MANCING

155 19 3
                                    

Kurang lebih sepuluh menit pak Tae
memberi arahan. Tubuh tegapnya sudah menunjukan bintik-bintik keringat dikarenakan sengatan matahari yang mulai meninggi menerpa tubuhnya, begitu juga dengan semua anak didiknya gak terkecuali denganku.

Selagi beliau masih berkicau tanpa lelah, aku masih sempat menjahili si Bas-Ngek yang kebetulan berdiri tepat di depanku, samping kiriku ada Koko-Lengpit dan sebelah kanan ada teman sekaligus tetanggaku, Teetee.

Aku menendang betisnya beberapa kali dan meniup pundaknya yang putih berkeringat. Bas-ngek bergerak gelisah, gak nyaman dengan tindakanku pada sebagian anggota tubuhnnya, namun dia enggak bisa membalas perlakuanku karena posisinya yang membelakangiku.

"Kimmon...!" Aku dengan pak Tae memanggil. Aku lumayan terkejut. Apa pak Tae melihatku sedang menjahili Bas-ngek?

"Ya pak," aku berusaha menunjukan sikap yang tenang.

"Kamu dan Bas maju ke depan!" Perintahnya tegas.

Kalau yang dipanggil aku bersama Bas-Ngek, alamat kena hukuman lagi nih. Aku melanghkah lebih dulu.

"Saya ingin melihat kalian berdua bermain," katanya sambil mempermainkan bola basket di tangannya.

Ah ternyata... aku pikir pak Tae akan menghukum kami.

"Bas, saya tahu kamu tidak lebih tinggi darinya. Akan tetapi saya yakin kamu bisa mengalahkan Kimmon."

Sepontan aku menoleh ke arah Bas-Ngek, melihat tampang sombongnya yang bikin geram, aku menekan emosi dan berusaha tenang agar aku bisa mengatur siasat untuk mengalahkannya mendapat jumlah lebih banyak memasukan bola ke dalam ring.

Dalam kasus  ini aku enggak boleh kalah, aku enggak mau dipermalukan olehnya terlebih ditonton teman sekelas dan tentunya salah satunya adalah Koko-Lengpit.

Koko harus dibuat terpana olehku dan enggak ada alasan untuk menolakku jika suatu saat nanti aku menyatakan perasaan mendalamku padanya. Aku enggak peduli kalau sekarang ini dia sangat dekat dengan Bas-ngek bahkan menurut isu yang beredar mereka pacaran. Ya inilah salah satu alasan mengapa aku membenci Bas-Ngek karena dia terlalu dekat dengan dia yang aku taksir semenjak kelas satu.

Aku dan Bas-Ngek sudah berdiri di tengah lapangan dikelilingi oleh teman-teman satu kelas kami akan bertanding kepandaian bermain basket.

Senyum dan seringainya tak luput, menyepelekan kemampuanku dalam permainan ini. Hmmm dia enggak tahu aja kalau di rumah aku sudah latihan banyak dibantu oleh Teetee tentunya.

Yah bisa dibilang dalam segala hal Teetee selalu ada untukku, dia juga sering mengirimiku masakan hasil olahannya sendiri ke rumah dan itu enak banget, masakan bibi ama mama aja kalah enak oleh masakannya.

"Elo yakin bisa ngalahin gue?" Bas-Ngek memutar-mutar bola diujung telunjuknya, seperti biasa kedua kakinya enggak bisa diam maju mundur kadang loncat juga.

Aku merebut bola di tangannya, "dengan kondisi elo yang pendek ini gue yakin banget dalam hitungan menit bakal bikin elo faham, gue bukan tandingan elo."

"Harus ya kalian berdebat dulu sebelum memulai pertandingannya?"

"Kudu banget." Aku dan Bas-Ngek kompakan nyahutin tegoran pak Tae.

"Yakin?"

"Kudu banget." Jawaban kami masih kompak.

"Sampai kapan?"

"Sam...paiiii..." secara kompak pula aku serta Bas-Ngek melirik pak Tae yang lagi natap kami dengan geram. Aha, akhirnya kesabaran bapak guruku tersayang abis juga. Jadi pingin tahu bagaimana kalau pak Tae lagi marah beneran.

Dengan sengaja aku menginjak kaki Bas-Ngek yang terbungkus sepatu. Dia mengaduh dan pancinganku berhasil, dia balas menginjak kakiku juga, tapi sebelum kena aku mundur secepat yang aku bisa.

Bas-Ngek maju mengikuti gerakanku. Karena dia terus ngerangsek aku berlari kecil menghindarinya sampai aku menyadari kalau kami sudah jauh dari posisi berdirinya pak Tae dan teman-temanku yang lain.

Lanjut===>

AN INVISIBLE BOND (boy X boy)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang