HARA POV
Namaku Hara, lebih lengkapnya Hara Adriela Renata. Terserah kalian mau memanggilku apa.
"Pagi tante." Tegurku begitu keluar dari pagar rumah, hanya untuk basa-basi dengan tetanggaku.
Aku warga baru yang ikut tinggal di rumah tanteku di sebuah perumahan elit. Tapi dibanding rumah tante, sebenarnya masih jauh lebih elit rumahku yang dulu.
"Iya pagi, panggil bunda aja jangan tante. Udah mau berangkat nih?"
"I-iya bun." Jawabku sedikit gugup, belum terbiasa.
"Naik apa?" Tanyanya lagi.
"Jalan kaki bun."
"Oh, tantemu Tasya pasti sibuk ya. Kalau mau, kamu bisa bareng anak bunda. Sekolahnya kan sama."
"Nggak usah tante," Aku menutup bibirku dengan kedua tanganku. "Eh bunda." Aku menyengir.
"Yaudah kalau ada yang perlu dibantu kamu kesini aja. Bunda juga biasanya ngrepotin tantemu."
"Makasih bun, kalo gitu aku mau berangkat dulu. Takut telat." Aku mendekati Bunda yang sedang menjemur cuciannya. Lalu mencium punggung tangannya.
"Hati-hati ya nak." Ujar bunda, begitu aku sudah berjalan menjauh.
"Iya bun," Aku melambaikan tanganku.
Aku sedikit tersenyum lega. Untungnya walau tanteku sibuk. Masih ada orang yang bisa ku anggap keluarga. Tetanggaku yang baru saja kukenal, Bunda Tia.
Aku terus melanjutkan langkahku. Berjalan di bawah terik matahari. Diterpa oleh angin yang membuat rambutku tersibak kebelakang. Suasana yang tenang.
Byur!
Benar, suasana yang tenang sebelum motor butut lewat sampingku.
"Anjing, punya mata nggak? Motor butut aja belagu!" Caci maki keluar begitu saja dari mulutku.
Mungkin ucapanku sedikit membuat pemilik motor itu tersinggung hingga menoleh padaku.
"Dikejar anjing baru tau rasa lu." Ujarnya, lalu meninggalkanku tanpa rasa bersalah atau ucapaan maaf.
Aku menghela napas kasar. Seseorang yang telah merusak pagi hariku yang cerah. Rasanya ingin aku mengguyurnya dengan air selokan, untuk membalaskan sebagian seragamku yang basah.
Guk!
Wajahku yang penuh dendam berubah menjadi tegang. Aku menoleh. Ya benar, siapa lagi kalau bukan
"Anjingg!!!"
Setelah berteriak aku hanya mampu berlari sekuat tenaga. Rupanya nasibku benar-benar sial. Awal mula kesialan yang sempurna.
***
"Sini nak, masuk dan perkenalkan dirimu."
Aku mengangguk dan melangkah mendekati Bu Reni, yaitu wali kelasku sekaligus guru fisika.
Kini, semua mata tertuju padaku. Tanpa terkecuali.
"Saya Hara Adriela Renata. Pindahan dari Sma De Luxe." Jelasku singkat.
Hampir 97% seisi kelas memandangiku dari bawah ke atas seperti halnya aku ini pendusta. Mereka pikir diriku yang berpenampilan lusuh ini tidak memungkinkan pernah sekolah di sma mewah itu.
"Baik, sekarang kamu bisa cari tempat duduk."
"Makasih bu."
Aku segera mengedarkan pandanganku ke semua penjuru kelas, mencari-cari bangku yang kosong.
Sialnya hanya ada satu, di pojok belakang sana. Dengan langkah cepat aku segera kesana, karena bu Reni telah memulai pelajaran.
"Boleh duduk sini?"
Dia hanya mengangguk tanpa menoleh padaku yang kini duduk di sampingnya. Seakan aku ini mahluk tak kasat mata.
Tunggu, aku mengenal muka pucat pasi itu. Jelas aku pernah melihatnya, tapi dimana.
Oh, aku ingat.
"Kenapa?" Tanyanya risih karena aku terus memandanginya.
"Lo tau siapa gue?"
"Gausah sok kenal."
Aku yakin 3 kalimat itu gak akan pernah kulupakan sepanjang masa. Rasanya ingin aku mencabik-cabiknya.
"Gausah ke gr-an." Jawabku kesal.
"Emang tau siapa gue?" Tanyanya balik.
"Mana mungkin gue lupa sama orang yang udah buat pagi cerah gue jadi pagi ter'suram' sepanjang masa." Jawabku dengan menekankan kata 'suram' sambil mengeluarkan buku fisika dari dalam tasku.
"Oh, lo orang yang ngatain motor butut?" Tanyanya sedikit ngegas.
Aku tidak menjawab. Hanya diam membuka buku sambil mulai mencatat apa yang ditulis bu Reni di papan tulis. Tidak mempedulikan keberadaan orang disampingku yang sudah agak jengkel.
"Bisa tolong agak nunduk sedikit?" Tanyaku sambil menepuk bahu orang di depanku.
Dia mengangguk sambil menundukkan kepalanya sedikit.
"Terimakasih." Ujarku sambil tersenyum setelah beberapa saat.
Dia menoleh kebelakang dan balas tersenyum. "Dari sma De-Luxe ya? Sekolah ini pasti gak ada apa-apanya."
"Eh, nggak kok. Sama aja, yang beda cuma bangunan dan fasilitasnya."
Pria yang tidak kuketahui namanya itu hanya ber'o' ria.
"Farhan." Ujarnya.
"Hara."
"Udah tau kok." Dia membalikkan badannya lagi ke depan.
Aku tertawa singkat melihat orang yang duduk di depanku ini. Sedikit terhibur.
kriiiing.
Akhirnya proses belajar mengajar itu berhenti. Tapi aku hanya diam ditempat karena biasanya anak baru akan dikerubungi siswa lain yang ingin berkenalan.
Aku berdeham, lalu melirik pria disampingku yang membereskan buku catatannya.
"Jangan ngimpi ada yang datang ke lo dan basa-basi." Bisiknya lalu beranjak pergi meninggalkan kelas.
Aku tidak peduli dan tidak akan pernah percaya bisikan setan.
Beberapa menit aku menunggu. Namun mustahil, siswa di kelasku berlalu lalang pergi tanpa tertarik mendekat padaku. Sepertinya tidak ada satupun orang yang berniat mengajakku ke kantin bersama.
Dengan derap langkah kesal aku keluar kelas sendiri dan pergi ke kantin.
"Bersyukur ajalah, tuhan ngasih gua kaki biar bisa pergi kemana aja sesuka gue tanpa nunggu ajakan orang lain. Coba kalo ga, mungkin gue mati kelaparan kali di dalam kelas." Gumamku kesal sendiri.
Bruk!
"Awww," Aku memegangi lututku yang agak memar karena jatuh tersungkur.
Tidak peduli apa tanggapan mereka tentangku, aku berdiri dengan raut wajah ingin melahap seseorang. Masabodo, aku sudah lelah dengan hari sial ini.
Berjalan kaki dari rumah, diciprati air lumpur, dikejar anjing, sebangku dengan pemilik motor butut, dan sekarang harus jatuh tersungkur di depan umum.
Layaknya aku ini penjahat besar-besaran yang sedang menerima karma. Kata orang semua kejadian memiliki hikmah, tapi entah apa hikmah dibalik kejadian sial semua ini.
"Siapa yang naroh kulit pisang disini?" Teriakku di area kantin
Hampir seluruhnya menatapku, menjadikan aku pusat perhatian.
"Gua yang naroh." Teriak seseorang yang langsung beranjak berdiri.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Change
Teen FictionKehidupan yang banyak diimpikan semua orang memang nyata bagi Hara Adriela Renata. Berbeda dengan yang hanya terisi dendam,kebencian, dan kekerasan seperti pada Ganio Raka Fredelio. Namun jika Roda kehidupan memutar balikan fakta, apa yang akan me...