Dimana-mana dalam suatu perjanjian kredit setelah DP dibayarkan, akan timbul kewajiban-kewajiban yang harus dilunasi debitur kepada kreditur. Maka munculah istilah angsuran, angsuran harus dibayar sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati hingga terbayar lunas. Dalam kasus gue dan Pak Nugra. Seperti debitur pada umumnya, malam ini Pak Nugra akan membayar angsuran pertamanya. Mantap!
Tiba di hotel Manug ku sayang sudah menebar semar mesemnya ke siapa saja yang tak sengaja berpapasan dengan kami. Begitu sampai kamar ia langsung mengambil handuk, masuk ke kamar mandi bersih-bersih diri. Tak harus menunggu seperempat jam, hanya dalam waktu lima menit, ia sudah keluar dengan tampilan fresh dan memancarkan aura kejantanan lewat pancaran wajahnya. Sungguh suatu kejadian langka bukan, seorang Nugraha Malik mandi cuma dalam waktu lima menit.
"Saya mandi dulu ya, Mas." Ucap gue ketika tiba giliran menggunakan kamar mandi. Gila ya kepala gue udah gantel banget. Ini sanggul ditemplokin kenceng amat, kulit kepala gue berasa kecabut.
"Mau Mas bantu?" Heh? bantu apa? lepas kutang.
Gerakan gue yang sedang mengambil handuk terhenti, kepala gue terteleng ke samping dengan mata mengerjap-ngerjap. Pak Nugra malah menggaruk tengkuknya malu-malu sewaktu gue menatapnya bingung.
"Ya sudah sana masuk, Mas tunggu disini." Katanya lagi karena gue tak kunjung merespon. Yaiyalah nggak gue respon, pertanyaannya kampret gitu. Nggak sabar banget buka kelambu.
Hampir setengah jam gue habiskan waktu di kamar mandi, menghapus make up dan menyisir rambut yang sehabis disasak dan disanggul Kartini ini menjadi penyebabnya. Gue baru bisa benar-benar mandi saat semua produk hair styling yang gue pakai luruh dan rambut gue nggak sekaku tadi. Tapi aktivitas gue terhenti kala gue menyadari kehadiran sesuatu tak diundang.
"Sempak kolor ijo! Apaan nih merah-merah? hah!" Gue percepat membilas tubuh, mengenakan handuk dan pakaian tidur.
Ketika gue keluar dari kamar mandi. Pak Nugra tengah tengkurap diatas tempat tidurnya memainkan hape. Senyumnya semakin merekah sewaktu menyadari kehadiran gue yang menyandar di depan pintu kamar mandi. Dengan wajah berbinar ia berbaring miring dan bertopang tangan menghadap gue. Melihat ekspresi pak Nugra begitu, gue jadi nggak tega mau ngasih tau sesuatu.
"Mas,"
Dengan gagah perkasa Pak Nugra bangkit, "Iya, sudah siap?" Tanyanya antusias.
Alamakjang! sudah kebelet kali dia rupanya Inang!
Pak Nugra mendekat. Senyumnya lebih merekah dari sekedar senyum gula jawa atau senyum semar mesem andalannya. Mendadak bulu ketek gue meremang sewaktu ia sudah berdiri tepat dihadapan gue. Mau ngapain?
"Mas," jangan senyum-senyum kenapa.
Tangan Pak Nugra mengelus lengan gue. Kepala gue terlempar ke kanan, merekam pergerakan tangannya yang merambat pelan keatas dan terparkir di pundak gue.
KAMU SEDANG MEMBACA
Suami Satu Semester (SUDAH TERBIT)
Художественная прозаNikah? Sama dosen pembimbing skripsi sendiri? Apa jadinya? Untung atau malah bunting eh buntung? Hanya kisah tentang mahasiswa semester akhir yang tengah diburu deadline menulis skripsi. Terpaksa menikah dengan dosen pembimbing skripsinya sendir...