3. Rahasia, Butuh Waktu Menyesuaikan Hati

76 11 10
                                    

Air terjun Coban Rondo. Mungkin sama saja dengan air terjun pada umumnya. Air entah dari mana terjun bebas mencari dasar. Aku hanya bisa mendeskripsikan bahwa tempat ini sangatlah asik untuk menghapus penat, tebing menjulang tinggi diselimuti oleh tumbuhan paku di bawahnya banyak sekali bongkahan batu berukuran besar. Percikan air terasa menerpa wajah ketika aku mengijakkan kaki di beberapa bongkahan batu besar. Tempat yang sejuk.

Mika memberikan kameranya kepadaku sebelumnya saat di gerbang masuk, dia masih menghindari kontak mata. Walaupun udara di sini cukup sejuk namun Mika malah bersikap semakin dingin. Aku tidak pernah mengetahui apa yang sebenarnya menggangu pikirannya. Semua itu membuatku merasakan bahwa diriku sedang berwisata sendiri. Aku sendiri terlalu naif untuk bertanya.

Di sekelilingku banyak orang mengambil gambar. Jarak jatuhnya air terjun itu kira-kira empat-enam meter dari posisiku berdiri. Sedangkan Mika duduk di tepian sungai, di bawah jamur raksasa, di samping seorang pria berambut putih yang sedang mengawasi anak kecil bermain di sana. Mika sibuk dengan ponselnya, terkadang dia terlihat sedang bertelepon.

Aku mencoba memotret air terjun itu, memotret pengunjungnya, memotret tumbuh-tumbuhan, dan memotret Mika dengan mengzum masuk karena aku menemukan pelangi yang indah dan yang belum pernah aku temui sebelumnya. Aku cukup senang dengan hasil fotonya saat aku melihat-lihat lagi. Tiba-tiba ada yang menepuk pundakku dan itu adalah Mika.

"Sudah cukup, kita pindah lokasi lagi," katanya. Tetapi ia tidak menatapku secara langsung dan malah memerhatikan seorang lelaki yang sedang memotret seorang wanita. Aku mengikuti arah pandangnya.

Tidak berselang lama dua insan itu berswafoto sambil tertawa ringan, lain pula dengan Mika yang langsung berjalan turun dari bongkahan batu besar. Segera aku mengikutinya.

Lokasi berikutnya adalah Museum Angkut. Semua orang mungkin tahu Moseum ini seperti apa, setiap sudut memiliki temanya masing-masing, banyak mobil-mobil klasik maupun modern terpajang di sini. Setiap sudut, setiap ruangan demi ruangan di desainsedemikian rupa untuk moment mengabadikan gambar yang epic.

Di lokasi kedua ini Mika berada terus di belakangku mengikuti ke mana pun aku pergi. Ketika aku tawarkan untuk aku foto ia hanya menggeleng, namun ia bersedia memfotoku. Aku tidak putus asa sampai di situ, walaupun tingkah Mika tidak berubah akan tetapi aku berusaha memfotonya secara diam-diam, ketika Mika sedang lengah dan posisinya cukup jauh dariku. Terkadang usahaku ketahuan, aku tertawa dan ia hanya tersenyum.

"Lo suka?" tanyanya, ketika itu aku sedang berada di kawasan mobil-mobil era 80-an. Mobil-mobil klasik.

Aku hanya menganggukan kepala dan memaksanya untuk aku foto di salah satu mobil itu. Beruntung kali ini ia mau, namun hanya satu kali jepret. Selanjutnya dia terus saja menggeleng, menolak ajakanku. Masih ingat seberapa dia tidak pedulinya dengan akun instagramnya. Yang di unggahnya hanyalah pemandangan, foto dirinyapun hanya tiga mungkin.

Setelah sekitar empat jam lebih kami di sana, akhirnya kami keluar menemui pria pemandu itu lagi. Selama ini pria itu hanya bertugas sebagai sopir. Aku sendiri bingung ia aku sebut pria pemandu namun ia tidak masuk setiap aku dan Mika tiba di lokasi wisata. Memang selama perjalanan ia banyak sekali bercerita tentang semua tempat wisata yang akan dikunjungi. Cukup mengasikkan, walaupun sebenarnya di mobil aku hanya mendengarkan saja di jok belakang, sedang Mika dan pria pemandu itu saling bersahut-sahutan.

Kami tiba di hotel sekitar pukul enam lebih sepuluh menit, udara mulai terasa dingin kembali. Kami sempat mampir ke tempat oleh-oleh sebelum makan siang di rumah makan yang tidak jauh dari sana. Kami melepas pria pemandu itu di pinggir jalan dekat dengan gang rumahnya. Lalu giliran Mika yang menyetir sampai ke hotel, tidak terlalu jauh hanya beberapa kilometer saja. Di hotel aku langsung bersiap untuk mandi dan Mika masih duduk di beranda sibuk dengan ponselnya. Tidak ada percakapan lagi antara kami seperti yang terjadi sebelum-sebelumnya.

Ketika Hati MemilihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang