Part 1: Aku

10 2 8
                                    

Ku raba kertas yang ku terima tadi, huruf-huruf yang sedikit timbul terasa halus ku rasakan di tangan ku. Perlahan ku buka amplop surat berwarna ke coklatan yang di alamatkan kepadaku, sebelum ku baca aku memandangi kembali lilin yang merekat kan amplop tersebut, lilin perekat berwarna merah hati yang menenangkan hati ketika memandangnya saja. Ku tersenyum cerah ketika mendapati surat yang ku baca.

Sudah lama ku nantikan surat ini datang, hingga terbawa ke dalam mimpiku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sudah lama ku nantikan surat ini datang, hingga terbawa ke dalam mimpiku. Aroma kertas yang sangat berbeda dengan aroma kertas muggle, aku sangat menyukai aroma kertas ini, tak sabar rasanya untuk pergi ke Hogwarts dan memulai pelajaran pertamaku.

Ketika aku ingin melompat kegirangan karena telah mendapatkan surat dari Hogwarts, aku tersentak kaget ketika mendengar suara ayahku yang membangun kan aku.
'Sev! Severus bangunlah! Sediakan aku sarapan!' Tobias Snape atau ayahku berteriak keras membangun kan ku. Aku tersadar ternyata aku kembali bermimpi mendapatkan surat dari Hogwarts, sesaat aku merasa kecewa dan sedih, namun tak lama ayahku memanggilku kembali.

'apa yang kau lakukan severus?! Mengapa kau begitu lama tidak menjawabku, apakah kau mau ku tampar lagi?!'

Tak ingin mendapatkan tamparan yang menyakitkan dari ayahku, aku berlari ke dapur untuk menyiap kan sarapan untuknya. Ayahku sangat tidak menyukai segala sesuatu tentang sihir, sedangkan ibuku Eileen Prince yang seorang Penyihir-berdarah murni menyembunyikan identitas nya kepada ayahku. Namun belakangan ini tampaknya ayahku sudah mengetahui bahwa ibuku adalah penyihir yang menyebabkannya bersikap sangat kasar kepada kami.
Pernah suatu ketika di malam bulan maret, hujan mengguyur di lingkungan kami tinggal dari pagi hingga malam, aku mengingat tidak melakukan kesalahan apapun, namun ayahku memukuliku tanpa ampun. Aku melihat sorot matanya yang memancarkan kemarahan yang tak terbendung, seakan matanya pun berkata 'Matilah kau anak penyihir!' seketika aku bergidik mengingat kejadian tersebut.

Kubawa nampan berisi roti panggang dengan daging asap, dan secangkir teh hangat ke hadapannya. Sekilas ku tatap matanya yang masih menatapku dengan tatapan 'enyahlah kau dari hadapanku', tak mau berlama-lama dengan tatapan ayahku yang tak menyukai ku, aku segera berlalu dari hadapan ayahku.

Aku merasakan rasa muak dalam diriku dengan ayahku dan rumah itu, lingkungan di rumah ku merupakan lingkungan kumuh yang tak cocok untuk di tinggali. Ayahku sudah 3 tahun terakhir tidak bekerja di pekerjaan muggle nya. Sedangkan ibu ku yang jarang pulang, karena takut akan ayahku yang diam-diam sudah mengetahui kebenaran ibu ku yang seorang penyihir berdarah-murni.

Untuk menghindari rasa muakku terhadap ayah dan rumah, aku bermain di taman dekat komplek rumah yang bersih. Aku duduk di antara semak-semak lebat yang hampir menutupiku seutuhnya, aku berbaring menatap langit diantara semak.

Aku banyak mengetahui tentang dunia sihir, karena ibu ku meceritakan baik tentang Hogwarts serta seluruh hal mengenai dunia sihir kepadaku dan tentunya tanpa sepengetahuan ayah. Di umur ke 5 tahun, aku sudah menunjukkan keahlianku, ketika ayahku sedang memperbaiki motor kerjanya tak sengaja aku menerbang kan motor tersebut. Ibuku sangat kebingungan mengetahui hal tersebut, termasuk ayahku yang mukanya sudah memerah siap meledak seperti bom kotoran. Segera ibu ku memantrai ayahku, 'Obliviate!' seketika ayah tak sadarkan diri dan motor tersebut sudah di darat, karna aku menangis sejadi-jadinya melihat kepanikan ibu ku yang membatalkan mantraku. Hal inilah yang dapat menghiburku dikala aku merindukan ibu ku, aku sangat membenci ayahku si muggle bodoh itu.

Aku tak sabar menantikan umurku yang bertambah, 9 januari tahun depan aku tepat berumur 11 tahun. Hal ini menandakan aku akan mendapatkan surat dari Hogwarts dan aku mulai untuk petualangan terbaruku.

'Tak apa Tuney jangan khawatir, buktinya aku tak apa-apa. Ini sungguh mengasyikkan.' Tiba-tiba aku mendengar suara seorang perempuan yang sedang bermain ayunan di seberang semak yang ku tempati.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 26, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Man under The UmberellaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang