PROLOG

874 39 7
                                    




Suasana malam itu begitu dingin dan gelap. Bahkan tidak ada satu bintang pun terlihat di atas sana. Awan tebal dan hitam menghiasi malam itu.

Dua sosok itu berjalan di jalanan yang hening - hampir kosong. Tidak terlihat apapun disana kecuali keduanya yang sedang berjalan, dengan seorang laki-laki merangkul bahu pasangan perempuan di sebelahnya.

Sophie menatap malam itu sambil mendekatkan tubuhnya pada Ronald. Ia tersenyum begitu Ronald memeluk dirinya, menjaganya seperti ingin melindunginya.

"Sophie, sudah berapa lama kita tidak jalan-jalan berdua seperti ini?" tanya Ronald lembut.

"Entahlah, Ronald. Rasanya sudah begitu lama."

"Aku berharap tidak terlalu lama waktu berlalu untuk bisa kembali bersamamu seperti ini."

"Aku sampai tidak bisa menghitung lagi waktu itu karena yang dapat kurasakan sudah terlalu lama. Jujur Ron, aku sangat merindukan dirimu."

"Kamu marah padaku?"

"Tidak Ron, hanya saja aku merasa sangat menginginkan kenangan kita seperti dulu."

"Aah, toh sekarang kita sudah bisa mengganti kenangan itu lagi kan?" kata Ronald sambil memeluk Sophie.

"Ronald! Apa kamu tidak malu, kita berpelukan di tengah jalan seperti ini?" tanya Sophie sambil berusaha menghindar.

"Malu? Kenapa harus malu, Sayang? Aku kan sedang memeluk kekasihku?" kata Ronald, ia malah makin mengeratkan pelukannya.

"Bagaimana kalau mbak Dina atau mas Bobby melihat kita?"

"Ya ampun Sayang, ini benar-benar jalanan yang sepi. Lihat, dari tadi baru satu mobil yang lewat." Kata Ronald sambil tertawa renyah.

"Aku hanya takut, kalau-kalau ...,"

"Tidak ada kata kalau sayang." kata Ronald memotong perkataan Sophie.

"Ron, Kamu mencintaiku?" tanya Sophie.

"Aku sangat mencintaimu." jawab Ronald tenang.

"Kalau begitu, kamu harus menjawab pertanyaanku." Kata Sophie sambil melepaskan pelukan Ronald.

"Apapun sayang."

"Kenapa kamu menikahi mbak Dina?" tanya Sophie.

"Kenapa kita kembali membahas masalah itu  Sophie?"

"Jawab saja, Ronald."

"Kamu tau sendiri, aku hanya melakukan tugasku. Aku bertanggung jawab atas apa yang telah aku lakukan pada Dina. Dia gadis baik-baik Sayang, Aku yang merusaknya."

"Tapi kamu tidak mencintainya kan?"

"Sudahlah Sophie. Jangan dibahas kembali hal ini berulang-ulang. Hanya akan menganggu malam indah ini." Ronald mengelak.

Sophie menggeleng. Ia masih menuntut jawaban dari pertanyaan yang ia lontarkan.

"Oh ayolah, Sayang. Perlukah kita membahas masalah yang sama lagi sekarang? Kamu sendiri tau bagaimana perasaanku kepadamu."

"Aku ingin kita menyelesaikannya malam ini Ronald. Pembahasan yang selalu kita hindari setiap kali kita bersama."

Ronald menghela napas panjang. Ia tahu pembahasan ini akan menjadi runyam nantinya karena dirinya sangat mengenal karakter Sophie.

"Sebelum aku menjawab, kamu yakin untuk membahas hal ini?" tanya Ronald dan Sophie mengangguk tegas.

"Baiklah Sayang. Hal ini sudah aku katakan berkali-kali. Aku hanya ingin menjadi pria yang bertanggung jawab karena berpikir panjang. Kamu tahu kan, kalau ... masalah itu, akhirnya membuat Dina hancur."

Sophie tertawa garing. "Itu tidak menjawab pertanyaanku Ronald."

"Lah, kamu tahu persis kenapa aku sampai menikahi Dina. Dia gadis baik-baik, aku yang merusak dirinya."

"Jadi aku bukan gadis baik-baik?" tanya Sophie marah.

"Sophie, kenapa kamu berpikir seburuk itu tentang dirimu?"

"Tidak. Sama sekali tidak, Ronald. Aku menyadari diriku dan tahu jelas darimana aku berasal. Aku tau kamu bukannya benar-benar mencintaiku!" Tiba-tiba Sophie marah.

"Sophie, aku benar-benar mencintaimu!"

"Tidak! kamu tidak benar-benar mencintaiku! Mungkin ... mungkin ... kamu hanya mencintai tubuhku!"

"Sophie! Ini yang tidak aku suka dari perbincangan kita. Sudah ku tanyakan dari awal, apa benar kamu mau membahas hal ini? Karena aku tahu kalau ujung-ujungnya kita hanya akan bertengkar. Ayolah! Jangan seperti ini." Bujuk Ronald. Ia mencoba merangkul Sophie kembali namun wanita yang ia cintai itu menepis tangannya kasar dan menjauh dari dirinya.

"Aku tidak suka kita hanya seperti ini. Kalau kamu mencintai aku, harusnya dari dulu kamu sudah bersama denganku Ron!"

"Lalu kenapa kamu malah menikah dengan seorang duda beranak satu itu? Kamu jatuh cinta pada nya kan?" tanya Ronald. Ia teringat bukan dirinya saja yang melakukan kesalahan dalam kasus ini.

"Tidak. Dia yang menolongku keluar dari tempat terkutuk itu Ronald! Kalau bukan karena dia, mungkin aku sudah mati karena dijadikan pelacur!" teriak Sophie. Ia menangis.

"Kamu selalu memungkirinya Sophie. Aku tahu benar kamu juga memiliki perasaan pada duda itu! Atau mungkin kamu hanya mencintai uangnya?" tanya Ronald melotot.

"Kamu! Kamu mulai meragukanku!" teriak Sophie. Ia menangis lebih histeris.

"Sophie ..., " kata Ronald. Suaranya kembali  melembut.

"Kenapa kamu tidak seperti Bobby? Kenapa waktu itu kamu tidak berusaha membebaskan aku dari tempat itu?" isak Sophie.

"Sayang, aku tidak bermaksud seperti itu. Aku ... aku ... waktu itu aku ...,"

"Kamu takut menikahi perempuan bekas pelacur kan? Kamu hanya bisa diam, tidak berusaha melakukan apapun. Dan saat itu mas Bobby datang, dia yang menolongku. Apakah saat itu aku tetap harus diam dan menolak pertolongannya?!"

"Kamu salah Sayang. Kalau waktu itu aku tidak terjepit oleh masalah yang di hadapi Dina, aku pasti sudah menikahimu."

"Kamu bohong! Kalau kamu tidak cinta, kenapa kamu malah membuat mbak Dina hamil? Dari awal, itu salahmu!"

"Sophie ..., jangan memancing omongan yang sudah lalu." Jawab Ronald. Ia masih berusaha untuk sabar.

"Tapi benar kan? Untuk apa di tutupi kalau memang begitu kenyataannya?"

"Tapi kamu jadi salah menilai diriku, Sophie ...,"

"Kamu juga salah menilaiku. Aku benar-benar berhutang budi pada mas Bobby. Aku hanya ingin membalas kebaikannyang diberikan dan membantunya menjadi seorang ibu yang baik untuk anaknya. Kamu malah mengatakan aku mencintai uangnya. Kamu benar-benar keterlaluan Ronald!"

"Tidak Sophie, Maafkan aku. Aku tidak bermaksud mengatakan hal itu. Aku minta maaf sayang. Sungguh!"

"Apa kamu tulus mencintaiku Ronald?"

"Aku benar-benar mencintaimu ... sangat mencintaimu." kata Ronald pelan.

"Aku bisa mempercayaimu?" 

"Selalu. Jadi aku mohon, lupakan masalah ini." kata Ronald dan ia merengkuh Sophie dalam pelukannya. Tidak ada lagi perlawanan dari Sophie kali ini. Sophie membalas pelukan itu, sambil mengecup lembut pipi Ronald.

"Aku harap, tidak pernah lagi ada pembahasan seperti ini sayang. Karena hanya akan menganggu waktu kita."

"Aku mencintaimu Ron."

Mereka berpelukan mesra tanpa sedikitpun menyadari bahwa ada sepasang mata, yang sedari tadi mendengar dan melihat apa yang mereka lakukan. Dengan perasaan marah dan kecewa, ia menstarter mobilnya kasar dan beranjak pergi dari tempat itu.

                                                                                              ***

My Sweet OneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang