Jam 16.00 WIB. Rumahku masih sepi dan itu membuatku nyaman. Suasana yang pas untuk bersantai sambil menikmati secangkir teh manis. Sayangnya, itu hanya bertahan sementara, sampai aku mendengar bunyi decitan pagar rumah, suara langkah kaki, pintu rumah yang dibuka kemudian ditutup lagi. Aku hanya bisa menghela napas. Selamat tinggal kenikmatan sementaraku.
"Afiq!" seru kakakku dengan suara keras.
Sudah kuduga Kak Ade lah yang baru pulang. Dari suaranya dan nada bicaranya, sepertinya dia membawa kabar baik.
"Afiq!" seru kakakku dan langsung melompat memelukku, saat aku hendak berjalan ke arah dapur dengan membawa cangkir teh yang sudah kosong.
Kemudian Kak Ade menengadahkan kepalanya ke arahku sambil berkata dengan semangat tinggi, "Dengar, dengar! Aku berhasil diterima kerja loh!"
"Wah, hebatnya," balasku dengan wajah datar.
"Setelah sekian lama menunggu. Setelah semua perjuangan sampai titik darah penghabisan, Akhirnya, aku berhasil mendapat kerja!" kata kakakku lagi, masih dengan semangat yang tidak menurun. Malah semakin tinggi, semangat yang dia keluarkan. Untungnya, kali ini dia melepaskan pelukannya sehingga aku dapat berjalan ke arah dapur
"Hebat. Hebat," kataku masih dengan wajah datar dan langsung meletakkan cangkir teh yang kubawa ke wastafel.
"Karena kakakmu ini akhirnya berhasil mendapat pekerjaan, maka kamu harus membuatkan coklat panas untukku!" perintah kakakku.
"Baik, baik," jawabku dengan nada datar. Mungkin kalian bingung, kenapa aku langsung menuruti keinginannya. Dulu, aku pernah menolak keinginannya dan hasilnya berhasil membuatku trauma. Makanya aku memilih jalan aman. Menuruti keinginan kakakku, selama masih kulakukan. Kalau tidak bisa, ya kutolak, walau apa yang akan dia lakukan, akan membuatku trauma lagi.
Aku segera membuatkan apa yang kakakku inginkan, sementara kakakku langsung pergi ke kamarnya untuk ganti baju. Dari suara kamar mandi yang tiba-tiba berisik, sepertinya kakakku langsung mandi.
"Ah segarnya," kata kakakku yang sudah memakai piyama berawarna pink dengan motif boneka beruang sambil berjalan ke ruang keluarga, tempat aku asyik membaca novel.
Hampir setiap hari, aku menghabiskan waktuku di ruang keluarga daripada di kamarku karena ada ACnya. Selain sejuk, ruangan tersebut dekat dengan dapur, jadi jika aku lapar atau sedang ingin membuat cemilan, aku tidak perlu melangkah jauh. Ditamabah lagi, ada aturan tidak tertulis di keluargaku tentang tidak diperbolehkannya makan di dalam kamar.
Sebetulnya, di ruang keluarga terdapat TV yang cukup besar, DVD player, sofa panjang berwarna hitam, meja kayu persegi yang diletakkan di depan sofa, karpet berwarna coklat tua tanpa motif yang lumayan menghangatkan kaki dan PS 4. Pokoknya tidak cepat bosanlah kalau berada di ruang keluarga, karena ada hiburannya. Hanya saja, saat ini aku sedang ingin menghabiskan bacaan novelku yang sudah lama tidak kusentuh, karena lupa.
"Coklat panasku mana?" tanya kakakku kepada diriku yang sibuk membaca novel yang kupegang. Catatan tambahan, aku paling suka duduk di atas karpet daripada di atas sofa karena lebih nyaman saja.
"Di meja," jawabku yang sama sekali tidak berpaling dari novel yang kubaca.
Kakakku menghampiri meja kayu di depan sofa, lalu menggenggam segelas coklat panas dengan ke dua tangannya. Tiba-tiba, kakakku menghampiriku dan duduk dipangkuanku. Untung coklat panasnya tidak tumpah, kalau tumpah kan repot. Tentu saja aku terganggu dengan tingkahnya itu.
"Ah, enaknya. Memang paling enak duduk di pangkuanmu," katanya, kemudian menyesap coklat panasnya dengan wajah yang sangat menikmati sekali.
Aku hanya bisa menghembuskan napas, lalu mulai melanjutkan kembali bacaanku dengan posisi tidak senyaman sebelumnya.
"Sedang baca apa, sih? Serius amat," tanyanya.
"Sedang baca novel," jawabku pendek.
"Oh iya, tadi itu aku berhasil menjawab semua pertanyaan dengan benar. Kenapa aku bisa tahu, kalau jawabanku benar? Karena aku diterima kerja langsung!" ceritanya dengan semangat tinggi.
"Wah, hebatnya," jawabku datar dengan pandangan masih fokus ke buku yang kupegang.
"Mana hadiah buatku?" tanyanya.
"Itu, coklat panas," jawabku datar.
"Kurang," protesnya sambil cemberut.
Kuelus-elus kepala kakakku. Kakakku paling suka kalau kepalanya kuelus-elus. Entah apa alasannya. Aku pernah menanyakannya, tapi dia tidak pernah mau menjawabnya.
"Sayangnya, aku ditempatkan di tempat kerja yang jauh dari sini," katanya dengan nada sedih.
Mau tidak mau, aku pun meletakkan novel yang sedari tadi kubaca.
"Lalu, nanti kakak akan mengontrak rumah atau mau ngekos?" tanyaku.
Kakakku menggelengkan kepalanya. "Aku tidak tahu. Nanti aku akan coba cerita sama mama dan papa dulu."
Hening sementara, kemudian kakakku berkata, "Yang pasti, aku ingin tinggal bersama denganmu."
Aku tidak tahu harus mengatakan apa untuk membuat suasana menjadi biasa lagi. Aku pun mengelus-elus kepala kakakku lagi, kemudian berkata, "Rumah ini pasti akan sepi kalau tidak ada kakak."
"Tentu saja! Aku yakin kamu akan merindukanku, saat aku tidak tinggal di sini lagi."
Aku hanya bisa tertawa kering mendengarnya. Lalu kakakku menyalakan TV dan kita berdua pun menonton acara TV yang dipilih kakakku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kehidupan Sehari-hari Adik Laki-laki
HumorKehidupan sehari-hari Afiq dengan kakaknya Ade yang memiliki ukuran tubuh serta penampilan seperti anak SD umur sepuluh tahun. Mungkin kalian akan menemukan beberapa typo atau kesalahan. Tolong tunjukkan saja, biar saya bisa betulkan~ Jangan lupa be...