Hari ini Jep melihat jerawat baru tumbuh di, ... tepat di tulang pipinya yg kelewat menonjol itu. Padahal dua di dagu masih belum kering. Di kening masih ada enam yg membekas kehitaman, lalu di bawah dagu, dan akh pokoknya jangan tanya, Jep sendiri kadang heran gimana wajahnya bisa menampung jerawat-jerawat yg tumbuh silih berganti bak jamur di musim hujan itu. Orang bilang dia mirip ibunya, tapi yang dia ingat tulang pipi ibunya tidak seperti ini. Yah, tentu saja. Itu karena Jep kelewat kurus, malah bisa dibilang ceking dan tampak bungkuk saking kurusnya.
Merah sekali jerawat itu, meradang, bikin tubuhnya meriang. Dasar semprul! Bisul apa jerawat sih! makinya dalam hati. Matanya yg cekung lantaran keseringan gak tidur malam melirik jengkel ke jerawat itu lewat cermin kecil yg sengaja dia gantung dekat jendela. Jep menjepit kulit disekitar tulang pipi dengan kelima jari tangan kanannya. Antara geram dan menahan sakit, jari-jarinya menarik daging itu sampai bergetar... Huh! Sialan! Tuhan.. kalau boleh aku kepengen banget lihat mukaku ini tanpa satu jerawatpun... Sehari saja! Eh, salah! Selamanya!
Jep mendengus. Rasanya bodoh sekali membayangkan Tuhan mau repot-repot ikut campur dalam urusan jerawatnya... jerawat orang kayak dirinya lagi. Sudahlah jelek, miskin, jerawatan pula...
Tuhan!
Dan... Ah sudahlah.Semalam dia pulang pukul tiga pagi. Kira-kira begitulah menurut perkiraannya. Teler abis deh pokoknya. Nyaris saja Jep nabrak tiang penyangga atap rumah kecilnya yang lebih tepat di sebut gubuk sebelum akhirnya tersungkur di ranjang kayu yang berkeriut panjang menangkap tubuh kurusnya. Yah... dia hanya lelaki miskin. Bukan siapa-siapa. Seorang bujang lapuk pemabuk yang tak laku-laku sampai umur 35 ini. Ditambah tak pernah punya kerja tetap, Jep punya lebih dari cukup alasan untuk tidak dilirik lawan jenis.
Siapa peduli.Tapi... si Tamara yg cakepnya minta ampun itu... dada Jep bergetar. Sejenak dia memejam, merasakan aliran nikmat mengguyur rongga dadanya. Ya, siapa yg tidak tau jatuh cinta itu rasanya seindah ini. Matanya yg cekung dan kuyu, kini menatap sayu ke dalam cermin seakan tengah menatap kedua bola mata Tamara yg indah bercahaya, cewek cakep yang tinggal di sebelah rumah yg sedang direnovasi, tempatnya bekerja sebagai kuli bangunan, sejak dua pekan lalu.
Di jalan di depan kedai Tapa yg tak ramai pembeli, kira-kita 30 meter ke kiri ada tikungan tajam ke kanan yg didahului jembatan. Siapa saja yg lewat tidak mungkin tidak memelankan laju kendaraan kalau tidak ingin menabrak pohon beringin besar yg tumbuh tepat di seberangnya. Beberapa meter dari pohon itu ada pos jaga yg selalu sepi pada siang hingga sore hari. Disanalah tempatnya. Jep menyeringai senang.
Pukul tiga lebih empat puluh lima. Jep beruntung hari ini Tamara tidak naik mobil seperti biasa, tapi sepeda motor. Suara sepeda motor Tamara yg sudah sangat dikenal Jep meski hanya mendengarnya beberapa kali saja, membuat dadanya berguncang. Sejak kapan dan entahlah apa itu sebabnya, Jep malas menjabarkannya. Kehabisan waktu pikirnya... dia merasa sudah terlalu tua untuk menguraikan arti tiap getaran yg terasa setiap kali ada yg menyebut nama gadis langsing berambut sepundak itu atau apa saja menyangkut Tamara.
Di tempatnya berdiri. Di sudut, diluar pos jaga, Jep sengaja menyandar dan menghadap ke arah paling pas sehingga bola mata Tamara akan mudah menemukan keberadaannya. Kedua tangan dilipat di dadanya yang sore ini lebih ditegakkan. Jep memasang senyum paling memikat yang dia punya, dan sorot sendu penuh rayu di kedua matanya, kemudian bertahan dalam posisi itu sampai Tamara yg kebetulan pula tidak memasang penutup helm melintas.
Menahan nafas dan terbelalak lebar, Tamara menjuruskan pandangan terkejutnya beberapa detik ke arah Jep, kemudian kendaraannya menderu kencang.
Sesudah itu, Jep pulang dengan jantung berlompatan riang. Harusnya dia terhina dengan tatapan Tamara tadi. Tapi itu tidak akan terjadi. Tidak. Apapun yg di pikirkan gadis itu, Jep sudah melakukan apa yg ingin dilakukannya. Hatinya sudah senang. Mungkin tidak sekarang, tapi suatu hari Gadis itu akan menyadari yang dilakukan Jep adalah menyanjungnya lewat sikap yg mungkin kurang tepat itu. Mengedipkan mata. Hanya sebatas isyarat, dan itu semata karena dirinya hanyalah manusia yang tengah jatuh cinta. Itu saja yg ingin dilakukannya. ☺☺☺
YOU ARE READING
Jeff Juga Bisa Jatuh Cinta
Short StoryJeff seorang cowok miskin, kerja serabutan dan yg lebih buruk dia seorang pemabuk berat. Tapi di tengah keputus asaannya untuk menemukan seorang kekasih, Jeff tiba-tiba jatuh cinta pada Tamara, seorang mahasiswi yg baru pindah ke lingkungan komplek...