Sebenernya tuh author pengen ngelanjutin cerita ini kalo viewersnya udah sampe 400, tapi karena sifat nggak sabaran yang author miliki, jadi next ceritnya author lanjutin sekarang deh. Hehe...
Happy reading...
Jangan lupa vote dan comment karena kritik dan saran kalian sangat berarti.
_________________________________________Sebuah senyuman merekah di bibir Dava saat motor yang ia kendarai berhenti di depan toko bunga langgananannya, Nana Florist. Sesaat ia memandangi toko ini sebelum memutuskan untuk turun dan masuk. Sudah setahun ini ia selalu mengunjungi Nana Florist setiap bulannya hingga pegawai toko hafal dengan laki - laki tampan ini.
"Eh Mas Dava, apa kabar mas?" tanya salah satu pegawai Nana Florist yang melihat kedatangan Dava di toko ini.
"Baik mba," jawabnya singkat namun diiringi dengan senyuman ramahnya.
"Mas Dava pasti mau beli karangan bunga kan? Sebentar ya mas," tebak pegawai toko. Dia sudah tahu apa yang diinginkan oleh laki - laki tampan dihadapannya ketika datang ke toko ini.
Dava tersenyum. Lantas, pegawai toko itu pergi meninggalkan Dava sendiri membawa bunga - bunga yang akan ia rangkai menjadi karangan bunga yang biasa Dava pesan.
Saat menunggu pesanannya tiba - tiba pikiran Dava melayang ke masa lalu. Membuatnya teringat akan momen - momen konyol saat ia bertemu dengan salah satu pegawai toko yang notabenenya adalah anak angkat dari pemilik toko Nana Florist ini.
Flashback on
Laki - laki tampan itu meringis saat suara pekikan seseorang menggema di telinga ketika ia melangkahkan kakinya memasuki toko bunga yang tak jauh dari tempat ia sekolah. Suaranya begitu lantang, membuatnya jadi pusat perhatian baik dari pengunjung toko bunga ini maupun orang - orang yang berlalu lalang melewatinya.
"Maaf ya pak, kalau bapak tidak mau beli bunga tidak papa. Tapi jangan pernah bapak menghina dagangan di toko ini!" pekiknya.
"Nyesel saya mampir ke toko ini!" jengkel laki - laki yang sudah berambut dua itu, dia langsung angkat kaki dari tempat ini saat merasa dirinya sudah dipermalukan.
Dava, dia memberikan senyuman kepada laki - laki tersebut dan hanya di balas dengan tatapan kesalnya. Bukan apa, Dava memberikan seulas senyum sebagai tanda bahwa ia sangat menghormati orang yang lebih tua. Namun, seperti itulah balasan yang ia terima.
"Mau apa lo ke sini?" tanya pegawai toko dengan nada tinggi saat Dava berjalan mendekatinya.
"Pantes bapak tadi marah - marah, tetnyata pegawainya judes banget kaya singa." Ucap Dava asal.
Mendenggar itu, gadis yang kerap di sapa Dera itu melototkan matanya. Dia berdecak sebal. "Maksud lo apa?"
"Eh, gue tuh di sini sebagai pembeli. Dan pembeli itu adalah raja. Jadi, lo harus melayaninya dengan baik dan ramah. Termasuk sama gue." Tuturnya menasehati gadis itu.
Dera menghela napas panjang, mengontrol emosinya. Adu mulut dengan orang bapak - bapak tadi membuat ia merasa lelah. "Buruan, lo mau beli bunga yang mana?! Gue lagi males debat sama lo."
"Buatin gue karangan bunga yang paling bagus buat hadiah ulang tahun nyokap gue!" perintah Dava. Dera berlalu ke dalam toko bagian belakang untuk membuat pesanannya.
Tak butuh waktu lama, gadis mungil berkuncir itu kembali kehadapannya dengan membawa selusin bunga cantik ditangannya. Dan jika boleh ia berkata jujur, gadis di hadapannya ini juga cantik, apalagi kalau dia sedang marah. Terlihat menggemaskan.
"Ini pesenan lo," ucap Dera membuat lamunan Dava membuyar.
"Eh iya, ini uangnya. Makasih ya," Ucapnya sembari menyondorkan selembar uang seratus ribuan kepada Dera. Dan ia langsung pergi meninggalkan gadis ini."Sama - sama." Pekiknya. Ia menatap kepergian laki - laki tampan yang tadi sempat ia ajak berdebat. Kalau di lihat - lihat, dia itu laki - laki yang baik.
Dava keluar dari tempat ini, tiba - tiba ia teringat sesuatu. Sepertinya ada yang ia lupakan. Dan akhirnya ia memutuskan untuk kembali masuk ke dalam toko.
"Ada apa?" tanya Dera saat Dava sudah ada di hadapannya.
"Tadi pas gue sudah keluar dari toko, tiba - tiba gue keinget sesuatu." Dera mengangkat salah satu alisnya, mengisyaratkan kata 'apa?'
"Kita belum kenalan. Kenalin, gue Dava." Dava cengengesan. Dia mengulurkan tangannya untuk bersalaman. Sementara itu, Dera menatapnya sesaat, lalu terlihat sebuah senyuman terukir diwajahnya. Sangat manis.
"Aldera, panggil saja Dera."
Flashback off
"Ini mas bunganya."
Dava tersentak seketika saat wanita pegawai toko menghampirinya dengan membawa selusin bunga di tangan. "Sudah jadi ya mba?"
"Iya mas,"
Dava memberikan selembar uang seratus ribuan pada pegawai itu. Kemudian ia mengambil alih bunga itu dan tersenyum saat menghirup aroma khas bunga digenggamannya. Membuat rasa rindu yang ia rasakan semakin dalam melebihi dalamnya lautan.
"Makasih mba."
Laki - laki tampan itu pergi minggalkan toko ini. Setetes air mata berhasil meluncur dari pelupuk mata orang yang melihatnya. Dia tahu apa yang akan di lakukan oleh laki - laki itu setelahnya.
***
Dava mempercepat langkahnya menyusuri perbukitan nan asri. Satu persatu gundukan tanah ia lewati. Dan beberapa kali Dava menengok ke kanan dan kirinya, dia menghela napas panjang. Pandangannya beradu dengan gundukan - gundukan tanah dan ada batu nisan kokoh di atasnya. Bau khas bunga kamboja begitu menusuk ke dalam indra penciuman laki - laki tampan itu.
Jari jemarinya semakin erat memegang selusin bunga yang ia bawa. Jantungnya berdebar lebih cepat saat tempat yang ia tuju sudah tidak dekat. Aliran darah mengalir seakan lebih deras dalam tubuhnya. Ia menghela napas panjang sekedar untuk menormalkan fungsi anggota tubuhnya. Entah mengapa hal ini selalu terjadi saat ia akan berjumpa dengan gadis pujaannya.
Rindu yang ia rasakan begitu menusuk hatinya. Mendadak kedua kakinya melemah, tak mampu ia menopang tubunya sendiri saat ia sudah tiba ditempat tujuan. Tubuhnya menjadi sangat lemas, Dava duduk bersimpuh di samping gundukan yang sudah berkeramik, itu pertanda bahwa makam ini sudah cukup lama.
Kepala Dava menunduk, segenggam karangan bunga ia letakkan di atas batu nisan bertuliskan 'Aldera Natasha'. Tangannya mengelus batu nisan di hadapannya dengan lembut. Sayup - sayup kalimat monolog keluar dari mulutnya menghasilkan bunyi yang sangat pahit bahkan lebih pahit dari bubuk kopi hitam.
Beberapa detik kemudian, ia memejamkan mata dan menautkan kedua tangan. Do'a - do'a ia panjatkan kepada Tuhan agar senantiasa memberikan tempat terbaik untuk gadisnya itu.
Tampa Dava sadari, ada sepasang mata yang sedang menatapnya iba. Dia gadis yang mengikutinya sejak dari toko bunga tadi.
Klarkkk...
Dava menoleh ke belakang, sepertinya ada orang lain di tempat ini. Dan... Tidak ada siapa - siapa selain dirinya. Mungkin orang itu sudah pergi.
"Aku pulang dulu ya Der," ucapnya lirih.
Perlahan, Aliandava Devangga membalikkan badanya. Berat rasanya meninggalkan gadisnya sendiri di tempat seperti ini.
Tak lama setelah Dava meninggalkan area pemakaman, langit yang cerah berubah menjadi mendung. Seolah - olah alam ikut merasakan apa yang sedang dirasakan oleh laki - laki tersebut.

KAMU SEDANG MEMBACA
ALETHA
Teen FictionAliandava Devangga. Siapa yang tidak megenal nama itu? Sosok laki - laki yang banyak dikagumi kaum hawa di SMA Garuda karena ketampananya. Bukan hanya tampan, laki - laki itu juga memiliki otak yang cemerlang. Tak ayal jika banyak kejuaraan akademik...