12

676 105 16
                                    


Sudah lewat tengah malam saat aku tiba di depan rumah besar keluarga Kim. Aku menghentikan motorku didepan gerbang besi berukuran besar yang tertutup rapat itu, meninggalkanku tanpa petunjuk bagaimana cara melewatinya. Kulihat Rumah besar itu sudah gelap gulita, hanya ada satu jendela kamar yang masih menyala, dan aku mengenali dengan baik siapa pemilik kamar itu.

Aku menatap kamar Jongin dengan perasaan sesak dan pikiran berkecamuk, berbagai kehawatiran bermunculan dibenakku. Apakah dia begitu terkejut mengetahui semua ini? Apakah dia kecewa padaku karena telah menyembunyikan kenyataan dan membuatnya mengetahui hal itu dengan cara yang tidak layak? Atau, apakah dia merasa sangat terpukul? Dari semua kehawatiranku itu, aku paling menakutkan yang terakhir.

"Dasar bodoh…" aku mengutuk diri sendiri. Aku seharusnya tidak membiarkan semuanya terjadi seperti ini. Kalau saja aku punya keberanian untuk memberi tahu Jongin lebih awal, kalau saja aku bukan seorang pengecut yang terus menerus menyembunyikan sebuah kebusukan, mungkin Jongin tidak akan merasa sesakit ini. Setidaknya, aku masih bisa berada disisinya dengan percaya diri.

Untuk sesaat, pandanganku beralih dari kamar Jongin menuju pintu gerbang yang mana terdapat tombol bel disana dan aku tahu aku tidak akan pernah berani menekannya. Karena itu aku memutuskan untuk merogoh ponsel yang beberapa saat lalu menimbulkan masalah dari kantung celanaku. Sebelum bahkan aku sempat berpikir, tanganku sudah lebih dulu melakukan panggilan. Meskipun begitu, aku tidak memiliki penyesalan saat nada sambung terdengar.

Jongin tidak menjawab panggilanku, dan meskipun aku tahu itu akan terjadi, aku tetap berharap dia akan mengangkatnya. Aku hanya tidak ingin Jongin menanggung semuanya sendirian.

Nada sambung di telingaku lagi-lagi digantikan oleh suara operator yang mengatakan kalau nomor yang aku tuju tidak dapat dihubungi, aku menghela napas seraya mendongak menatap jendela kamar Jongin, saat itulah aku melihat bayangan seseorang dibalik sana. Aku bisa melihat wajah Jongin sepenuhnya saat dia menyingkapkan gorden, dia menunduk untuk beberapa saat lalu menatapku, kami sempat bertukar pandang sebelum kemudian ponselku berdering menandakan pesan masuk.

Dari : Tuan Muda Jongin

'Tolong beri aku waktu sendiri untuk sekarang. Aku akan menghubungimu nanti jika waktunya tiba.'

Sepertinya, memang tidak ada lagi yang bisa kulakukan selain memberinya ruang seperti apa yang dia inginkan.

_________

Sabtu pagi aku terbangun dengan sakit kepala dan rasa mual yang hebat menyerangku, akibat mabuk. Aku ingat semalam aku minum sangat banyak saat sampai di rumah. Tidak peduli pada teman-temanku yang melayangkan protes (karena pada awalnya, akulah yang telah membuat peraturan untuk tidak minum terlalu banyak tapi malah aku sendiri yang minum soju seperti orang kesetanan). Hanbin sampai harus membeli botol bir yang lain karena Soju mereka telah aku habiskan.

Aku memijat kuat pangkal hidungku berharap rasa sakit itu berkurang seraya berusaha bangkit dari tempat tidur, saat itulah aku sadar kalau aku tidak tidur sendiri disini. Ada sesosok manusia berukuran raksasa sedang terlentang menempati hampir seluruh bagian tempat tidurku. Itu Chanyeol.

Dia tidur dengan sangat berantakan, mendengkur, rambut kusut, mulut menganga, air liur dimana-mana, betapa akan sangat menyenangkannya jika aku bisa mengabadikan keadaannya saat ini. Tapi, tenggorokanku yang kering dan kepalaku yang pusing memaksaku untuk mengabaikannya dan buru-buru berjalan keluar dari kamar dengan sempoyongan mencari segelas air. Beruntung, aku menemukannya di meja kecil didekat pintu kamarku, sepertinya Yuri Noona sudah datang dan menyiapkan ini terlebih dahulu. Selain ada segelas air, di meja itu juga tersedia beberapa butir painkiller. Aku meminun setidaknya 2 butir untuk menghilangkan rasa peningku.

LOVE SICK (REMAKE) KAISOO VER.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang