Chapter 12

2 0 0
                                    

Samantha

Daniel terlihat begitu konyol saat ada sesuatu yang menarik perhatiannya. Ku jentikkan jari dan membuatnya tersadar.

Lalu kami pergi ke basement.

Sesampainya di basement, Daniel meletakkan 2 belati di atas meja dan mengambil matras tipis yang biasa digunakan orang tuaku berlatih (khususnya yoga untuk ibuku), lalu meletakkannya di lantai.

Pada awalnya Ia mengajarkan teknik dasar pertahanan diri. Kemudian Ia mengajarkan pukulan fatal.

"Okay, ulang dari awal, Sam" ucapnya

"Alright" balasku

Kami berdiri dengan posisi siap, dan kulayangkan pukulan yang dengan cepat Ia hindari. Setiap pukulan dapat Ia hindari dengan sempurna, sedangkan aku, yah, kau tau apa yang terjadi, Ia berhasil mengunci ku di lantai. Sungguh, pergelangan tanganku akan merah begitu kami selesai.

Nafasku tak beraturan, terengah-engah bahkan. Dan disinilah dia, terdiam menatapku, sedangkan aku dengan susah payah berusaha melepaskan diri.

Ia tersenyum tanpa alasan.

"Ada alasan kenapa kau tersenyum skarang?" tanyaku

"You look so damn beautiful" jawabnya

Aku membalasnya dengan tawa.

Aku tau Ia lengah, maka ku dorong Daniel. Dan, kini, Ia yang terkunci.

"Jangan lengah, kau yang ucapkan itu" ucapku tersenyum puas, sedang Daniel masih terkunci di lantai. 

Ia tertawa.

"Bagus kau mendengarkan" katanya.

Ia tidak bergerak sedikit pun. Setengah tidak percaya Ia menyerah, aku berkata

"Kau tidak akan melawan?"

"Kubiarkan kau menang kali ini" Ia menjawab.

Tatap matanya menyiratkan kebahagiaan. Perlahan Ia tersenyum.

Maka ku putuskan untuk mengangkat tanganku dan berguling ke samping. Lalu merebahkan diri di samping Daniel yang masih terbaring kelelahan.

Setelah beberapa menit berbaring, aku berdiri dan mengambil botol minum yang terletak di ujung meja.

"Hey! Daniel!" ucapku yang langsung membangunkanya dari alam imajinasi

"Yeah?" jawabnya, kini Ia duduk dengan kedua sikunya sebagai penyangga.

Kulemparkan botol minum padanya dan berkata,

"Trims, ku temui kau di atas"

Ia membalasnya dengan anggukan singkat.

Daniel

Begitu Samantha menghilang. Aku mengumpat.

Aku tidak pernah begitu cepat kehilangan konsentrasi. Kenapa kali ini dengan mudahnya aku teralihkan?. Sungguh aku terlihat begitu dungu saat Samantha berhasil mengunci ku dilantai. Terlebih senyum itu, untuk apa aku tersenyum ketika seorang gadis yang baru saja belajar berkelahi berhasil mengunciku di lantai.

Aku mengusap kepalaku frustasi.

"Fokus Daniel, fokus Daniel, fokus Daniel, Sialan!" umpatku lagi

Sekarang pukul 10 dan aku masih berdiri di basement sendirian. Untuk menenangkan diri, ku ambil belati dari meja, dan melepas sarungnya.

Ku mainkan beberapa trik, dan mulai berlatih. Sudah saatnya fantasi tentang aku dan Samantha terkurung. Setidaknya sampai misi sialan ini selesai.

*****

Kulihat Samantha berdiri di depan kompor dengan bawang bombay di tangannya.

"Untuk apa bawang itu?" tanyaku

"Memukulmu?" jawabnya

Melihatku terdiam Ia berkata,

"Masak, bodoh!"

"Oiya, lebih baik kau mandi sebelum masakan ini jadi" ucapnya ketika tatapannya beralih dari mataku ke kaosku.

Aku menunduk dan menatap kearah kaosku yang sekarang jelas-jelas basah.

"Ehehe" balasku terkekeh.

Maka aku pergi ke kamar dan menuruti perkataan Samantha. Begitu aku keluar dari kamar, aroma pasta jamur memenuhi ruangan. Aku tak tau Ia bisa memasak pasta, aku hanya tau bahwa Ia menyukainya.

"Kau lapar?" Tanya Samantha yang masih berdiri di depan kompor dengan sendok kayu di tangannya.

"Jujur, ya, sangat" jawabku

Lalu Ia membawakanku sepiring penuh pasta jamur buatannya. Ketika kucoba, tak kusangka rasanya akan se-enak ini.

"Jadi, bagaimana?" ucapnya setelah duduk di hadapanku dengan sepiring pastanya sendiri.

"Jika kau belum tau dari sorot mataku, ini pasta ter enak" balasku dengan mulut penuh.

"Thanks" ucapnya, tersenyum bangga.

Tak lama kemudian piring kami sama-sama kosong. Ku bawa kedua piring itu dan berjalan menuju bak cuci piring.

"Terimakasih" ucapnya

"Well, aku tak akan membiarkanmu berdiam disitu. Kau, bantu aku keringkan piring ini" kataku sembari menunjuknya dengan telunjukku.

Tanpa sepatah kata, Ia mengambil serbet dari lemari dan menyandarkan pinggangnya pada salah satu kabin dapur. Menunggu ku mengulurkan alat makan bersih.

"Tadi Kelly menelpon, sabtu ini sekolah akan mengadakan perayaan selesainya renovasi gedung sekolah" ucapnya

"Dari mana Ia tau?" tanyaku

"E-mail yang dikirim pihak sekolah kepada seluruh siswa" jawabnya

"Kau yakin?" balasku, mengulurkan piring pertama pada Samantha

"Ya, lagipula kau bisa cek e-mail untuk undangan resminya" ucapnya

"Baiklah" balasku

"Oya, aku dan Kelly berencana untuk pergi sore ini" katanya

"Kemana?" tanyaku

"Mall mungkin, menemaninya mencari dress untuk pesta perayaan" jawabnya

"Well, bisa aku ikut?" tanyaku

"NO, Uh-uh ini girls time Daniel" balasnya

"Kau tidak sepenuhnya aman, kau tau"

"Tapi bukan berarti kau membuntutiku kemana-mana,Daniel!"

"Oh, aku akan lakukan itu jika memang perlu" ucapku sambil memberinya alat makan terakhir

"Okay, aku tau kau khawatir, tapi aku butuh waktu berdua dengan Kelly, ini KELLY for god's sake lagi pula ini tidak seperti aku pergi seminggu" balasnya singkat

"Siapa yang tau apa yang mereka rencanakan?" kataku sambil menyilangkan kedua lengan dan bersandar pada kabin dapur di sampingku.

"Jangan paranoid, tolong. Karna itu, sama sekali tidak membantu" balasnya

"Okay, berjanji untuk membalas setiap pesan di hp mu" ucapku

"Well, aku akan mengabari mu"

Lalu Ia meletakkan serbet itu di rak piring dan pergi ke kamarnya.

Sedang aku masih bersandar di kabin dengan lenganku yang masih terlipat.

Sejujurnya, bila Samantha pergi aku bisa mengumpulkan data tentang sialan itu dan beratih lebih lagi. Tapi, apa gunanya semua itu bila pikiranku terfokus pada kekhawatiran akan Samantha.

The Infinity NecklaceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang