Chapter 1

55 5 5
                                    

Siapa aku?

Aku ada dimana?

Angin bersiul mengarungi padang rumput yang luas, jarang terlihat pohon rimbun yang tumbuh diatasnya. Matahari bersinar terik, untunglah aku berada di bawah salah satu bayang bayang pohon rimbun itu.

Aliran angin berbalik lagi, kini berbeda arah dengan yang sebelumnya. Membuat rambutku terombang ambing, dengan beberapa dedaunan kering yang tersangkut. Apakah sekarang masih musim panas? Atau sudah musim gugur?

Tapi yang lebih penting dari itu semua, siapa aku?

Tunggu, apa aku harus panik? Seseorang yang hilang ingatannya itu layaknya orang yang tersesat, bukan? Lebih dari kehilangan arah, orang itu sudah kehilangan jati diri dan identitasnya.

Tetap saja, walaupun dipaksakan aku tetap saja merasa kosong. Apakah aku ini masih waras? Sebenarnya orang yang waras itu orang yang seperti apa?

Pada tiupan angin selanjutnya, seekor kupu kupu datang. Berwarna merah, putih dan biru. Coraknya cukup unik, aku belum pernah melihat yang seperti itu. Eh, tentu saja aku merasa belum pernah melihat kupu kupu yang seperti ini, aku masih hilang ingatan.

Kupu kupu itu mengitariku, seakan ia sedang mengamati bunga yang ingin dihinggapinya. Tak berselang, kupu kupu itu hinggap di telingaku.

"Eheh.. Apa kau ingin membisikkan sesuatu?"
Tidak mungkin itu, haha. Setidaknya aku masih memiliki logika dasar seorang manusia, ya. Syukurlah.

Satu helaan nafas, dadaku bergerak turun, kupu kupu itu pun melayang kembali. Kali ini apa yang dia inginkan? Aku pun mencoba membujuknya untuk hinggap di jari telunjuk kananku.

Kupu kupu itu tertarik, ia mendarat mantap di ujung telunjukku, lalu berjalan kecil menuju punggung tanganku. Tentu saja apa yang kupu kupu itu lakukan cukup membuatku geli, bahkan dia pun menghisap cairan yang menempel di kulitku juga.

Entah apa yang kupu kupu ini inginkan, tapi setidaknya aku ingin bermain sebentar dengannya. Aku kesepian. Di padang rumput yang menghiasi mataku hingga cakrawala membatasinya, tidak ada orang lain yang terlihat. Setidaknya cukup sepi untuk sementara.

Lalu, perutku mengeluarkan bunyi yang khas saat aku mulai menyadari jika aku sangat lapar. Tapi, dimana aku bisa mendapat makanan?

Apakah aku harus mencarinya ketempat lain? Tentu saja di tempat dimana manusia bisa terlihat. Lagipula, aku tidak punya uang. Bahkan uang yang harus kupunya pun aku tidak tahu bagaimana bentuknya.

Ah, ternyata ada sebuah pedang panjang di pinggangku. Apa ini senjataku? Ahah.. ya iyalah, jika pedang ini hasil curian pun aku juga tidak tahu. Setidaknya jika tidak ada bahaya yang mengancamku selanjutnya, akan kujual pedang ini.

Pedang bermata satu, pada ujung gagangnya ada huruf X. Hmm.. Aku masih bisa membaca. Yah, aku ingat semua huruf huruf itu di kepalaku, saat ini semua kebutuhanku sudah lengkap.

Logika dasarku sebagai manusia, kemampuan membaca dan merasakan keadaan sekitar. Seluruh indraku cukup baik. Ya, aku pikir baik baik saja. Aku hanya kehilangan beberapa memori yang penting. Untuk selanjutnya, aku pun tidak yakin  apakah aku harus mencari kepingan yang hilang pada otakku.

Tapi, aku hanya ingin menjalani kehidupanku sementara ini.

Apabila senjataku ini bisa terjual, aku ingin makan lalu mencoba bekerja. Saat aku sudah memiliki uang yang cukup, maka aku bisa membeli rumah dan me-menikah... Hehe... La-lalu punya anak dan hidup bahagia..

Hidup bahagia ya..

Saat aku melamun tak jelas dengan membayangkan hal hal yang belum pasti, perutku semakin keroncongan. Sepertinya perutku menggerutu karena sudah dihiraukan untuk diisi.

Lost : Coming HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang