TIGA BELAS

516 39 0
                                    

Gimane? Belom pada bosenkan? Jangan bosen sebelum tamat ini cerita. Tahu kapan tamatnya. Banyak hal yang belom gw bocorin. Banyak hal yang masih harus Vazza lewatin. Karena dengan dimulainya chap ini, dimulai juga penderitaan Vazza. Mueehehhe...

Berasa jadi penjahat gw... Maapkeun yes para pensnya Neng Vazza. Gw siksa dikit gpp yeu kan?

Cuss vote dulu baru baca...

****

Vazza merasakan debaran jantungnya berangsur membaik. Tidak seliar sebelumnya. Entah apa motif Nanda mengatakan hal yang tidak baik bagi kesehatan jiwa dan raganya itu. Apakah Nanda berniat mempermainkan dirinya? Hush! Dia tidak boleh berburuk sangka pada orang lain. Terutama pada Nanda yang sudah sangat baik padanya. Nanda mungkin hanya menganggapnya seperti adiknya. Tidak ada salahnya memeluk adik kan? Tapi kalau adiknya memiliki perasaan kepada kakaknya, itu amat salah. Salah untuk Nanda dan salah untuk Vazza.

Setelah kuliah usai, Vazza memutuskan untuk pulang terlebih dahulu sebelum kembali lagi lagi ke rumah sakit. Ia harus membawa beberapa baju ganti dan mengambil laptop.

"Hi, Princess?" Vazza menoleh. Mendapati sosok Marchel yang tengah berada di dalam mobilnya.

Vazza tersenyum cerah, "baru pulang?"

"Iya, ayo cepat naik." Vazza segera naik ke mobil Marchel.

"Kenapa wajah kamu keliatan bahagia gitu?" tanya Marchel.

"Hn, ada deh... Kamu kepo banget," ucap Vazza.

Marchel tertawa, "senang ya ketemu aku?"

"Nggak usah ge er." Pria itu menatap Vazza yang sedang cemberut, "nggak apa-apa, senyum aja lagi. Kamu cantik banget, aku sampe pangling." goda Marchel.

"Biasa aja, masa sampe bikin pangling, kamu gombalin aku terus," kesal Vazza.

"Aku nggak pernah bohong kalo soal perasaan aku. Kenyataannya gitu kok."

"Chel... Udah deh..."

"Kamu malu ya?"

Vazza memalingkan wajahnya, membuat Marchel tertawa karena berhasil menggoda gadis di sampingnya ini.

Seperti biasa, Vazza meminta Marchel untuk menurunkannya di pinggir jalan. Gadis itu melambai ke arah Marchel sebelum mobil pria itu kembali melaju di jalanan. Sampai di rumah, Vazza memasukkan baju-bajunya ke dalam tas, tak lupa juga menyiapkan laptopnya. Laptop dari Pakdhenya sebagai hadiah karena Vazza lulus SMA dengan nilai baik.

Vazza ingat, dulu dia hanya bisa pergi ke warnet untuk mencari tugas. Tidak seperti teman-temannya yang lain yang memiliki laptop sendiri. Baru saat kuliah Vazza memiliki laptopnya sendiri. Sebenarnya ia merasa tidak enak dengan Pakdhenya. Pria paruh baya itu harus menyisihkan banyak uangnya sebagai hasil kerja kerasnya untuk Vazza.

"Kamu kan anaknya adik Pakdhe, sudah Pakdhe sama Budhe anggap sebagai anak kami sendiri. Kalo nggak kamu terima, justru Pakdhe sama Budhe nanti sedih. Cuma kamu harapan kami. Belajar yang rajin ya," begitulah pesan dari Pakdhenya. Dua orang paling berjasa dalam hidupnya setelah orang tuanya. Orang tua kedua bagi Vazza.

"Eneng mau balik ke rumah sakit lagi?" tanya Mbok Inem mengejutkan Vazza yang sedang melamun.

"Eh, Mbok. Iya, Kak Nanda kan cuma sendiri. Kasihan. Mbok nggak papa kan di rumah sendiri?"

"Nggak apa-apa Neng. Lagipula Pak Man sama Pak Has juga sudah balik lagi ke sini." Pak Man, sopir pribadi Nanda, sedangkan Pak Has adalah satpam di rumah Nanda. Mereka baru kembali dari kampung.

Another Side ¦ Book 1 Of 2✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang