3. Ganjil

15.3K 818 17
                                    

Aku mengungkit pegangan pintu samping yang langsung mengarah ke dapur, menciptakan suara decitan yang semaksimal mungkin aku tiadakan.

Tapi yang kudapati tepat saat pintu itu terbuka beberapa derajat hingga kepalaku muat mengintip ke dalam, adalah suami sejuta pesonaku sudah berdiri beberapa inchi dari tempatku mengintip.

Spontan, ku loloskan pegangan tanganku pada pegangan pintu, membuat pintu itu terbuka lebar dan tubuhku terhuyung ke depan, hampir menyentuh dada bidangnya.

Jika di sinetron, pasti ini akan menjadi scene andalan tapi tidak denganku. Aku menggumamkan beberapa doa sebagai wasiat terakhir. Aku kini  berdiri tegak di depannya. Wonder Woman jilid dua tayang dalam hari yang sama, sepertinya.

"M..Maaf tuan," gumamku sambil menunduk dan menggigiti bibir bawah.

"Odd.. Siapkan makan malam," perintahnya dingin.

Aku melongo sesaat. Setelah dia berbalik, aku menjejakkan kakiku beberapa kali ke lantai, dan satu yang ku sadari aku sedang menapak ke bumi, tidak sedang melayang. Tumben sekali dia tidak mengamuk. Woah.. dewi Fortuna sedang berpihak padaku rupanya.

Ku lihat pula beberapa asisten rumah tanggaku yang mengintip dari tempat loundry menghela napas lega. Bagaimana tidak, jika sang tuan besar mengamuk, pada akhirnya mereka akan menyaksikan tontonan gratis tanpa bisa kabur.

Aku menepuk kedua telapak tanganku, isyarat agar mereka cepat bergerak. Aku mendatangi Bi Lisa, "Bi, hari ini Kamis, jangan lupa siapkan cemilan seperti biasa ya," perintahku.

"Baik nyonya," jawabnya. Aku mengangguk. Bi Lisa memang terbaik.

Aku ganti ke Desi, ku suruh dia menyiapkan stoples kaca bening dengan tutup oranye untuk wadah cemilan hari Kamis tuan. Ina juga sudah siap menata meja makan dan alat-alatnya.

Ya, inilah tugasku di rumah ini. Merangkap sebagai kepala pelayan untuk mempersiapkan pelayanan sempurna untuk suami tersayang. Good. Aku melenggang ke kamar pembantu yang luasnya secuil dari kamar utama yang biasa dipakai tuan bersama guling hidupnya.

Kenapa dia tidak menyuruhku menempati salah satu kamar tamu di rumah ini? Entahlah. Beberapa asisten rumah tanggaku sering menanyakan hal itu. Aku berpikir, mungkin dengan di tempatkan disini, dapur menjadi gampang aku kontrol tanpa susah-susah naik turun tangga.

Aku mengganti setelan celana jeans panjang dengan celana kain selutut yang longgar. Baju kaos panjangku, ku ganti jadi lengan pendek. Mematut diriku di depan cermin yang menempel di lemari.

Cantik? Tidak. Pipi tirus dengan cekungan dalam, kulit kusam, dan bibir robek yang jelas terlihat karena aku baru saja mencuci wajah.

Kamar berukuran 3x4 ini sudah lumayan. Ada sebuah kasur, lemari, dan kamar mandi dalam. Seperti kata suamiku, "kamu bisa hidup disini saja sudah syukur."

Aku tersenyum. Duduk sesaat melemaskan otot betisku yang kaku, memijitinya pelan.

Hingga aku tersadar, ada seseorang berdiri di depan pintu kamarku. Aku berdiri, berbalik melihatnya. "Sejak kapan tuan disini?" tanyaku spontan.

Ku bekap mulutku merasa lancang bicara.

"Maksudku, ada apa tuan kemari? Tuan bisa duduk tenang di meja makan, dan aku akan siap melayani tuan," jelasku sambil meremas tanganku.

"Pertanyaan pertama, aku disini sejak kamu melepas kaus lusuhmu itu," suamiku melangkah maju dua langkah.

Jantungku melompat ke perut. Aku kaget mendengar responnya yang begitu enteng itu. Dia melihatku apa tadi? Huh, untung aku tidak menamparnya. Eh, tunggu dulu, dia kan suamiku.

SUAMIKU BACK TO NORMAL [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang