Part 3

1.1K 126 11
                                    

Sang mentari telah menyingsing di ufuk timur. Suara burung yang beterbangan mencari makan mewakili bahwa pagi ini adalah pagi yang cerah. Jihoon mencoba membuka matanya perlahan mensejajarkan jarak sinar matahari yang masuk kemanik indahnya.

Perlahan ia mencoba bangun dari peraduannya, menggeliat meregangkan ototnya yang kaku.

" Hoaaahh . . . " Jihoon berdiri menuju kamar mandi, meraih selembar handuk berwarna pink pastelnya. Hari ini hari senin, ia tidak boleh terlambat karena seperti biasa ia harus mengikuti upacara bendera. Tak lama, Jihoon sudah selesai bersiap-siap lengkap dengan topi dan dasinya.

Dengan langkah pasti ia turun menuruni tangga, dibawah terlihat sang ayah yang tengah menyiapkan sarapan pagi. " selamat pagi ayah "

Ayah menoleh keatas dan tersenyum " selama pagi Jihoonie sayang "

Mata Jihoon terlihat berkilat melihat makanan yang terpampang di hadapan matanya " wahh ini semua ayah bikin "

" Kalau bukan ayah siapa lagi sayang "

Jihoon tersenyum malu " oh iya ya . . . Ayah hebat "

" Ayo dimakan roti bakarnya dan susunya juga diminun " tawar ayah yang juga sedang asik mengunyah roti bakar nya.

Dengan lahapnya si Jihoon manis memakan roti bakar buatan ayahnya, ia tampak sangat menikmati makanan itu, walaupun hanya roti bakar namun itu akan sangat terasa enak jika ayahnya yang membuatnya.

Akhirnya mereka selesai sarapan, Jihoon sudah bersiap ingin berangkat sekolah, tapi saat ia ingin melangkah keluar tiba-tiba ayah menahannya. " Sayang kamu gak mau ayah antar ? "

" Tidak ayah, Jihoon jalan kaki saja. Ayah kan harus segera kekantor "

Jihoon tidak pernah sekali pun berangkat sekolah di antar ayahnya, tapi itu semua memang kehendaknya dengan alasan ia tidak ingin merepotkan sang ayah. Ayahnya pun tak pernah memaksa kehendak anaknya, bahkan ia sangat bangga memiliki anak seperti Jihoon, karena di usianya yang masih sangat muda ia sudah bisa mengerti situasi ayahnya.

" Baiklah sayang . . . Oh ya bekal kamu sudah dimasukkan ke tas kan ? "

Jihoon mengangguk dan langsung berlari keluar rumah.

Kaki kecilnya melangkah dengan tenang. Menatap setiap rerumputan di pinggir jalan. Sesekali ia tersenyum melihat burung yang sedang bertengger di pagar rumah. Jam masih menunjukan pukul 06:25 masih sangat pagi sebenarnya, jalan pun masih nampak sunyi hanya ada satu atau dua orang yang lewat.

Jihoon semakin melambatkan langkah nya saat melihat seorang anak yang berusia seumuran dengannya yang juga lengkap menggunakan seragam, ia semakin menajamkan pandangannya kearah anak itu, anak itu menggunakan seragam yang sama dengan nya. Tapi entah kenapa raut wajah anak kecil itu terlihat sedih dan sedang memegangi perutnya.

Jihoon memberanikan diri untuk mendekatinya. " h... hai kamu sekolah di sd mentari juga ya "

Anak ini memandang lekat kearah Jihoon. Mungkin yang ada di pikiranya saat ini adalah siapa orang ini. Tapi ia tetap membalas pertanyaan Jihoon meskipun hanya dengan anggukkan kecil.

Jihoon semakin penasaran, Jihoon pun mengulurkan tangan kecilnya pada anak itu " perkenalkan nama ku Park Jihoon . . . Aku juga bersekolah di sd mentari "

Dengan ragu anak itu pun juga mengulurkan tangannya " namaku Park Woojin " jawab nya singkat

" Kamu kelas berapa Woojin ? "

" Kelas 3 "

" Oh ya berarti kita seumuran dong, aku juga kelas 3 tepatnya dikelas 3A . . . Kalau kamu "

" 3B "

" Berarti kita bersebelahan dong . . . Nanti kita kekantin bersama ya " ucap Jihoon antusias

" Tapi aku tidak biasa kekantin " suara Woojin terdengar lemah, wajahnya juga pucat.

" Woojin kamu sakit ya "

Woojin menggelengkan kepalanya pelan

" Tapi wajah mu sangat pucat dan aku lihat daritadi kamu selalu memegangi perut kamu "

Woojin terdiam sejenak sambil menghela nafas " aku . . . aku hanya merasa lapar "

" Kenapa . . . Kamu lupa sarapan "

Lagi-lagi Woojin hanya menggeleng.

Saat ini mereka sudah sampai di sekolah, dan sekolah nya masih terlihat sepi. Kemudian Jihoon menarik tangan Woojin dan membawanya kesebuah bangku kecil di pinggir taman. Kini Jihoon tengah sibuk membuka tasnya dan meraih sekotak bekal.

" Ini . . . Makanlah " Jihoon menyodorkan kotak bekal itu pada Woojin

Woojin terlihat ragu menerima bekal itu, mengingat itu bukan hak nya. Dan ia tidak pernah di ajarkan untuk menerima pemberian orang secara cuma-cuma. Tapi Jihoon terus saja menyodorkan bekal itu dan akhirnya mau tidak mau Woojin harus menerima.

" Hari ini kita upacara kalo kamu gak makan nanti kamu pingsan "

Woojin tersenyum manis pada Jihoon begitupun sebaliknya.

" Kamu mau gak jadi sahabatku mulai sekarang ? " ucap Jihoon sambil menyembulkan jari kelingkingnya. Woojin menatap jari kelingking Jihoon kemudian perlahan ia mengaitkan jari kelingkingnya di kelingking Jihoon. Jihoon tersenyum " nah mulai sekarang kita harus berangkat bareng pulang bareng makan di kantin bareng dan bermain bareng. Oke "

Woojin menghentikan makan nya dan menoleh pada Jihoon " main bareng " ulang Woojin

" Iya main bareng "

" Tapi . . . Appa ku melarang ku untuk bermain di luar rumah " ucap Woojin menunduk

" Ya sudah kalau begitu aku akan kerumahmu " balas Jihoon santai

" Jangan "

" Kenapa "

" Emm .. emm appa ku galak nanti kamu di marahi "

" Yah terus gimana dong . . . Gimana caranya kita bermain " ucap Jihoon kecewa

" Sepertinya kita hanya bisa bermain di sekolah saja "

Jihoon kembali menegakkan tubuhnya " baiklah tidak papa, kita bermain saat di sekolah saja " ucap Jihoon antusias, yah antusias sekali, karena Woojin adalah orang pertama yang mau jadi sahabat nya. Tapi Jihoon kembali tertunduk.

" Jihoonie kau kenapa "

Jihoon menghela nafasnya " Woojin, makasih ya kamu sudah mau jadi sahabat ku "

Kini Woojin telah menyelesaikan makannya " memangnya kamu gak punya sahabat sebelumnya "

Jihoon menggeleng pelan dan terlihat lemas " gak ada yang mau jadi sahabat ku "

" Kenapa ? "

" Kata mereka, mereka tidak mau jadi sahabatku karena aku tidak punya ibu "

" Memangnya ibu kamu kemana "

Jihoon hanya diam namun sedetik kemudian wajahnya berubah, pipinya memerah dan akhirnya satu bulir airmata menelusuri pipinya. Woojin yang merasa bersalah karena sudah menanyakan itu langsung meraih pipi Jihoon untuk menyapu airmata gadis yang kini telah menjadi sahabatnya itu. " Jihoonie, maafkan aku sudah bertanya seperti itu " Jihoon menggeleng " Tidak Woojin, kau tidak salah hanya aku saja yang cengeng " Jihoon tersenyum, lebih tepatnya senyum yang dipaksakan.

Jihoon meraih kedua tangan Woojin dan menggenggamnya erat " Woojin, maukah kau berjanji padaku " tanpa ragu Woojin mengangguk.

" Maukah Woojin berjanji untuk tidak meninggalkan Jihoon "









Vote n commentnya ya 😊


Salamsayang

Nunnasikembar 😘😘😘😘😘

I'll wait till you come back to love me--- [2park] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang