Lembaran Tulisan yang Menyakitkan Hati

13 2 3
                                    

Hati ini mungkin tak berelung setia dalam pandanganmu yang luas sampai jagat raya, tapi mataku hanya tertuju padamu, seseorang yang tak bisa kugenggam tapi kurasakan dari kejauhan. Senyumku merekah seakan bunga tulip di Belanda yang merekah saat musim semi. Aku tersenyum sekali lagi agar kau tahu, aku hanya melihatmu meski jagat raya luas mengarungi hidupku.

Tidak hampa, tapi aku hanya ingin melihat dirimu.

Lembut dan menenangkan jiwaku, kau memelukku erat dan hangat, aku masih bisa merasakan itu sampai sekarang, tapi itu hanya sekedar rasa manis yang mengarungi relung jiwaku denganmu. Aku ingin meminta kalau kita bersama, tapi apa dayaku kalau kau tak memulainya. Aku mungkin hanya seonggok sampah yang ada di dekatmu. Tapi kumohon, jangan buang aku begitu saja. Nirwana pun tahu aku jatuh hati kepadamu.

Jatuh hati.

Dua kata yang terucap di dalam hatiku tapi tak bisa kukatakan kepadamu. Aku tak memiliki keberanian untuk sekedar menatap matamu yang hangat untuk mengatakan hal yang tidak akan menguntungkan bagimu.

Aku dan kau memang selalu bersama, sejak kecil. Bermain, belajar membaca, menghitung, dan lain – lain. Sampai aku tak pernah bosan denganmu untuk selama ini. Aku bukan wanita bodoh yang bisa kau buang begitu saja, saat aku mau menyatakan perasaanku padamu. Tapi apakah baik kalau aku mengatakan perasaanku padamu?

Aku tahu kita memang sahabat kecil, dan itu selalu yang kau katakan padaku. Tidak menyakitkan untukku, jika itu membuatmu bertahan akan selalu bersamaku di dunia ini.

Aku mengenal cinta saat aku bersamamu.

"Kau sibuk, hm?" tanyamu menatapku dalam hingga aku tak bisa bergeming dari tempat dudukku. Terlalu sibuk menatap wajah tampanmu yang tak bisa kubelai sekalipun.

"Tidak," ucapku pelan sambil menyembunyikan wajahku yang memerah, saat kau memajukan wajahmu kearahku.

"Kau terlihat tidak baik, Oi. Mau pulang?"

Aku menggeleng.

"Nanti temani aku di rumah pohon, sepulang sekolah," pinta Hoseok.

"Ya,"

Aku tak membungkam mulutku jika aku sebenarnya tidak ingin pergi ke sana. Pintaannya tak bisa kutolak meski aku benar – benar ingin, seakan ada pengikat antara diriku dengan dirinya kalau aku tidak boleh menolak permintaannya itu.

Aku tak pernah membenci dirinya yang sudah mencintainya sebegitu dalam, hingga samudera yang terdalam pun kalah akan itu. Cintaku tak berbatas asa yang akan dipandangi oleh orang lain. Cinta sederhana dari hatiku yang paling dalam, sampai aku tak bisa menolak rasa itu dari diriku sendiri. Begitu menyedihkankah dirimu, Novenia? Kurasa kau harus masuk rumah sakit jiwa, karena kau terlalu dalam mencintai pria brengsek yang jelas kau tak tahu mencintaimu atau tidak.

"Oi, aku di sini ya menemanimu belajar di perpustakaan, hm?"

Aku mengangguk.

Wajahnya yang benar – benar tampan aku tak bisa berpaling untuk tidak menatap wajahnya sekalipun.

Jika dipikirkan aku benar – benar menyedihkan hingga aku selalu menangis setiap malam.

Bel berbunyi tanda istirahat.

"Hoseok, ayo makan. Aku lapar," ucapku menarik tangannya yang kekar itu.

"Ya cintaku, Novenia." Lagi – lagi ia selalu mengeluarkan kata – kata andalannya. Benar – benar aku ingin memukul kepalanya kalau ia mengeluarkan kata – kata itu. Jangan pernah memberi harapan padaku, kalau akhirnya kau menerjangku ke dasar jurang, pekikku dalam hati.

Karam // nohope.Where stories live. Discover now