Pagi – pagi sekali, Almeera dipanggil oleh dokter Adrian ke ruangannya. Sepanjang perjalanan menuju ruangan sang direktur, gadis itu tak hentinya bertanya – tanya ada apa gerangan ia dipanggil. Apakah ia ada berbuat kesalahan? Tapi sepertinya tidak.
Asisten dokter Adrian menyunggingkan senyum dan langsung membukakan pintu begitu Almeera tiba. Almeera sempat bimbang, terlebih lagi saat ia mendengar suara heboh dari dalam ruangan.
"Ah, dokter Almeera...silakan masuk dokter!" suara ramah dokter Adrian menyentak lamunan Almeera. Gadis itu sejenak menguatkan diri, kemudian masuk dengan langkah ragu.
Dulu, sewaktu ia masih berstatus mahasiswa, ia pernah beberapa kali masuk ke ruangan ini. Tapi semenjak menjadi dokter di rumah sakit ini, ini adalah yang pertama kalinya ia menjejakkan kakinya disini. Tak ada yang berubah. Ruangan ini masih tetap rapi seperti dulu. Hanya tanaman bonsai dalam pot disudut ruangan saja yang tampak tumbuh sedikit lebih tinggi.
Mata Almeera tertuju pada tiga sosok yang duduk diatas sofa. Dua orang pria paruh baya dengan jas dokter yang sudah sangat ia kenal, dokter Adrian dan dokter Wira. Dan seorang perempuan berjilbab biru muda dengan mata abu – abu hangat yang penampilannya tampak modis dan menawan. Ketiganya tampak akrab dan sudah mengenal lama satu sama lain. Membuat Almeera berpikir, apakah kedatangannya ini mengganggu atau tidak.
Perempuan berjilbab biru mirip Barbie itu menarik bibir tersenyum padanya saat tatapan mereka beradu. Mata bundarnya sedikit menyipit. Dan tak disangka gadis itu berdiri dari duduknya dan mengulurkan tangannya dengan ceria.
"Assalamualaikum, dokter Almeera... perkenalkan, saya Axelia, panggil saja Axel..." katanya.
Suara wanita bernama Axel itu sangat sesuai dengan wajahnya yang ramah. Almeera langsung tahu bahwa wanita didepannya ini adalah gadis periang dan menyenangkan. Ia lantas menyambut uluran tangan Axel dan membalas senyumnya dengan senyum yang tak kalah ramah.
"Waalaikumussalam, Azkayra Almeera... panggil saja Almeera..."
"Dokter Axel ini dokter spesialis kandungan baru di rumah sakit kita, dokter Almeera. Dia ini lulusan dari Stanford University..." dokter Wira memberi tahu. Sekilas Almeera melihat dokter Wira memandang Axel dan dokter Adrian bergantian. Tapi ia tak ambil pusing. Ia lebih excited dengan kenyataan yang baru saja didengarnya. Gadis didepannya ini lulusan Stanford University? Masya Allah, sudah cantik, pintar pula, pikirnya.
"Silakan duduk, Al!" dokter Adrian menunjuk sofa yang masih kosong disamping Axel.
Asisten pribadi dokter Adrian masuk membawa nampan dengan secangkir teh diatasnya. Pria yang umurnya mungkin sama dengan Almeera itu meletakkan cangkir teh yang dibawanya didepan Almeera, kemudian kembali keluar menuju meja kerjanya.
"Silakan diminum, Al!..." dokter Adrian mempersilakan. Pria paruh baya itu juga mengangkat cangkir tehnya dan meminum isinya sedikit.
"Maaf mengganggu waktumu bekerja. Tapi saya sengaja memanggilmu kesini. Saya akan berangkat ke Singapura dua jam lagi dan mungkin baru akan kembali minggu depan. Takutnya begitu pulang kesini, kita tak sempat bertemu, dan saya tak bisa mengucapkan selamat jalan..."
Almeera tersenyum. Ia paham apa yang dimaksud dengan ucapan selamat jalan yang sedang dibahas dokter Adrian. Tentu saja tentang keberangkatannya ke Oxford.
"Terima kasih, dokter..."
"Jadi, apa kamu masih tetap dengan keputusanmu untuk mengambil spesialis anak?" tanya dokter Adrian.
Almeera meletakkan cangkirnya dengan hati – hati keatas meja. Dia tak tau lagi bagaimana harus membicarakan hal ini dengan dokter Adrian. Pria paruh baya itu terus saja membujuknya agar ia mengubah keputusannya tentang spesialis apa yang akan ia ambil di Oxford nanti. Bukan tanpa alasan Almeera mengambil spesialis anak. Ia mencintai anak kecil, dan itu adalah salah satu alasannya ingin menekuni dunia mereka lewat bidang kesehatan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Assalamualaikum Almeera (SELESAI)
SpiritualBagi Aldrich Adyastha yang memiliki segalanya, memenangkan pertaruhan dengan ketiga sahabatnya untuk mendapatkan seorang Azkayra Almeera tentu bukanlah perkara sulit. Cukup petik jari, sudah dipastikan gadis itu bertekuk lutut di bawah kakinya. Seti...