3

69 12 17
                                    

"Lo?"

..-

"Ngapain sih nabrak-nabrak! Liat-liatlah kalo jalan! Abis kan jus mangga gue! Kalo nggak bisa jalan bener-bener tuh mending gak usah jalan!" cerca Jingga dengan memandang kesal pada gadis yang berparas persis seperti cerminan dirinya itu.

"Aduh, maaf ya maaf. Senja nggak sengaja, beneran deh. Maaf ya.." ucap Senja, gadis yang sudah seperti salinan kedua Jingga, sangat mirip. Mungkin hanya iris mata dan penampilan saja membedakan keduanya. Jika iris mata Jingga berwarna cokelat terang, maka lain hal dengan Senja yang berwarna cokelat gelap. Jika Senja berpenampilan rapi dengan baju dimasukkan, maka lain halnya dengan Jingga yang urakan, baju keluar serta jarang memakai dasi. Jangankan memakai dasi, ingat kalau punya dasi pun tidak.

"Maaf-maaf aja. Ngomong maaf doang mah gampang. Ngeludah sambil mangap tuh yang susah! Udah sana lo pergi! Nggak di mana-mana bikin gue kesel aja lo ah!" hardiknya lagi. Masih tidak terima jus mangga yang susah payah ia buat sendiri di kantin Mak Gembul tumpah sia-sia.

"Maaf ya, Jingga. Sekali lagi maaf. Senja ga sengaja kok. Maaf ya," Senja merasa bersalah, dan langsung pergi meninggalkan kantin yang padahal belum sempat ia masuki.

Sementara Jingga, orang yang baru saja ditabrak Senja itu lantas mendumel sembari membersihkan ujung rok nya yang sedikit terkena tumpahan jus.

"Heran deh gue. Tuh orang gak di mana-mana pasti aja buat gue sial," rutuknya kesal.

Sebenarnya niat awal Jingga hanya ingin berjalan-jalan dan membeli air mineral yang dititipkan Langit. Tapi karena tenggorokan nya yang tidak bisa diajak kerja sama, kaki nya pun turut melangkah ke kantin Mak Gembul untuk membuat pesanan nya sendiri, seperti biasa, jus mangga dengan tambahan susu kental manis coklat sebagai toping dalam cup nya.

Jingga memang terbiasa nyelonong masuk ke dalam dapur kantin Mak Gembull, pemiliknya pun tak mempermasalahkan.

Namun segala usaha tadi telah hancur sia-sia. Segelas cup jus mangga kesukaan nya kini tergeletak indah di dekat kaki nya dengan isi berceceran mengotori lantai sekitar nya, juga selembar kertas yang turut terkena cipratan nya. Lengkap sudah.

Tapi tunggu dulu.

Selembar-kertas?

Milik siapa?

Dengan ragu Jingga mengambil selembar kertas itu.

Ulangan Matematika? Apa ini milik Senja?

Bagian namanya memang sedikit luntur namun Jingga masih bisa membacanya. Ini memang milik Senja.

Dan nilainya seratus?

Yaa memang sudah biasa, sih, Jingga melihat yang seperti ini. Tapi apa Jingga baru saja menghancurkan bukti nilai sempurna Senja? Tapi bukankah Senja yang menabraknya? Mengapa jadi Jingga yang menghancurkan? Tapi untuk apa pula Jingga perduli? Ya. Untuk apa? Lagipula Senja bisa mendapatkan sepuluh lembar kertas ulangan dengan nilai sempurna seperti ini jika ia mau kan? Iya kan?

Saat Jingga sedang sibuk berperang dengan batinnya, seseorang dengan langkah terburu merebut kertas itu dari genggaman Jingga.

"Maaf ini punya Senja ketinggalan. Sekali lagi maaf ya Jingga," ucapnya pelan dan langsung lari terbirit dari hadapan Jingga.

Sedangkan Jingga yang masih tak bergeming dari tempat nya lantas mengendikkan bahu acuh dan melangkah keluar kantin. Melupakan perdebatan yang baru saja dialami, dan meratapi jus mangga yang rencananya akan ia nikmati di kelas nanti.

°°°

"Hey ho whats up broo Sky. Gelaaseh gak mampet apa itu otak dijejel pelajaran mulu?" sapa Jingga riang sembari meletakkan sebotol air mineral di meja Langit, sementara siempunya meja tengah duduk dengan kepala menempel di meja dan masing-masing tangan memegang pena juga buku di posisi tegak terbuka.

Jingga di Langit Senja Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang