Bab 85 Ibunya Ujang dan Nyai bertengkar

3.7K 204 4
                                    

Rupanya kepergian Ujang menjemputku diketahui Ibunya Ujang, Nyai yang menyambut Ibunya Ujang langsung marah.

"Mau apalagi kamu kemari? Mau menghina Menul lagi?! bentak Nyai.

"Aku mencari Ujang! Aku yakin Ujang bersama Menul, seharusnya hari ini dia ke Kota untuk kirim cengkeh! Tapi Ujang tidak jadi ke kota, pasti dia kemari!" jawab Ibunya Ujang.

"Ujang tidak ada disini!" ucap Nyai.

"Mana Menul?" tanya Ibunya Ujang.

"Mau apa kamu tanya Menul? Belum puas kamu menghinanya?!" jawab Nyai marah.

"Aku hanya ingin tanya Menul, dia pasti tahu dimana Ujang!" ucap Ibunya Ujang.

"Menul tidak ada disini! dia di bawa Ayahnya! kamu tahu Menul anak Ustad bukan?" ucap Nyai mengejek Ibunya Ujang.

"Walaupun Menul anaknya Ustad, jangan berpikir aku akan menyetujui Menul dan Ujang!" ucap Ibunya Ujang ketus.

"Kamu pikir Ustad Bara akan setuju Menul punya mertua macam kamu? Ayahnya Menul yang tidak akan setuju Ujang jadi menantunya! jadi kamu tidak perlu repot-repot menjaga Ujang! karena akupun tidak akan biarkan Menul dengan Ujang bersatu!" bentak Nyai marah.

"Dasar dukun tua!" hardik Ibunya Ujang.

"Heh biar aku dukun tua! keluargamu selamat karena aku! Kamu lupa siapa yang membantu persalinan saudara-saudaramu hah!" tanya Nyai marah.

Ibunya Ujang berlalu sambil cemberut, aku yang masih digendong Ujang setelah beberapa jam Ibunya berlalu pergi, aku sampai di rumah Nyai.

"Nul? Kamu kenapa digendong?" tanya Nyai heran.

"Menul kakinya terkilir Nyai," jawab Ujang.

"Aku tidak tanya kamu Jang! sudah cepat bawa Menul ke kamar!" bentak Nyai pada Ujang.

Ujang membawaku ke kamar dan merebahkan tubuhku di atas kasur.

"Sudah sana kamu pulang! tadi Ibumu datang mencarimu dan menyalahkan Menul! Nyai harap ini terakhir kali kamu menemui Menul!" bentak Nyai marah pada Ujang.

"Iya Nyai, aku pulang dulu, maafkan Ibuku Nyai," ucap Ujang sambil berlalu meninggalkan kami.

"Nyai, kenapa Nyai marah pada Ujang?!" tanyaku kesal.

"Gara-gara Ujang, kamu terus dihina Ibunya Nul!" jawab Nyai.

"Iya, tapi Ujang tidak salah Nyai! disana Ayah menekanku, disini Nyai juga sama saja, sekarang suka marah pada Ujang, kalau Nyai marah pada Ujang, sama saja marah sama aku! Ujang tidak salah Nyai, justru dia yang selama ini menolong dan membelaku," ucapku sedih.

"Iya Nul, maafkan Nyai Nul, tolong jangan marah Nul, Nyai hanya ingin membelamu Nul," ucap Nyai sedih.

"Tidak perlu Nyai, aku bisa membela diriku sendiri," ucapku masih kesal.

"Iya, Nyai janji tidak akan mengulanginya lagi Nul," ucap Nyai sedih.

Nyai langsung ke dapur mengambil minyak kelapa, Nyai mengurut kakiku, rasanya sangat nyeri, tapi nyeri kakiku tidak seberapa dibandingkan perasaan Ujang yang dibentak Nyai, aku merasa tidak enak, dan terus memikirkan Ujang. Setiap masalahku, Ujang selalu saja disalahkan dan jadi pelampiasan kemarahan orang-orang terdekatnya.

***

Saksi Kematian (SK)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang