Vania memasuki gerbang sekolah dengan langkah ringan. Pagi ini cewek itu datang terlalu cepat. Hal ini dikarenakan ayahnya yang harus segera sampai di rumah sakit karena ada jadwal operasi pasien. Vania yang malas pergi dengan angkutan umum, lebih memilih pergi bersama ayahnya. Walaupun harus datang lebih cepat seperti ini.
"Pagi Van." Vania menoleh ke arah sampingnya. Disana Reno berdiri dengan cengiran khasnya beserta wajah mengantuk.
"Pagi Ren. Wah tumben datang cepat," ledek Vania. Tentu saja. Reno ini terkenal datang ke sekolah mepet waktu. Bagi cowok itu, untuk apa datang terlalu pagi ke sekolah?
"Gue dikerjain nyokap. Jam di kamar dipercepat," gerutu Reno. Vania tergelak. Pantas saja.
"Kasian banget. Mana wajah lo ngantuk gitu."
"Semalam gue nonton bola sampai jam tiga. Paginya gue dikerjain. Kan sial."
Vania lagi-lagi tertawa. Mereka berdua berjalan beriringan menuju kelas mereka yang searah.
"Lo nggak masuk ke kelas?" Tanya Vania bingung begitu Reno hanya melewati kelasnya.
"Enggak. Mau ke kantin dulu."
"Gue juga deh. Tungguin gue taruh tas dulu." Reno mengangguk. Setibanya di kelas Vania, Vania segera meletakkan tasnya dan menyusul Reno yang masih menunggunya.
"Udah?" Vania hanya mengangguk. Lalu mereka kembali berjalan ke arah kantin.
"Ren!" Vania tersentak begitu mendengar seseorang memanggil Reno. Itukan suara Seno.
"Kembaran gue!" pekik Reno histeris berlebihan. Karena nama mereka yang hampir mirip, mereka sering dikata kembar oleh teman-teman yang lain.
"Mau kemana?"
"Kantin. Tumben lo udah datang."
"Kepagian gue," keluh Seno. "Ikutan ya gue ke kantin."
Reno terdiam. Matanya melirik ke arah Vania yang terlihat tidak nyaman berada didekat Seno.
"Kenapa diam aja?" Tanya Seno begitu tidak mendapat jawaban dari Reno. "Gue nggak boleh bareng?"
"Itu..." Reno terdiam. Tidak tahu harus berkata apa. Situasi saat ini begitu awkward.
"Ooh gue ngerti." Seno meletakkan jari telunjuknya di dagu sambil beberapa kali mengangguk. "Vania. Gue boleh ikutankan?"
*
Vania pikir paginya akan baik-baik saja. Bertemu Reno bukan hal yang buruk dalam mengawali harinya. Sayangnya, setelah itu ia bertemu dengan Seno. Sang mantan yang entah kenapa tiba-tiba datang dan ingin bergabung dengannya dan Reno.
"Lo datang sendiri, Sen?" tanya Reno seraya menggigit roti isi selai coklatnya. Seno mengangguk cuek. Ia asik menyeruput vanilla latte kesukaannya. Seno memiliki kebiasaan yang sedikit unik. Dimana setiap pagi ia harus mengkonsumsi vanilla latte. Jika tidak, ia pasti akan uring-uringan sendiri karena lidahnya terasa asing.
"Males gue bareng Mika. Mau sendiri dulu," jawab Seno. Vania tersentak.
"Mika nggak minta lo jemput gitu?"
"Iya, dia minta jemput. Tapi gue tolak. Lo kenal gue, Ren. Gue nggak suka ditempelin mulu."
Vania hanya diam mendengar dua sahabat itu. Dalam diam ia mengiyakan perkataan Seno. Ya, Vania tahu persis betapa Seno tidak suka terus ditempelin. Oleh karena itu, selama mereka pacaran, Vania tidak pernah mau mengusik Seno ketika cowok itu mulai menjaga jarak dan tidak bisa dihubungi. Vania hanya ingin membuat Seno nyaman bersamanya, dengan tidak banyak menuntut dari cowok itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Vania
Teen FictionVania tidak mengerti kenapa Seno memutuskannya secara tiba-tiba. Disaat hubungan mereka baik-baik saja dan tidak ada masalah. Saat ditanya alasannya, Seno tidak memberi jawaban apapun sama sekali. Belum selesai dengan patah hatinya karena diputuskan...