SATU

31K 867 106
                                    

Halo, apa kabar?

Aku kembali lagi di lapak ini, hehe.

Kalian pasti bosen sama kesel, ya, soalnya aku labil banget. Maaf, ya. Banyak faktor yang bikin aku berubah-ubah pikiran.

Aku juga sempat hiatus kurang lebih dua tahun, karena skripsi, sakit, dan lain-lain.

Aku masih sering dapat DM soal kenapa aku unpublish ALVIN lagi, atau mereka sekadar bilang kalau rasanya nyesek udah baca sampai pertengahan dan konflik, tahunya nggak bisa dibaca lagi. Maaf banget, ya. Beneran minta maaf.

Sekarang aku bakal publish ALVIN lagi. Insha Allah beneran publish sampai akhir dan akan bertahan 😅

Happy reading.

ALVIN/29/11/2021

***

Kamu, orang yang selalu ada dalam setiap ceritaku.

𝓐 𝓵 𝓿 𝓲 𝓷

“Hoam ....” Sudah ke sekian kalinya Arshella menguap. Bahkan, kini bulir air mulai menggenangi kedua pelupuk matanya. Sekitar dua jam lamanya ia mendengarkan sang guru berbicara di depan, bercerita mengenai apa saja yang telah terjadi di masa lampau. Arshella meletakkan kepala di lipatan tangannya. Ia memperhatikan seseorang yang tengah sibuk mencatat hal penting yang diucapkan sang guru. Cewek itu mendengus pelan, lalu mengalihkan perhatiannya kepada buku tulis yang kini ia coret asal.

“Lo nggak ada niatan bolos gitu, Ra?” tanya Arshella kepada Diandra, teman sebangku sekaligus sahabatnya sejak SMP. Belum sempat Diandra memberikan jawaban, rupanya Arshella telah menyadari kesalahan dalam pertanyaannya itu.

“Bego! Ngapain ditanya, sih, Shell,” rutuknya.

Mendengar itu, Diandra tertawa tertahan. Sahabatnya itu jelas-jelas tahu, bahwa Diandra takkan mungkin melakukannya. Diandra bukan tipikal siswi pelanggar aturan sekolah seperti dirinya. Tentu, bolos bukanlah pekerjaannya.

Meninggalkan coretan abstrak di bukunya, kini Arshella mengubah posisinya menjadi membelakangi Diandra. Sembari menahan matanya yang mulai terasa berat, ia memperhatikan satu demi satu teman sekelasnya. Di bangku lain, beberapa siswi terlihat begitu menikmati materi yang dijelaskan sang guru, tetapi tak sedikit pula yang abai dan lebih memilih mengobrol meski harus berbisik.

Sementara, untuk Arshella sendiri rupanya mulai merasa nyaman mendengar suara Pak Diwan. Suaranya terasa seperti sebuah dongeng yang akan menemaninya menjelajah di alam mimpi. Semakin didengarkan, suara dan kata-katanya semakin terdengar seperti seorang hipnoterapis yang akan membawanya ke alam hipnosis. Setelah itu, kedua mata Arshella menutup sempurna, kemudian tak sadarkan diri.

***

“Bersedia!”

Dengan lantang seorang wasit memberikan aba-aba kepada lima orang yang ikut serta dalam perlombaan lari cepat. Kelima orang tersebut mempersiapkan diri di garis start dan akan segera berlari kala wasit telah meniup peluitnya.

Prit ....

Dengan sekuat tenaga Arshella berlari, meninggalkan keempat peserta lain jauh di belakang. Sorak-sorai para penonton yang memanggil namanya menjadi sebuah spirit untuknya. Arshella harus memenangkan pertandingan ini.

Sebentar lagi.

Cewek itu membatin kala tanda garis finish mulai terlihat di depan sana. Beberapa meter lagi, Arshella akan memenangkan pertandingan, mengingat peserta lain masih terlalu jauh untuk bisa mengejar posisinya. Namun, beberapa langkah lagi akan menginjak garis finish, rupanya kaki Arshella tergelincir dan jatuh tak berdaya di atas tanah.

ALVINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang