"Ya ampun Nina, kau dari mana saja? Aku mencarimu sejak tadi."Nina mencoba menegakkan tubuhnya lalu terkekeh melihat perempuan dengan rambut pendek dicat ungu redup berdiri memegang sebelah pundaknya.
"Kau perempuan nakal, akhirnya keluar juga. Aku merasa pusing, bisakah kita pergi sekarang?" Anya memutar bola mata jengah kemudian menggamit lengan Nina dan membawanya ke mobil.
"Kau payah sekali, lain kali jangan sok sok an mengajakku ke klub jika baru beberapa tegukan saja kau sudah tepar."
Nina hanya diam mengikuti langkah Anya dengan sempoyongan. Ia tidak menghiraukan kekesalan temannya itu karena bahkan untuk membuka mata saja dirinya sudah tidak mampu. Sekelilingnya terlihat begitu buram dan terasa berputar, membuat Nina merasa pusing dan memutuskan untuk memejamkan matanya rapat-rapat.
"Kau bersama siapa tadi?"
Nina melihat Anya menghempaskannya pelan ke kursi penumpang lalu memasangkan sabuk pengaman. Mata Anya menyipit dan tatapannya terlihat penasaran. Nina hanya mengangkat bahu kemudian merebahkan dirinya di kursi penumpang.
Dilihatnya Anya menutup pintu dan berlari kecil memutari mobil. Pintu kemudi terbuka, Nina melihat Anya memasuki mobil dengan begitu lihai membuat perempuan itu mengernyitkan dahi. "Kenapa kau masih sadar?"
"Dengar nina ku sayang. Aku adalah peminum yang handal, tidak seperti mu. Sekarang lebih baik kau diam dan istirahatkan badanmu. Nanti akan ku bangunkan ketika sampai."
"Aku tidak mengantuk."
"Kau akan menyesali itu."
"Aku sudah menyesal," ucap Nina lirih setelah terdiam beberapa detik.
Anya mengalihkan pandangan dari jalan dan menatap Nina, kemudian sadar bahwa perempuan itu sedang membicarakan hal lain. "Jika menyesal, mengapa kau bertahan?"
Nina tertawa pahit dan mencoba menegakkan tubuhnya. "Entahlah, terkadang aku merasa akan menyudahi semuanya namun di lain sisi aku terlanjur merasa nyaman dengan itu."
Anya yang duduk di kursi pengemudi ikut menegakkan tubuhnya dan berkata dengan tenang. "Oke jadi kau ingin kita membahas Marcel. Kau tau aku tidak berpikir seperti itu. Kurasa kau hanya takut mengambil resiko, karena kau terbiasa dengan adanya dia di samping mu. Aku benar bukan?"
"Ughh entahlah, kepalaku pusing memikirkannya. Marcel dan proyek novel itu benar-benar membuatku gila."
"Ada apa dengan proyek novel mu? Oh iya kudengar perusahaan yang mengontrakmu sekarang sedang dalam masalah."
Nina mengernyitkan dahi lalu mengangkat bahu acuh. "Itu tidak masalah, asalkan tidak berpengaruh terhadap bayaranku nanti."
"Lalu ada apa dengan proyek novel?"
Nina mengerang pelan sambil mengacak rambutnya dengan kedua tangan. "Kau tahu aku mengalami hari-hari buruk belakangan ini. Dan itu berimbas pada hasil naskah yang aku kerjakan. Kau masih ingat Amanda?"
"Amanda? Seniormu dulu di kelas menulis?"
"Ya, dialah yang mengajukanku pada proyek novel ini. Dan untuk kedua kalinya dalam seminggu ini aku mendapat teguran darinya. Aku benar-benar malu dan tidak ingin mengecewakannya."
Anya merennung dan terdiam cukup lama. "Kenapa tidak kau akhiri saja satu kegilaanmu itu."
Nina mengerutkan kening, "satu kegilaan apa?"
"Marcel." Anya memutar bola mata kesal.
Nina mendongakkan kepalanya menatap atap mobil dan mendesah keras. "Dia bilang dia bisa menungguku 1-2 tahun lagi."
"Menunggu untuk apa?"
"Menikah dengannya."
Kepala Anya berputar cepat menatap Nina dan melotot kaget. "Kau gila?!"
Nina terdiam, tenggelam dalam pikirannya. Ketika akhirnya ia menoleh, ia mendapati Anya sedang menatapnya balik dan menunggu jawabannya.
"Apa?"
"Kau serius? Bukankah kau bilang rasa takut itu...masih ada?" Anya bertanya dengan ragu.
"Ya! Karena itulah aku frustasi. Dan lagi aku tidak mungkin mengatakan kepada Marcel untuk menungguku setidaknya 10 tahun mendatang. Itupun jika aku benar-benar bisa menepati perkataanku untuk menikah dengannya 10 tahun lagi."
Anya tidak lagi memandang Nina dan melanjutkan berbicara dengan mimik serius. "Dan apa yang akan kau katakan padanya saat satu, dua tahun itu telah datang?"
"Aku.. Aku akan..."
"Kau akan menolaknya, dan dia akan meninggalkanmu." Nina tersentak dan seketika menatap Anya.
"Itu tidak ada bedanya jika kau menolak sekarang." Lanjut Anya.
"Aku mengantuk, kepalaku terasa semakin berat." Nina mengalihkan pembicaraan. Ia mengalihkan pandangan ke jalanan sekitar, menghindari tatapan Anya.
"Hhh. Tidurlah. Jangan terlalu dipikirkan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Script of Love
RomanceLeonina, penulis novel freelance yang sedang hangat-hangatnya di gemari para remaja pecinta romance. Di awal kesuksesannya sebagai novelis muda, ia harus merasakan sakitnya putus cinta. Ketakutan, keraguan, dan semua hal-hal buruk tentang ikatan suc...