chapter 8

10.9K 530 14
                                    

Happy reading!

Petra pov

Setelah cukup lama menimbang-nimbang pakaian yang akan ku kenakan. Akhirnya aku kembali menyusul Dimas dengan scarf yang melingkar di leher dan cardigan berwarna coklat muda.

"Ayo, cepat." Desakku menghampiri Dimas, kulihat laki-laki itu masih betah bertelanjang dada, ia hanya menggunakan celana pendek berwarna hitam miliknya.

Aku lantas duduk sembari menunggunya.

"Iya, tunggu sebentar." jawab Dimas mengakhiri latihannya.

Dimas berjalan keluar ruangan, lalu mengambil kemeja yang ia letakkan di hanger dan mengenakanya.

Aku terus mengikuti Dimas di belakang sembari melilitkan gelang berbahan tali yang sulit ku kenakan.

"Biar ku bantu," tanpa kusadari Dimas sudah berdiri tepat di depanku, aku tertegun.

"Kenapa tidak menggunakan baju santai saja?"

"Tidak perlu, usahaku untuk membentuk ini akan sia-sia jika orang-orang tidak melihatnya." jelas Dimas menunjuk bagian kemeja yang mencetak jelas bentuk ototnya.

Aku memutar kedua bola mataku jengah.

"Aku hanya bercanda, Petra! Tunggu sebentar!" Dimas berjalan cepat ke kamar, selang semenit ia sudah kembali dengan kaos polos berwarna biru tua yang membuatnya tampak lebih muda.

"Tidak jadi memakai kemeja, wahai orang yang haus perhatian?" tanyaku berniat mengejeknya.

"Tidak jadi, kalau aku memakainya kau pasti juga akan tergoda!" sahut Dimas tanpa beban.

Aku mendengus kesal, "Dasar orang tua!"

Mendadak langkah Dimas di depanku terhenti, "Sekali lagi kau memanggilku dengan sebutan itu, aku akan menciummu lagi." ancamnya tanpa menoleh ke arahku.

Sontak aku menutup bibirku rapat, aku enggan bersuara setelah mendengar peringatan itu.

•••

Setibanya di basement apartment aku tak menemukan mobil yang kemarin Dimas gunakan untuk menjemputku, Dimas justru mengantarku ke sebuah mobil berbeda yang tampak mewah.

"Jangan katakan padaku kalau ini mobilmu juga?" tanyaku ketika Dimas membukakan pintu penumpang untukku.

"Memangnya, kenapa?"

"Tidak apa-apa, kemarin aku mengira ini semua dari ayahku, tapi ternyata salah, sepertinya dia melukapakan ku di sini."

"Hush! Jangan bilang seperti itu! Dia sangat menyayangimu, tadi pagi ayahmu menghubungiku untuk menanyai kabarmu, dia bercerita kalau kau tidak merespons pesan dan panggilan darinya."

Aku memilih diam.

"Cepat masuk!" titahnya menurunkan nada ucapannya.

Aku hanya tersenyum tipis tuk menanggapinya, pikiranku masih berkecamuk perihal sikap Ayah yang berubah.

"Sudah siap?" tanya Dimas setelah duduk di sampingku, ia tampak melilitkan sabuk pengaman di tubuh atletisnya.

Perlahan aku mengangguk. Mobil yang Dimas kemudikan pun mulai bergerak maju, membelah kota Jakarta yang ramai oleh para pengendara.

•••

Di sepanjang jalan menuju Supermarket aku terus melamun. Semua terasa membingungkan.

"Tidak perlu dipikirkan," ucap Dimas memecah keheningan di antara kami.

Pervert HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang