nampaklah bekas-bekas sayatan di betisnya. Selama ini Jisoo selalu melukai dirinya di bagian tubuh yang tidak terlihat oleh orang lain. Ia merasa lega setelah melukai diri, tapi juga takut jika orang lain tahu kegiatannya. Termasuk Suho. Karena Jisoo sudah pernah berjanji pada Suho, untuk berhenti melukai diri. Tapi Jisoo memilih mengingkari, baginya, tidak ada hal yang lebih baik untuk meluapkan emosi selain menyakiti diri.
Jisoo menatap nanar betisnya yang penuh luka. Entah kenapa emosinya kali ini begitu terasa, mungkin karena perkara hati ikut ambil andil. Ia menggigit bibirnya, mengingat bagaimana selama ini ia menyimpan rasa pada sahabatnya. Sayangnya, sahabatnya tidak menyadari. Dan sekarang, sahabatnya telah memiliki pujaan hati. Batin Jisoo berteriak. Tapi mulutnya bungkam. Tangannya bergerak cepat menggoreskan silet tajam ke lengannya. Ia memang menghindari melukai nadi, Jisoo tidak sebodoh itu untuk berpikiran bunuh diri.
Lengannya kini dipenuhi luka sayatan. Jisoo menangis. Memang tidak terasa, hampir tidak pernah Jisoo merasa perih akibat perbuatannya. Baginya, rasa sakit di tubuhnya tidak sebanding dengan rasa sakit dihatinya. Ini berkali-kali jauh lebih sakit. Jisoo kembali menggores lengannya, terus melakukannya hingga ia puas. Jisoo berhenti ketika hatinya merasa lega. Air matanya kembali mengalir. Ditutupinya wajahnya dengan telapak tangan. Jisoo meringkuk, menangis tertahan.
.
.
.
Sejak berkencan, Suho berubah. Dalam artian, tidak ada lagi waktu untuk mereka bersama-sama. Suho disibukkan dengan pacarnya, dan seolah melupakan Jisoo begitu saja. Walaupaun sikapnya tetap ramah, nyaris tak ada yang berubah. Tapi kebiasaan mereka berubah. Tidak ada lagi berangkat sekolah bersama, tidak ada lagi pulang sekolah bersama, tidak ada lagi kegiatan mengerjakan tugas bersama. Suho seolah memiliki dunia sendiri, dan Jisoo tidak diizinkan memasukinya. Jisoo merindukan sahabatnya, dan melampiaskannya dengan melukai diri.