Bab 27

18.8K 1.8K 56
                                    

Mature Content 21+

Happy reading, semoga suka.

Ebook sudah tersedia di Playstore dan Karyakarsa ya.

Ebook sudah tersedia di Playstore dan Karyakarsa ya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Luv,

Carmen

________________________________________________________________________

"Ini adalah hal kedua yang aku inginkan."

Liam mengulas senyum merasakan puncak kepala wanita itu menggesek dagunya saat Amara berusaha menggerakkan kepala untuk menatapnya.

"Apa?"

Ia mengencangkan pelukannya pada bahu Amara dan menarik wanita itu agar kembali rebah di dadanya. "Cuddling. Berpelukan seperti ini setelah seks yang memuaskan."

Senyum Liam melebar ketika menangkap suara Amara yang tercekik. Ia tidak perlu menjadi peramal untuk mengetahui apa yang akan dilakukan Amara selanjutnya. Wanita itu mungkin baru sadar bahwa mereka saling berpelukan di tempat tidur, telanjang dan puas. Ia tidak tahu bahwa Amara bisa selincah itu ketika berusaha menyelinap keluar dari pelukannya dan bergerak menjauh. Liam mencengkeram pinggang ramping tersebut lalu menariknya kembali, mengabaikan protes yang terlontar dari bibir tajam tersebut.

"Lepaskan aku."

"Amara, just stop." Liam menggulingkan tubuh mereka dan berbicara geli di sela-sela tawanya. Ketika akhirnya ia berhasil memerangkap tubuh wanita itu di bawahnya, Liam menunduk dan merangkum wajah Amara dengan kedua telapaknya lalu berbisik pelan. "Apa yang salah dengan berpelukan?"

Ia melihat wanita itu mereguk ludah dan matanya bergulir ke samping ketika dia menolak untuk membalas tatapan Liam. "Itu... itu tidak ada dalam..."

"Jangan beralasan bahwa itu tidak ada dalam perjanjian kita. We already go beyond that."

Amara meliriknya pelan. "Itu hanya... terasa salah."

Kening Liam naik. Ia sengaja menggesekkan tubuhnya dan membiarkan Amara menyimpulkan sendiri. "Tetapi, tubuh kita berkata lain. It feels like the rightest thing."

"Aku bahkan tidak menyukaimu."

"Terkadang...," ucap Liam pelan sementara ia mengurangi jarak di antara mereka. "...benak kita suka mempermainkan kita. Kau hanya perlu mempercayai apa yang kau rasakan dan apa yang kau lihat."

Napas hangat wanita itu membelai wajahnya dan itu adalah pendorong terakhir bagi Liam untuk menutup jarak di antara mereka. Bibirnya menempel di atas bibir Amara, "Feel me. Feel our kiss."

Amara yang polos. Liam memejamkan matanya dan mencium wanita itu lebih dalam. Tangannya bergerak ke belakang kepala wanita itu dan mengisi jiwa Amara dengan lebih banyak kehangatan.

Liam berkata pada Amara bahwa pikiran wanita itu mungkin telah mengelabuinya karena Liam sadar bahwa selama ini ia juga dikelabui oleh pendapat butanya. Amara tidak sedingin yang ia kira. Wanita itu bukan frigid yang harus ditakuti dan dijauhi. Terlebih lagi, Amara sama sekali tidak memiliki arogansi seperti yang Liam kira. Amara lebih polos dari semua wanita yang pernah dikenalnya. Sikap dingin wanita itu hanya tameng untuk melindungi kelemahannya, menutupi rasa takutnya karena hubungan buruk di masa lalu. Amara hanya takut mengecewakan dirinya dan juga pasangannya. Pria pertama Amara adalah pria berengsek yang tega menghancurkan kepercayaan seksual Amara dan membuat wanita itu takut dalam menjalin hubungan dengan pria lain. Entah kenapa, itu semua membuat Liam tersentuh.

Liam ingin Amara mempercayai pria kembali. Ia mungkin adalah orang terakhir yang cocok untuk tugas itu, tapi Liam yakin ia bisa mengajari Amara untuk sekali lagi memberikan kepercayaannya pada seorang pria.

Mungkin kau hanya sedang mencari alasan untuk mendapatkan lebih dari lima belas persen saham milik wanita itu.

Tidak, jika memang seperti itu – kenapa ciuman Amara harus mempengaruhinya seperti ini? Kenapa ia merasa wanita itu menarik sesuatu dari dalam dirinya? Liam tidak berkata bahwa ia mulia. Tapi, ia ingin menyembuhkan luka wanita itu. Setiap kali Liam memikirkan tentang Jason Anderson, ia juga berharap ia berbuat lebih banyak dari sekadar menumpahkan cairan sampanye di tubuh pria itu. Seharusnya, Liam melakukan sesuatu seperti misalnya mematahkan rahang pria itu - mungkin dengan begitu, sikap rendah diri Amara juga akan turut terpatahkan olehnya.

"Liam..."

Suara wanita itu halus, lembut dan bergetar indah. Tapi, ketidakyakinan dalam suara wanita itu yang memikatnya.

Amara persis seperti bunga mawar yang berduri, yang menusuk jari-jemari yang berusaha memetiknya padahal kelopaknya yang lembut justru merindukan sentuhan dari orang yang benar-benar bisa menghargainya.

"Let me try," Liam menjauhkan bibirnya sementara dadanya bergemuruh. Ia pasti sudah gila karena mengatakan ini tapi, Liam tidak peduli. "Biarkan aku mencoba untuk menjadi lebih dari sekadar suami sementaramu."

Amara masih mencoba untuk mengusir kabut bingung dengan mengerjapkan kedua kelopaknya. "Maksudmu?"

Amara boleh saja menjadi pebisnis wanita paling tangguh, namun untuk urusan ranjang... masih banyak yang perlu dipelajari wanita itu, masih banyak yang harus diajarkan Liam padanya.

"Itu artinya, kita tidak hanya akan melakukan seks di masa suburmu," ujar Liam tenang. Tangannya bergerak turun untuk menyelinap di antara tubuh mereka dan menemukan titik yang ia tahu akan membuat Amara terengah. "Itu artinya kita akan menunggu bayi kita lahir dan membesarkannya bersama-sama. Itu artinya, aku sedang memintamu untuk mengubah pernikahan kita menjadi pernikahan yang sesungguhnya, Amara."

Ekspresi di bola mata wanita itu beragam dan berganti-ganti. "Kau... kau tidak bisa seenaknya memutuskan hal-hal seperti ini. Kita punya perjanjian dan..."

The fuck with the agreement.

"Aku tidak memutuskan. Aku memintamu untuk membiarkanku mencoba." Sembari berkata seperti itu, Liam mulai bergerak turun.

"Apa yang kau lakukan?!"

Liam menggeram rendah dan mendekatkan kepalanya untuk mengagumi keindahan yang ada di antara kedua kaki wanita itu. Ia berbisik di sana, menyebarkan kehangatan napasnya yang membuat Amara mulai bergerak gelisah.

"Agar kau mulai mempertimbangkan tawaranku."

Ia menunduk dan melekatkan bibirnya di sana, tidak peduli bila ia bersikap curang.

"Liam! Hentikan..."

Tapi, tangan-tangan yang sedang merenggut rambutnya justru bergerak untuk menekan kepalanya lebih kuat, tanpa sadar berusaha membenamkan wajah Liam lebih dalam.

Damn, woman! Bagaimana bisa wanita itu memiliki mulut dan tangan yang saling mengingkari?

________________________________________________________________________________

I have new dark erotica romance on Karyakarsa dan Playstore, if you like it, enjoy.


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Their Marriage Agreement (The Wedlock Series #3)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang