Dengusan kasar terdengar dari gadis dengan surai yang dicepolnya secara asal-asalan. Benda pipih berwarna rose gold menempel di telinga kirinya.
"Ya Tuhan, Ga. Aku baru sempat pegang handphone sekarang." Della tidak berbohong, sejak terakhir ia menghubungi Arga, ia tidak menyentuh handphonenya sama sekali, dan baru sekarang ia memiliki waktu.
"Makanya udah aku bilang, kamu nggak usah ikut organisasi-organisasi!" Della meringis pelan saat bentakan terdengar dari seberang sana.
Bagaimana mungkin Arga mengatakan hal itu, sedangkan dirinya sendiri saja mengikuti organisasi yang sama, hanya saja cowok itu sedang pertukaran pelajar. Jika tidak maka saat ini, dia pasti ada di samping Della.
"Yaelah, Ga. Dunia Della nggak berpusat di elo aja." Della dapat mendengar Satya menyahut, membela Della.
"Gue nggak mau cewek gue seliar cewek lo," sarkas Arga yang tentu saja dapat memancing emosi Satya.
"Ar-" ucapan Della terputus saat seseorang tiba-tiba saja mengambil handphonenya dan detik berikutnya orang itu dengan lancang memutuskan sambungan telpon antara Della dan Arga.
"Dello!" erang Della murka. "Lo apa-apaan sih?!"
Dello dengan gaya tengilnya menaikan sebelah alisnya, lalu tersenyum miring. "Itu pacar apa korset. Kentat banget."
Gadis berhidung mungil itu memutar matanya malas, mencoba mengambil handphonenya dari Dello. Tapi, cowok itu malah menjauhkannya dari Della.
"Dello, please. Pacar gue bisa marah!"
Cowok itu mengangkat bahunya, pertanda ia tidak peduli. Bukannya menyerahkan handphone milik Della, Dello malah mengulurkan pop mie ke arah gadis yang tingginya hanya sedagunya itu.
"Coba lo pikir, aturan ada buat dilanggar. Nikmati aja masa-masa akhir putih abu-abu lo... bareng gue." Dello mengedipkan sebelah matanya.
Della menarik napasnya panjang, lalu menghembuskannya. Seakan ada beban berat yang sedang gadis itu pendam. "Andai semua semudah itu, De. Semua nggak sesimple apa yang lo dan semua orang pikir."
"Kalian semua cuma bisa menghakimi, tanpa tau apa yang sebenarnya terjadi. Apa alasan gue tetap bertahan, apa alasan gue tetap menurut."
Dello meraih tangan Della dan menyerahkan pop mie yang tidak kunjung diterima Della dari tadi. Kemudian, tangannya bergerak menyentuh pundak gadis cantik di hadapannya itu.
"Buat gue tau, apa yang terjadi sebenarnya... Jangan anggap gue cowok yang suka sama lo, tapi anggap gue sebagai teman... Teman lo buat curhat, teman lo yang akan selalu dukung lo, teman lo yang nggak akan pernah ninggalin lo, teman hidup lo."
###
"Hey!" Agatha tersentak dari lamunannya saat seseorang berseru nyaring sembari menepuk pundaknya.
Orang itu kemudian duduk di samping Agatha, menatap ke arah api unggun yang menghangatkan mereka. "Mikirin apa?"
Agatha mengangkat bahunya. "Gue cuman mikir, kalo bahagia itu sederhana, kenapa banyak orang yang nggak bahagia?"
Natha tersenyum tipis. "Karena Tuhan memiliki caranya sendiri untuk membuat umatnya pandai bersyukur."
Cowok itu memerengkan tubuhnya menghadap Agatha, tersenyum manis ke arah gadis tangguh itu. "Kebahagian diri lo, itu tanggung jawab lo. Jangan pernah gantungin kebahagian lo sama orang lain," bisik cowok itu membuat kening Agatha berkerut.
"Bagi gue, Satya adalah cara Tuhan membuat gue pandai bersyukur."
Natha terkekeh pelan. "Gue harap selalu begitu, karena senyum lo adalah cara Tuhan ngebuat gue pandai bersyukur."
"Ngegombal?"
"Usaha."
"Usaha?"
"Usaha biar gue terus pandai bersyukur."
Keduanya kemudian sama-sama tertawa, larut dalam suasana hangat yang terjalin malam itu.
###
"Perpaduan yang sangat cocok." Darel melangkah ke arah gadis yang tengah sibuk menghubungi seseorang.
Ia kemudian tersenyum simpel. "Della yang selalu dihubungi sama cowonya, Agatha yang anteng-anteng aja, dan lo yang selalu menghubungi cowok lo."
Rere menoleh, menatap sinis cowok yang kini menatapnya dengan tatapan mengejek. Rasanya Rere ingin menelan hidup-hidup cowok di hadapannya ini atau mungkin memanggil seluruh penguhuni hutan untuk menghantuinya.
"Jomblo nggak usah banyak bacot."
"Ye! Bentar lagi juga lo jomblo. Fyi, cewek-cewek di luar sana itu Waw," godanya membuat wajah Rere memerah karena meradang.
"Sorry ya, Rere itu anti jomblo-jomblo club!"
Cowok itu terkekeh mengejek. Entahlah, melihat wajah memerah gadis di hadapannya ini sekarang adalah salah satu hal yang disukai Darel.
"Ntar kalo dia inget istri tua juga bakalan nelpon lo."
"Enak banget tuh congor ngomong!" pekik Rere tidak terima dengan pernyataan Darel yang mengatakannya istri tua.
"Udalah, mending lo sama gue. Ganteng, jelas. Pinter, IQ lo mah jongkok kalo berhadapan sama gue. Keren, yaelah pake disebut. Setia, setiap tikungan ada."
Rere tersenyum tipis, mencondongkan tubuhnya ke arah Darel. Bibir ranum gadis itu begitu dekat dengan telinga Darel hingga menimbulkan efek mendesir dalam diri cowok itu.
"Sayang..." Rere melirik Darel sekilas. "Sayangnya sayang gue cuma buat Rian."
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
At This Very Moment✔ #wattys2019
Teen FictionJudul awal : QUEEN SENIORS VS BAD BOYFRIENDS✔ "Jangan marah-marah mulu Kak, nanti Kakak bisa jatuh cinta loh sama saya." ➖Natha➖ "Mending nakalnya sekarang dong Kak. Ya kalo kata orang mending mantan preman daripada mantan ustad. Jadi mantan Kakak j...