Episode - 20: Kerusakan Kedua

210 29 220
                                    


4 Jam sebelum kembali ke masa lalu

Satu minggu berlalu sejak kejadian penyerangan mendadak di Polrestabes Surabaya. Mereka bekerja cepat untuk mengusut para pelaku, dan sekarang sudah ditemukan. Suara keras dan nyaring anak-anak divisi Jatanras ketika menginterogasi sungguh menyiksa telinga Rana. Kemana pun dia berpindah, masih tetap kedengaran dengan nyaring. Padahal ruang interogasinya berjarak dua lantai dari ruang divisinya.

Samar-samar suara yang dia kenal terdengar semakin dekat.

"Ran, aku duwe kabar baik ambek buruk." Hendra tiba-tiba sudah berdiri di hadapan meja kerja Rana. Mau tak mau dia mengalihkan pandangannya dari komputer yang sedang menampilkan dokumen BAP dan chat whatsappnya dengan Obi.

"Berita apaan memangnya?"

"Kabar baiknya adalah aku sudah menemukan pemilik sepatu boots." Rana memandang rekan kerjanya dengan takjub. Akhirnya ada pencerahan lebih besar soal kasus pencurian barang antik Museum Surabaya.

"Apakah dia kembaran Boots monyetnya Dora?" tebak Rana polos.

Hendra melipat bibirnya. "Ini luweh gedhe teko koncone (lebih besar dari temannya) Dora oke." Lelaki itu menyerahkan dua buah file pada Rana.

Isi dua file itu berbeda-beda. File pertama adalah tentang kecocokan foto sepatu boots dengan foto Badrian yang menghadiri acara formal dan santai, tambahannya adalah informasi tentang Badri yang mengunjungi Museum Surabaya tiga hari seblum pencurian. File kedua menampilkan transaksi pembelian sepatu Boots yang entah dari mana Hendra mendapatkan info tersebut serta CCTV Museum Surabaya dua hari sebelum kejadian yang sudah dijadikan satu oleh Hendra dalam flashdisk OTG.

Rana mendengar dan melihat semuanya dibalik komputer, mengabaikan Hendra sejenak.

Tidak ada yang mencurigakan di awal waktu, sampai Hendra menyuruhnya memajukan waktunya satu jam. Posisi itu adalah dimana Badri menatap lama barang-barang curian yaitu mesin ketik produksi tahun 1960, guci antik produksi tahun 1978, serta satu set wayang kulit dengan tempatnya. CCTV berganti dengan malam pencurian.

"Ran, cepetin dikit waktunya." Hendra menunjuk layar komputer Rana.

"Sabar, Hen. Satu-satu dulu napa. Tanganku dua nih, nggak kayak squidward yang aslinya delapan tapi masing-masing tentakelnya dibagi empat," protes Rana.

Hendra mengatupkan bibir, mengingatkan dirinya untuk terus bersabar.

Rana mempercepat waktunya hingga pintu museum terbuka. CCTV menampilkan gerakan pencuri yang lincah mengambil mesin ketik dan guci antik. Dahi gadis itu berkerut ketika pencuri itu makin lincah mengambil sisa barang. Binar mata Rana makin terang kala rekaman itu belum selesai. Rekaman CCTV berpindah dari ke pintu belakang, dimana Rana ingat bahwa jejak sepatu bootsnya berakhir disitu. Ada mobil boks besar yang kemudian mengangkut barang-barang tersebut, gerakannya lebih pelan.

Kerutan di dahi Rana memudar ketika tahu siapa yang melakukan pencurian, yaitu AN dan DN. Terlihat dari bentuk fisik mereka yang sesuai dengan database kepolisian. Hendra dan Rana saling bersitatap sesaat.

"Mereka suruhannya Badri." Hendra dan Rana berkata serempak.

"Panggil mereka kesini sekarang, Hen. Adakan interogasi terakhir sebelum meringkus Badri. Suruh anak buah aja yang manggil," perintah Rana cepat.

Setelah Hendra berbicara dengan anak buah di Walkie Talkie, Rana bertanya. "Kabar buruknya apa, Hen?"

Muka Hendra tampak gusar, ragu. Tetapi dia tetap berusaha untuk menyampaikan. Lelaki itu menarik napas, "Kita sedikit kesulitan menangkap Badri, kita butuh strategi lebih tepat. Walau fisiknya agak ringkih, tapi akalnya banyak. Tim kita nyamar beberapa kali ke rumah sama kantornya terkecoh terus."

Sentralisasi | ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang