Part 12

3.8K 203 11
                                    

"Maaf ndoro putri, apa ndoro ingin saya ambilkan teh hangat ?" Seorang embannya menawarkan jasa, ia merasa kasihan melihat dirinya yang tampak sangat lemah.

"Tidak usah mbok, aku baik-baik saja."Ajeng Kamaratih menolak dengan halus.

Setelah menunggu lama,
Ahmad dan Basir akhirnya datang. Keduanya kini sudah berada di dalam kamar utama.
Sebelum masuk, Ahmad mengucapkan salam. Seketika tubuhnya merasakan hawa jahat di sekitar ruangan.

"Masuklah." Ajeng kamaratih mempersilahkan.

"Maafkan aku, memanggilmu diwaktu yang tidak tepat. Aku tidak tahu, harus kemana lagi meminta pertolongan." Air mata berjatuhan dari pelupuk manik indah milik wanita tercantik di desa itu.

Beruntung Raden Kerta Kesuma mempersunting wanita yang dulunya menjadi kembang desa. Selain parasnya, tingkah laku dan tutur katanya memang menjadi panutan.

"Tidak apa-apa Ndoro, saya siap membantu kapanpun Ndoro butuh bantuan." Ucap Ahmad sopan.

Ia pun berjalan ke arah pembaringan. Dilihatnya Raden Kerta Kesuma terbaring lemah di sana. Kaki kirinya terbalut ramuan hijau yang diberikan oleh tabib desa tadi. Kelopak mata milik lelaki gagah itu tampak mengerjap. Perlahan kedua indra pengelihatannya terbuka. Ia mendapati sosok Ahmad berdiri di depannya.

Wajahnya nampak pucat, mulutnya mulai bergetar ingin mengucapkan sesuatu pada lelaki yang selalu mengenakan peci hitam di kepalanya.

"Kakiku, sakit... rasanya seperti terbakar dan tertusuk duri." Ucapnya lirih.

"Sabar Raden, mari saya lihat." Ahmad mengambil tempat di dekat si sakit. Ia mengucapkan dua kalimat Syahadat dan membacakan ayat kursi sebanyak tiga kali.

"Tolong ambilkan air untuk membasuh kaki Raden Kerta Kesuma." Ahmad meminta pada salah seorang rewang berjenis kelamin laki-laki.

Rewang itupun memenuhi permintaan Ahmad. Ia berlari ke luar kamar. Langkahnya cepat ke arah sumur. Namun tiba-tiba...

Terdengar suara seseorang menangis tersedu. Suaranya datang dari balik kamar kosong. Kaget, rewang itu mengira ada sosok gaib di dalam kamar Nyai Darmo. Tetapi, tangis itu seperti suara anak kecil. Sempat berpikir untuk lari, namun ia batalkan.
Sosok di dalam kamar itu masih menangis. Sesekali pintunya bergetar karena dipukul dari dalam. Ketika rewang itu hendak meningalkan makhluk astral yang sedang menangis di dalam kamar angker itu,  mendadak ia mendengar suara dari balik pintu.

"Ibu...ibu, aku takut. Tolong buka pintunya ibu, buka, buka pintunya ibu." Suaranya terdengar tidak asing.

Karena penasaran, rewang itu memberanikan diri membuka pintu kamar. Tetapi sayang, pintunya terkunci. Raden Ajeng Kartika yang mendengar bunyi daun pintu bergerak memutar, langsung bangkit dan menghantam kedua tangannya kuat-kuat ke badan pintu. Mulutnya berteriak sekuat tenaga.

"Tolooong... buka pintunya !" Pekiknya dari dalam.

Rewang itu terpental, ia kaget setengah mati. Meskipun demikian abdi dalem itu yakin, kalau yang terkunci di dalam sana bukanlah makhluk gaib. Melainkan seorang anak kecil berteriak meminta pertolongan.

Lekas ia mengambil sesuatu untuk membuka pintu. Dengan menggunakan sebuah martil, rewang itu menghantam engsel pintu berkali-kali hingga akhirnya pintu berhasil dibuka.

Betapa terkejutnya ia menemukan sosok gadis kecil tengah menangis ketakutan, matanya sembab, rambut dan bajunya berantakan. Dan yang lebih mengejutkan, gadis itu ternyata anak dari majikannya.
Buru-buru ia menggendong anak malang itu dan membawanya ke kamar utama. Ia tidak menghiraukan lagi tugas utamanya tadi, mengambil air. Pikirannya dipenuhi pertanyaan, ia kebingungan.

Astral (Telah Terbit, Penerbit : Pustaka Tunggal Publisher)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang