"Ihh.. kakak kok itu di foto sihh.." protesku berusaha untuk menghapus foto tersebut, namun bukannya memencet tombol hapus, aku malah memencet tombol panah kekanan yang menghasilkan foto berganti dengan foto lainnya.
"Kak.." ucapku tak bisa berkata-kata ketika foto yang paling tidak ingin ku perlihatkan pada siapa pun muncul. Foto saat Kei memelukku pagi tadi.
"Iya.. kakak liat kamu sama dia pagi tadi, awalnya kakak gak ada niat untuk menfoto kalian, tapi ntah kenapa jari kakak memencet tombol shutter... kakak tahu kamu masih belum bisa melepas dia, tapi apa itu hal yang baik untuk dilakukan?" ucap Kak Rian dengan wajah dan nada suara yang serius. Sangat serius.
"Bukan begitu kak.. Rin tahu ini bukan hal yang baik, tapi Rin harus tahu sesuatu, dan hanya dia yang tahu.." jawabku panik. Aku tahu Kak Rian tidak akan membiarkanku bertemu dengannya
"Apa kamu berjanji untuk bertemu dengan dia? Kakak begini karena kakak sayang sama kamu Rin.. kamu udah kakak anggap adik.. jadi kakak gak mau adik kakak sakit karena laki-laki.." ucapnya dengan nada serius tapi aku dapat mendengar kasih sayang didalamnya.
Aku hanya bisa diam membisu, tidak tahu apa yang harus kulakukan , tidak tahu apa yang harus kukatakan untuk membela diri. Aku tahu apa yang aku lakukan itu salah, dan apa yang akan kulakukan itu sangat salah. Tapi satu hal yang kutahu pasti, jawaban dari semua pertanyaanku yang tidak terjawab sekian tahun lamanya, akan terjawab jika aku bertemu dengan dia.
"Maaf kak.. tapi pilihan Rin sudah tetap.." balasku dengan susah payah menemukan suara untuk membalas perkataan Kak Rian
"Okeyy.. kalau kamu memang pasti untuk bertemu dengan dia, kakak antar..." ucapnya dengan nada final
"Tapi kak.."
"Tidak ada tapi-tapian Rin.. take it or leave it.."
"Take it.." ucapku pasrah dan kami keluar dari ruangan itu dengan selang waktu agar tidak menimbulkan kecurigaan.
Aku bertemu dengan Kak Rian di depan hotel dan kami berkendara bersama menuju coffe shop favorite kami dulu. Sesampainya disana aku langsung turun dan memasuki coffe shop tersebut dan meninggalkan Kak Rian yang masih mencari tempat parkir.
"Kei.. Kei.." gumamku seraya mencari ke sekeliling area dan menemukannya sudah duduk di salah satu meja di luar. Secepat kaki ini bisa melangkah, aku berjalan menuju meja tersebut dan terdiam tepat di depan sosok yang pernah menghiasi hidupku.
"Kei.." panggilku pelan dan dia perlahan menaikkan wajahnya kemudian senyum itu terbit di wajahnya. Senyum yang pernah ku sukai.
"Heii Hime.. suwatte.." ucapnya dan aku mengambil kursi tepat dihadapannya.
"Hmm.. don't act so cold like that Hime.." ucapnya lagi ketika aku tak kunjung berbicara
"Gomen.." ucapku pelan
"So, you brought someone with you.. I'm sorry to call you so suddenly.."
"No.. it's not your fault.. it's mine.. since that accident, I can't go alone.."
(semua percakapan antara Kei dan Arin menggunakan bahasa Inggris)
"Ahh.. aku yang membuat mereka jadi seperti itu.. maaf.."
"Kei.. aku datang malam ini bukan untuk meminta maaf mu ataupun meminta pengampunan darimu, maka dari itu jangan minta maaf, karena aku juga akan berhenti meminta maaf.."
"Okey.. aku lebih suka seperti itu.. oh iya.. kamu masih suka green tea kan? Nih aku pesankan satu untukmu.."ucapnya sambil menyodorkan satu gelas green tea dan aku menerimanya dengan haru
YOU ARE READING
Arin's Love Story (END)
Jugendliteratur'Teman abang? gak salah denger tuh? gue bakalan nikah sama temen abang gue sendiri?' hal itulah yang sering terlintas didalam pikiranku ketika mengetahui perjodohan tak berujung yang selalu dilakukan oleh abang dan ibuku. hingga akhirnya mereka memu...