TAMAT

1.4K 153 10
                                    

NHTD9

"Pangeran yang malang."

Para tabib terkejut mendengar perkataan orang paling tinggi di kerajaan mereka. Terlebih wanita yang baru saja melewati perjuangan hidup dan mati. Belum sempat memandang wajah sang anak, telinganya merasa dicambuk hingga dalam. Anak itu baru saja keluar melihat dunia, masih bayi merah yang butuh kehidupan. Namun, nasibnya tidak berbeda dengan anak pertama Ratu di negara api. Baru lahir, harus pulang ke sisi Tuhan.

"Pangeran yang malang." ulangnya.

Putri kedua yang ditakdirkan menjadi pangeran yang malang.

Dalam garis kerajaan, keturunan laki-laki adalah yang diutamakan. Sebagai penerus takhta, mengemban urusan kerajaan —sebagai ayah dari semua rakyatnya. Menjadi orang agung yang diberkati Dewi Matahari, Amaterasu.

Bayi merah itu, adalah bayi kedua yang lahir dari rahim Ratu Hinata.

Istri Raja meraung-raung mendekap anaknya yang tidak lagi bernyawa. Tubuhnya dingin terbungkus kain putih berlambang naga, simbol keluarga kerajaan. Wajah pucat pasi padahal beberapa menit yang lalu masih merah penuh darah.

"Anakku …!"

Kerajaan menangis, rakyat pun menangis atas meninggalnya pewaris takhta yang tidak berhak mati itu. Tanah gersang dihujani rintik air, bahwa Dewa turut berduka atas kepergian sang putri yang tidak berdosa.

"Yang Mulia …!"

Di depan istana Ratu, serta gerbang istana maupun rumah-rumah penduduk, mereka bersujud —menangis dan memanggil-manggil sang Putra Mahkota yang tidak pernah lahir tetapi dikabarkan berpulang.

Dua kali gugur, akankah kerajaan mendapat Putra Mahkota? Siapa yang akan mewarisi takhta jika para Dewa tidak memberkati Hinata menjadi seorang ibu?

Para menteri mulai gempar, mulai mengemukakan pendapat yang meninggikan eksistensi diri mereka. Yang barangkali dapat menaikan jabatan maupun menjadi orang penting bagi Raja.

"Yang Mulia Ratu tidak bisa memberi keturunan. Anda harus segera mengisi kursi kosong Putra Mahkota, Yang mulia …!"

"Lengserkan Ratu Hinata, kami mohon, Yang Mulia …!"

Di atas kursi takhtanya, Naruto menggeram atas desakan para menteri. Orang-orang pemerintahan yang tidak pernah berpihak padanya, yang bertujuan hanya ingin menguasai kekuasaan tertinggi —menguasai Raja. Salah satunya, dengan cara seperti tadi. Memohon agar sang Raja menikah lagi untuk mendapat keturunan laki-laki.

Maha Dewa, berikan anak laki-laki kepada Ratuku. Setiap saat ia berdoa seperti itu. Namun, dua kali Dewa langit membuatnya kecewa, hingga setumpuk rasa lelah akan abdinya kepada sang Dewa terkikis. Entah apa yang telah ia perbuat di masa lalu sampai para Dewa begitu membencinya dengan cara begitu berat.

Ratunya bukan tidak bisa memberi keturunan, tetapi keturunan yang ia lahirkan adalah bukan seorang putra yang bakal mewarisi takhta kerajaan. Naruto tidak ingin keturunan pertamanya seorang putri. Harus seorang putra yang mampu membungkam para menteri yang haus dengan kekuasaan. Lahirnya Putra Mahkota, ia yakini bisa menghentikan usaha-usaha busuk yang digunakan untuk mengambil posisinya.

Keesokan harinya, semua menteri menginginkan pertemuan. Naruto menghendaki itu. Ia datang untuk mendengar mulut-mulut penjilat yang terus mendesaknya mengangkat seorang selir untuk dijadikan ibu dari Putra Mahkota. Mereka saling berbicara yang baik-baik tentang putri-putri mereka. Mengatakan keunggulan serta keahlian putri mereka untuk mendapat perhatian sang Raja.

Sang Raja geram!

Ia tidak akan pernah meninggalkan Hinata hanya karena tidak bisa melahirkan seorang Putra Mahkota. Bila perlu,  ia akan mengambil seorang bayi laki-laki dari rakyat jelata sebagai anaknya yang lahir dari rahim Hinata.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 20, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Unmyeong [NHTD9]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang