“Nyonya..” panggilan itu kian nyata di telingaku.
Aku membuka mata dan melihat Ina tersenyum tiga jari di pintu kamar. Sial, aku hanya mimpi. Hanya karena ciuman singkat, kamu bisa semesum ini Melodi?
Aku memukul-mukul kepalaku. Aku padahal sudah berharap itu benar-benar terjadi. Tapi bullshit itu hanya mimpi yang sialnya terpotong karena panggilan Ina.
Aku mengucek mata berusaha mengumpulkan nyawa. Aku tidak kesiangan, kurasa. Ku lirik jam, di dinding kamar dan masih jam 3 subuh. Kampret si Ina kenapa bangunkan aku pagi-pagi buta begini, dia salah lihat jam kali ya. Aku menatap geram pada Ina dan dia masih saja mempertahankan senyum tiga jarinya.
“Ada apa pagi-pagi buta begini?” tanyaku judes. Iyalah ini masih pagi woy.
“Anu nyonya.. tuan.. nyonya di panggil tuan di kamarnya,” ucapnya lalu pergi masuk ke kamarnya.
“Lagi?” tanyaku pada diri sendiri.
“Ya iyalah, masa Ina mau bohong sama kamu, tega bener dia, mana bawa nama-nama tuan besar lagi. Tidak bohong dia tuh,” sisi lain diriku menjawab dengan culas.
Aku memperbaiki kaos pendek sepuluh ribuan yang kupakai. Memakai sandal rumah. Tak lupa mengikat rambut panjangku, dan mengusap sudut bibir, siapa tahu ada bekas iler disana. Aku berjalan pelan melewati rumah yang remang-remang hasil cahaya lampu kecil di beberapa sudut ruangan. Tanpa mengetuk, aku mengungkit pegangan pintu membuatnya terbuka sempurna.
DÉJÀ VU
Bak déjà vu, pemandangan yang kulihat sekarang persis di mimpi tadi. Ah, apa-apaan aku masih memikirkan mimpi jorok itu. Aku menepis kilasan-kilasan itu dengan menggeleng kuat.
“Kamu sakit?” tanyanya polos. Uh oh tidak.. rambutnya basah, itu terlihat seksi.
“Tidak. Rambutmu basah?”
“Oh, aku mandi tadi,” jawabnya singkat.
Aku ber-OH ria. Ngomong-ngomong dia ngapain mandi jam segini? Kalaupun mandi, seharusnya sejak makan malam tadi sekitar pukul 10 malam.
Atau jangan-jangan dia mandi.. mandi sabun… “AHAHAHA ketangkap basah kamu nak?” tawaku dalam hati. Aku cukup kagum dengan kecepatan berpikirku.
“Ada apa memanggilku kemari, Rayhan?” lidahku jujur agak aneh memanggil namanya langsung. Tapi dia yang minta.
“Temani aku tidur,” aku mengangguk lalu berbaring di sampingnya.
Aku tidak takut, kenapa? Karena dia ini tipe jinak dari suamiku yang buas. Lalu, aku sepertinya bukan tipenya, buktinya sejak menikah sampai sekarang aku masih menyandang status “gadis” woah.. prokprokprok..
aku tentu bangga dan bersyukur. Dia memang menyakitiku secara fisik dan batin, tapi tidak untuk urusan intim. Dia menghargaiku terbukti dia belum pernah ‘grepe grepe’.
“Mungkin badanmu yang tidak menarik Melodi,” sisi lainku berkata dengan sinis.
Benar juga. Badan kurus ceking yang anehnya perutku penuh lemak, sangat tidak menarik di mata pria kurasa. Ah, kenapa juga dia tidak membawa pelacur-pelacurnya kemari? Dia sudah tidak punya duit, eoh? Tapi kemarin lusa dia masih sempat memberiku gaun-gaun cantik seharga motor kok.
Aku teringat kembali dengan postulat keduaku, jangan-jangan dia menderita penyakit menular dan berbahaya, umurnya tinggal beberapa hari lagi.
Aku menghadap padanya yang tidur terlentang. Dari cara tidurnya saja sudah teratur begini, makannya juga teratur, dia punya dokter pribadi, kakak dan kakak iparnya dokter terkenal, kalau sampai dia sakit dan tak tertolong kan, terdengar halu banget.
Ada jari menyentuh dahiku.
“Berhentilah berpikir macam-macam Melodi. Dahi ini, berhentilah berkerut, kau bisa cepat tua nanti,” ucapnya sambil terkekeh.
Aku malu sendiri, jadi selama ini dia memperhatikanku? Dia se-perhatian itukah? Aku mengurut kulit di dahiku. Perbuatanmu yang makin hari makin aneh yang membuatku harus berpikir keras Rayhan.
---TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
SUAMIKU BACK TO NORMAL [Completed]
Misteri / Thriller#1 thriller 27 September 2018 #1 regret 13 Desember 2018 #1 agen 5 Februari 2019 #1 lust 25 Februari 2019 #1 lose 14 April 2019 #1 marriage 30 April 2019 #1 angst 10 Mei 2019 Semua bermula dari suamiku yang memperlakukanku bak pembantu. Aku tidak b...