Chapter 14

4 0 0
                                    


Daniel

Waktu berlalu. Sekarang jam 10.30 dan aku belum juga berbicara dengan Samantha.

Ku putuskan untuk keluar kamar dan menghampirinya. Ia duduk di ruang makan. Ia memakai jeans hitam dan kaos merah tua dengan tas satchel kecil hitam.

"Maafkan aku Daniel, aku tidak bermaksud membuatmu khawatir" ucapnya

"Aku memang paranoid. Tapi lupakan itu, kita punya agenda kan" tanyaku sembari menyeringai.

"Untung kau ingat" jawabnya tersenyum.

Lalu aku mengeluarkan mobil Samantha saat Ia mengunci pintu dan kami pergi ke mall.

Sesampainya di mall, kami berjalan ke toko jas. Karena kita semua tau berapa lama perempuan mencari baju.

"Bagaimana dengan ini?" tanyaku pada Samantha

Ia menggeleng

"Terlalu cerah" jawabnya

Ia menyodorkanku satu setelan jas berwarna hitam dengan dasi abu-abu

"Coba yang ini" ucapnya

Lalu aku pergi ke kamar pas dan mencobanya.

Ada benarnya aku mengajak Samantha untuk cari jas. Ia tau mana yang sempurna untuk aku kenakan.

Saat aku keluar Ia berdiri di depan kasir.

"Apa yang kau beli" tanyaku

"Satu hal yang akan kau terima besok" jawabnya

Kemudian aku membayar jas ku dan kami keluar toko. Sekarang, giliran Samantha.

"Dress seperti apa yang kau inginkan?" tanyaku

"Entahlah, kurasa aku akan tau saat aku melihatnya" jawabnya sembari memasuki salah satu toko.

Ia mencari dari satu rak ke rak yang lain. Aku berniat untuk membantu, tapi begitu melihat banyaknya rak, aku mengurungkan niatku.

Lalu Samantha menghampiriku dengan 3 dress di tangannya.

"Aku akan coba ini, apa kau keberatan untuk menunggu di depan pintu? Karna aku butuh pendapatmu" katanya

"Ya, tak masalah" jawabku mengikutinya ke lorong kamar pas, dan menunggu hingga Ia keluar.

Beberapa saat kemudian, Ia membuka pintu dan menunjukkan dress warna hitamnya dengan renda sebagai lapisan luar.

Aku menggeleng

"Kurang bagus" ucapku

Ia menutup pintu lagi dan aku menunggu lagi.

Kemudian Ia keluar dengan dress biru tua panjang, dan bisa kukatakan Ia kesusahan bernafas.

"Kau yakin bisa bernafas dengan dress itu?" tanyaku

"Tidak" balasnya sebelum menutup pintu dan mencoba dress terakhirnya

Menit berikutnya, Ia membuka pintu dan aku terpaku.

Dress yang terakhir berwarna pink muda,(kurasa mereka menyebutnya blush pink). Dress itu berbentuk a-simetris dengan V neck bagian atasnya. Lapisan-lapisan kain nya yang jatuh dan tipis membuat dress itu sempurna bagi Samantha.

"Sudah kuduga" ucap nya melihat ku tak mampu berkomentar.

Maka, Ia menutup pintu untuk yang terkahir kali dan kembali ke pakaian aslinya.

Lalu Ia berjalan ke kasir dan membayar dress nya, sementara aku, menunggunya di luar.

"Kau lapar?" tanya nya begitu keluar dari toko

"Yup" jawabnya

Dan kami berjalan menuju tempat makan terdekat.

Samantha

Setelah kami selesai makan, kami menuju ke parkiran. Sesaat setelah kami berdua duduk dan meletakkan tas baju kami, lalu aku ingat akan bahan makanan yang habis di rumah.

"Dan, aku lupa satu hal" ucapku

"Apa itu?" tanyanya

"Kita kehabisan bahan makanan" jawabku sembari membalas tatapannya

Lalu Ia mencabut lagi kunci mobil dan kami kembali ke dalam mall. Kali ini, kami berjalan ke supermarket.

"Untung aku belum menyalakan mesin" katanya

"Ungtung aku ingat, kalau tidak, kita tidak makan malam" balasku

"Kita bisa order pizza" sahutnya

"Kau tau maksudku" balasku.

Kami berjalan lorong demi lorong supermarket.

Pertama, aku mengambil sabun,shampoo dan semacamnya.

"Katamu bahan makanan" ucap Daniel begitu aku memasukkan beberapa barang ke dalam keranjang.

"Yah, ternyata yang lain kan juga habis" balasku

Lalu kami berjalan ke lorong lain dan mengambil snacks, teh, kopi, gula, kreamer, dan susu.

Yang terakhir, oregano, garam, merica, macaroni, dan fettucini.

Setiap kami lewat, selalu saja orang-orang melihat kami dengan tatapan aneh mereka. Sebrapa keras aku mencoba untuk ramah, tatapan mereka tak juga berubah.

Se-aneh itukah melihat 2 remaja belanja?. Entahlah, mungkin itu dipengaruhi fakta bahwa aku dan Daniel sama sekali tidak mirip.

"Acuhkan mereka, Sam" ucapnya Daniel di sebelahku

"Well, aku mencoba" balasku

Lalu Ia menyikutku dan mulai bernyayi 'Something Different' milik Why Don't We,

"What they know about us. Doesn't make a difference.Baby we got us.We on something different"

"Sejak kapan kau mendengarkan Why Don't We?" tanyaku, terkejut akan pengucapan lirik yang sempurna

"Sejak kau memutarnya tanpa henti di mobil" balasnya

"Lagipula kurasa kau kelebihan 2 baris disana" ucapku

"Hah! Kau yakin?" ucapnya seraya menyeringai.

Kemudian kami berjalan ke kasir. Setelah urusan pembayaran kami selesai, kami berjalan menuju parkiran.

"Kau yakin membawa semuanya?" tanyaku pada Daniel yang membawa belanjaan kami.

"Ya tak masalah" jawabnya

"Tanganmu penuh Dan" balasku

"aku tau" jawabnya singkat

"Okay, itu berarti giliranku menyetir" ucapku

"Kau yakin?" tanyanya

"Ya, aku sudah cukup merepotkanmu hari ini" jawabku

"Sejak kapan kita kembali ke 'demi sopan santun'?" ucapnya

"Kita tidak kembali ke sana, hanya untuk menebus kekhawatiran yang aku sebabkan" balasku

"Kau bisa menebusnya nanti" jawabnya

"Ayolah Dan, lagipula ini kan mobilku" ucapku

"Lalu, kenapa kau meminta ijin untuk nyetir?, bukan kah seharusnya aku yang meminta ijin?" balasnya

Daniel sungguh pintar menyusun kata. Jika aku tidak memiliki jiwa debat, aku tidak akan tahan berada di sekitarnya lebih dari 2 jam.

Beruntung aku memasang gantungan semacam dompet kecil yang ukurannya tidak lebih dari 12x7cm. Jika tidak, aku harus menunggu Daniel untuk memberikannya padaku.

Ku tarik kunci yang menggantung dari saku belakang Daniel dan menekan tombol pembuka pintu. Sembari Daniel memasukkan plastik belanjaan kami, aku masuk dan duduk di kursi pengendara.

Setelah Daniel menutup pintu dan memastikan semuanya siap, kami mulai perjalanan pulang.

The Infinity NecklaceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang