"Fin, Ayo ikut abang" Faras menarik tangan Fini dan membawanya pergi entah kemana.
"Bang mau bawa aku kemana sih? Lepasin bang, bukan muhrim teriak". Fini sekuat tenaga sambil menepuk tangannya agar Faras melepaskan genggaman yang di tariknya.
"Ikut saja" jawabnya singkat.
Ternyata Faras membawa Fini ke taman depan sekolah.
"Dek, dengerin abang dulu bentar". tutur Faras sambil melepas genggamannya.
"Allahu Akbar tuh kan jadi merah tangan aku". Fini mengusap lengan sebelah kanan nya.
"Hmm maaf dong, sini duduk dulu". Faras menepuk bangku disebelahnya yang kebetulan kosong.
Fini mengambil tempat duduk yang lumayan agak jauh, takut terjadi apa-apa.
"Mau ngomong apa? Cepetan, aku mau balik ke kelas lagi nih". ketus Fini sembari menatapnya tajam.
"Iya deh, jadi gini.... sebenarnya abang itu ada rasa sama kamu, tapi abang ga tau gimana cara ngungkapinnya ke kamu". ia sepertinya gugup dengan pandangan kebawah.
"Nah terus?" jawab Fini.
"Ya gapapa sih, Cuma pengen kamu tau aja yang sebenarnya". katanya sambil mengenggam kedua tangannya.
Melihat ia tak ada respon setelah itu, Fini memutuskan untuk pamit kembali ke kelas.
"Bang, aku pamit mau ke kelas, Assalamualaikum". Fini pamit sembari mengambil langkah seribu.
Sampai dikelas syukurlah tak kudapati bang Arfi disini. Anehnya teman-temanku juga tak ada disini.
Syukurlah ada Yuni dan Meli disini, mereka sedang asyik berbicara, entah apa yang mereka bicarakan akupun tak tahu.
"Maaf aku menganggu kalian, mau nanya, ada lihat Syafa, Thalisa, Arika, dan juga Denisha ga?". Fini menarik salah satu kursi kosong yang berada disampingnya.
"Mereka? Kalo ga salah denger sih ke Perpustakaan". jawab Meli.
"Oke, terimakasih atas infonya, aku pamit dulu ya". Fini beranjak pergi. dan bergegas menuruni anak tangga.
Kebetulan perpustakaan berada dilantai 1, jika kamu turun dari tangga, sudah terlihat siapa saja yang berada di dalam ruangan yang penuh buku itu.
Fini melihat mereka berempat disana, seperti menantikan kedatangan seseorang, ya siapa lagi kalau bukan aku? Ckk.
Fini memasuki ruangan itu
"Haii guys, lagi pada nunggu siapa nih? Pasti nungguin akukan?". Fini berteriak sembari menarik 1 kursi persis di samping Arika dan tepat di hadapan Denisha.
"Sshh diam-diam jangan teriak, nanti dimarahi penjaga baru tau rasa kamu Fin". Aku mengingatkan Fini.
"Iya....iya maafin aku". Fini merasa bersalah atas perbuatannya.
"Oke, mumupung lengkap, ada yang ingin aku omongkan ke kalian". Thalisa membuka pembicaraan.
"Apatuh?". tanya Fini kepo.
"Gimana tadi urusanmu sama Bang Faras?". Tanya Thalisa kemudian disusul gelak tawa ketiga temanku yang lain.
"Tadi, Bang Faras bawa aku ke taman depan, dan dia nyatain bahwa dia suka sama aku" .
"Whatttt? Bang Faras beneran ngungkapin ke kamu?" tanyaku Shock.
"Iya benar, aku serius". Fini mematapkan jawabannya dengan mimik yang sangat serius.
"Waaahh, seorang Fini Helena Anastasia disukai oleh seorang abang kelas kece, famous, cool lagi". timpal Arika kemudian disusul anggukan oleh Thalisa dan Denisha sementara aku masih terdiam mematung tak percaya.
.
.
.
Waktu menunjukkan pukul 12.45 adzan baru saja berkumandang, kami berlima bergegas menuju mushala, syukurlah mushala masih sepi, jadi kami dapat shaf terdepan.
Setelah shalat kami tidak langsung ke kelas, melainkan ke kantin terlebih dahulu.
"Memangnya mau beli apa?". tanyaku.
"Mau beli tissue, soalnya persediaan tissue ku sudah menipis Syaf". Jawab Arika.
"Lagi pilek ya?". tanya Denisha.
"Iya" jawab Arika.
"Oo, kalau gitu Syafakillah ya Arika".
Kantin, salah satu tempat favorite nya siswa, dimana sering kita lihat siswa rela berdesakan demi mendapatkan makanan dan minuman yang mereka dambakan.
Terkecuali aku, Syafa.
Paling anti sama yang namanya kantin karena Ramai dan sesak.
Jadi aku lebih memutuskan untuk membawa bekal berupa makanan dan minuman dari rumah.
Kulihat diantara keramaian yang berpadu dengan sesak itu, disini, dibawah pohon yang rindang, Bang Arfi dan Bang Faras ke kantin bersama.
"Tumben mereka berdua? Akrab lagi? Habis kesamber petirnya Mam Risa kali ya?". batinku.
Dan ada hal yang membuatku tambah terdiam, mematung tak percaya. Ia menghampiri yang baru saja ingin keluar dari ambang pintu kantin.
Fini nampak terkejut melihat kehadiran mereka berdua, setelah itu mereka berbincang, entah apa yang jadi topik mereka.
Dan tanpa sadar juga ternyata Arika, Thalisa, dan Denisha sudah berdiri disampingku, mereka juga ikut memperhatikan gerak-gerik Fini dan kedua senior itu.
"Kira-kira mereka bicara tentang apa ya Syafa? Thalisa membuyarkan konsentrasiku".
"Eh kalian udah selesai rupanya, entahlah Tha, aku juga ga tau". jawabku tetapi mataku masih terpaku pada Fini.
"Kita duluan ke kelas atu nungguin Fini nih?" Tanya Arika.
"Kamu ini kenapa sih Arika? Tunguin Fini lah, palingan bentar lagi Fini selesai". celoteh Thalisa.
"Iya deh iya, gausah ngegas juga kali". ketus Arika.
"Kalian kok jadi bertengkar sih? Udahlah, saling damai aja" Denisha menasehati mereka.
Fini menghampiri kami.
"Udah lama nunggu aku?". Tanya nya.
"Lumayan". jawabku.
Kalau begitu, ayo kita balik ke kelas Ajak Denisha kemudian kami mengikutinya.
Syukurlah masih ada sisa waktu, walau hanya 10 menit.
"Fin tadi bang Arfi sama Bang Faras kenapa tiba-tiba datang ke kamu?". Thalisa membuka percakapan antara kami. Sebenarnya Aku, Denisha, dan juga Arika juga penasaran.
Fini yang tadinya sedang mengusap-usap layar hp nya kini memandangi kami satu persatu, tatapannya lekat, dibalik sorot matanya terdapat kata-kata yang bungkam.
"Tadi mereka datang ke aku, ngebahas tentang kejadian waktu itu, " Fini mulai bercerita.
Kami semua mendengarkannya dengan antusias.
"Kejadian waktu Kak Dhita ngelabrak aku. Jadi Bang Faras merasa ga terima, Faras nyuruh buat Bang Arfi jauhi aku. Tetapi bang Arfi bersikeras ga mau jauhin aku". tuturnya.
"Nah terus? Apa hubungannya dengan mereka nyamperin kamu dikantin?". aku semakin penasaran dengan apa yang sebenarnya terjadi.
"Jadi mereka nyuruh aku milih diantara mereka".
"Hah? Milih apa?". Thalisa masih keheranan.
"Milih siapa yang pantes dekat sama kamu gitu, Fin? Tanya Arika memastikan".
Hanya dibalas Anggukan oleh Fini.
"Terus? Kamu pilih siapa?". Tanya Denisha
Aku bilang saja "Maaf bang, bukannya gabisa menghargai perjuangan kalian berdua, tapi aku benar-benar gabisa milih diantara kalian. Karena kalian bukanlah pilihan yang dapat dipilih. Dan yang terpenting adalah belum waktunya. Aku harap kalian ngerti apa maksud aku". Jelas Fini
Hmm begitu ceritanya. Respon kami berempat, serempak.
21 Juli 2018
KAMU SEDANG MEMBACA
5 Di Masa SMA
Teen FictionMemang benar bahwa setiap pertemuan akan ada perpisahan, setiap yang memiliki akan kehilangan , setiap persamaan akan ada perbedaan dan setiap yang diawali pasti akan ada akhirnya. Jika suatu hari nanti semua hal itu menimpa kita , harapanku kita...