Chapter 13

4 0 0
                                    

Samantha

Sesampainya di depan rumah, layar ponselku menunjukkan pukul 8 malam. Ketika ku buka pintu depan, suasananya sepi. Hanya terdengar suara televisi. Pasti Daniel tertidur di tengah-tengah film.

Begitu memasuki ruang tv, kudapati Daniel berbaring di sofa dengan punggungnya bersandar pada sandaran lengan sofa dan laptop di pangkuannya.

Menyadari keberadaanku, Ia meletakkan laptopnya di meja depan sofa dan memberiku senyuman singkat.

"Hey" sapaku

"Hai" balasnya

Setelah membaca judul film yg tertera di ujung layar, aku berkata,

"Game of Thrones, huh?"

"Yup, karna akhirnya mereka menayangkannya di tv" ucapnya

"Jadi, apa garis besar nya?" Tanyaku

"Kerajaan" balasnya singkat

"Semua orang tau itu, maksudku apa yg dibahas, karna aku pernah nonton sekali saat George pulang dan aku tersesat" ucapku, Ia tertawa

"Jujur, ceritanya panjang, karna merekapun yang mengikuti filmnya dari awal belum tentu paham" balasnya

"Oh, dan bagaimana denganmu?" Tanyaku

"Yah, aku cukup paham untuk suka filmnya" jawabnya dan kami berdua tertawa.

"Jadi, Kelly dapat dress nya?" Tanyanya canggung

"Yup" jawabku

"Dan kau?" Ucapnya begitu Ia menatap tanganku yg kosong

"Belum" balasku

"Kau menghabiskan 6 jam dan pulang dgn tangan kosong?" Tanya nya

Tatapannya terpaku, membuatku canggung.

"Itu tidak semudah memilih kaos tau" balasku, akhirnya

"Tetap saja" balasnya.

Lalu cengirannya tampak, Ia jelas mendapat ide baru.

"Bagaimana jika besok kau menemaniku mencari jas dan kita bisa cari dress untuk mu" katanya ragu

"Karna aku butuh bantuanmu" sambungnya

"Okay, jadi jam brapa?" Tanyaku

"11?" Jawabnya

"Okay" balasku

Kemudian aku melangkah pergi. Saat aku menaiki anak tangga pertama, Daniel berkata,

"Apa kau masih tertarik dengan belati dll?"

"Tak akan pernah bosan, kenapa?" tanyaku

"Karna ibumu baru pulang sekitar jam 10, kita bisa latihan sebentar kalau kau mau" jawabnya

"Um, okay, aku akan ganti" balasku dan lari ke kamar.

Daniel

"Jadi, yang pertama, jangan pernah biarkan senjatamu lepas dari peganganmu, jangan pernah lepaskan" ucapku pada Samantha.

"Okay, lalu" balasnya

"Saat menyerang, jangan melebihi pundak, sasaranmu adalah bagian-bagian tubuh dibawah pundak" kataku

"Dan, jaga posisi badanmu untuk berdiri tegak, setegak mungkin" sambungku

"Itu tidak rumit" ucap Samantha

"Well, rumit atau tidak itu tergantung siapa lawanmu. Jika kau memegang belati untuk pertama kali, dan kau berhadapan dengan buronan dunia, kau bisa mati" balasku

"Ini semua tentang keahlian dan kemahiran, ya kan" komentarnya

"Yup" ucapku membenarkannya.

Samantha merebut belati dari tanganku dan melayangkan serangan pertama, yang menyayat tipis pahaku, walau tipis tapi tetap saja, membuatku punya celana sobek satu lagi.

Melihat keterkejutanku, Ia tersenyum. Menyampaikan pesan tersirat untuk membalas serangannya.

Ku ambil belati cadangan dari sabukku dan melepas sarungnya.

Ini akan menjadi malam yang panjang.

****

Malam pergi begitu mentari menampakkan diri. Sinarnya memberi entah motivasi atau frustasi. Motivasi karena akhirnya ada kesempatan kedua. Frustasi karena dunia belum berakhir.

Namun bagiku, bukan keduanya. Karena, setiap hari memiliki keindahannya sendiri. Ada satu hari dimana semua berjalan sesuai apa yang kita inginkan, dan ada juga satu hari dimana kita ingin mengakhirinya bahkan sebelum tengah hari.

Tapi setiap kejadian memberimu pelajaran baru. Tergantung pada kita melihatnya sebagai pelajaran atau kekacauan.

Aku hanya berharap aku berhasil mengakhiri hari ketika memang saat nya untuk berakhir.

Sekarang jam 9 dan aku baru berjalan keluar kamar. Tak ada seorang pun disini. Agent Paulette selalu berangkat jam 8 dan pulang antara jam 9 atau 10 malam. Samantha biasanya duduk di kabin dapur atau kursi meja makan dengan novel di tangannya dan segelas teh di hadapannya.

Kali ini, semuanya sunyi. Aku berjalan ke kamar Samantha dan kosong. Mencoba untuk tidak panik, aku mengecek kamar mandi dan kosong. Begitu juga dengan window seat, balkon dan atap.

Aku berlari turun dan mengecek basement. Keberadaannya nihil. Aku mulai mengecek setiap ruang di rumah ini, tapi tetap saja. Tak ada Samantha.

Aku mengambil ponsel dan menelponnya. Tak ada jawaban.

"Sialan!" umpatku

Kemudian aku kembali ke kamar dan mengambil laptop untuk melacaknya.

Tepat sebelum laptop ku nyala, ku dengar pintu depan terbuka. Spontan aku bersembunyi di balik dinding dan melepas sarung belatiku.

Begitu ku dengar langkah mendekat dan orang itu ada di sebelahku, ku dorong Ia ke dinding dan menahan bahunya dengan lengan kananku, sedangkan lengan kiriku menodongnya belati.

"Hey! Sialan, ini aku!" ucapnya

"Keparat!" umpatku sembari melepaskan lenganku yang menahannya dan menyarungkan belatiku kembali.

"Daniel?" tanya Samantha kemudian.

"Where the hell were you?" Nadanya yang tenang kubalas dengan nada amarah.

"Aku memutuskan untuk lari pagi, okay, chill!" balasnya berusaha untuk meredam amarah ku.

"Chill?" ucapku sembari tertawa kecil

"Aku mencari mu kemana-mana! Kau tau apa yang mungkin akan terjadi!, you scare the hell out of me Sam!" ucapku, frustasi

"Kau pasti berpikir mereka menangkapku" ucapnya dengan nada datar

Ia menatapku lekat. Dapat kurasakan bahwa Ia membaca setiap emosi ku saat ini.

"Itu yang terburuk yang mungkin terjadi" balasku.

Bersusah payah aku menghindari tatapan Samantha yang dapat membuatku luluh seketika.

"Jika aku membuatmu khawatir, aku minta maaf, tapi kau tidak seharusnya paranoid" ucap Samantha sembari meletakkan kedua tangannya di pundakku.

Aku mengenyahkan tangannya dan menunjuknya dengan jari telunjuk.

"Jangan pernah lakukan itu lagi" ucapku.

Aku kembali ke kamar dan menutup pintu keras. Hingga aku sedikit menyesalinya. Mungkin aku tidak seharusnya paranoid. Ia bukan gadis yang lemah.

Tapi apa boleh buat, mereka memang cukup kejam untuk membuatmu tidak memaafkan dirimu sendiri.

Setidaknya, itu yang aku pelajari dari Agent Paulette.

The Infinity NecklaceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang