Live on Weirdos
Shingeki no Kyojin (c) Hajime Isayama
Rate T+
Warnings : AU, OOC beneran, Typo(s) maybe, non-baku, Parodi, RivaEren, RUSH plot
.
.
.
.
.
:Act 15 – Final Act:
Suasana di perkemahan nampak senyap dan gelap. Api unggun tinggalah abu-abu kayu yang menyerpih, menyisakan udara yang semakin dingin menjalar. Para murid sudah bernaung di dalam tendanya masing-masing, terlelap dalam dengkuran nyaman. Tenggelam dalam lautan mimpi.
Hanya satu orang yang kepalanya terjaga—atau mungkin terbangun karena suatu panggilan alam. Eren beranjak sigap saat tahu-tahu perasaan ingin buang air terbesit di dalam benaknya. Ia bahkan sempat bermimpi mengejar sebuah toilet putih yang berlari menjauhinya dengan lidah terjulur. Sungguh, penghinaan yang entah—abstrak sekali rasanya.
Gerakan bocah itu mulai grasak grusuk menyingkirkan selimut dari tubuhnya. Sebisa mungkin Eren menjaga agar dirinya tidak membuat suara yang bisa mengganggu tidur teman-temannya. Termasuk saat ia sedang sibuk membuka resleting tendanya, Eren tetap melakukannya perlahan, meskipun dalam keadaan posisi ngangkang, melangkahi tubuh Jean—yang mana akan nampak sulit nan emejing untuk dipertahankan karena kalau sampai lengah sedikit saja, chinkonya bisa menyentuh dada bidang Jean yang sedang asik naik-turun di bawah selangkangannya saat ini.
Hah. Eren lelah.
Kenapa juga Jean mesti tidur di pinggir mulut tenda.
Yah sudah. Lupakan soal Jean yang kini sibuk berguling menuju tempat pembaringan Eren. Eren sendiri sukses menghirup udara bebas dan segera berlari gesit dengan kaki tak beralas menuju semak-semak. Sebenarnya Eren mau saja pipis diantara batang pohon, tapi mengingat pepatah neneknya yang mengatakan bahwa setiap pohon memiliki penunggu yang tidak suka kalau rumahnya di kencingi tanpa berperasaan, maka jadilah Eren pipis di balik semak-semak demi menghindari kutukan yang tidak diinginkan.
Bzzt.
Eren menggeliat sebentar.
Tetesan itu perlahan berhenti, Eren kembali meresleting celananya dan hendak berbalik—
Tapi gagal saat ia temukan sudut lapangan yang masih diterangi oleh nyala api unggun mini. Beserta wangi-wangi barbeque yang sangat menggugah seleranya.
Sialan. Eren merutuk dalam hati, sambil mengintip di balik semak-semak sebelah tempatnya pipis tadi. Ia lihat dari arah yang bersebrangan dengan tempat pertendaan kaum lima belasan, teritori para guru masih terpampang ramai. Tidak ribut memang, tapi cukup 'hidup' untuk seukuran pesta tengah malam dengan barbeque sebagai kudapan.
Eren meneguk ludah. matanya menyapu bersih lingkungan di depannya, dan menemukan sebuah pojok dimana Irvin dan Rivaille—kedua gurunya—yang sedang duduk di atas balok kayu, bercakap-cakap ditemani oleh hangatnya api unggun. Eren terpaku melihat sosok Irvin yang nampak serius disana, sementara Rivaille hanya membalas pembicaraan dengan ekspresi sekenanya.
Pasang telinga lebih jeli—tapi Eren merasa sia-sia.
Sebagian besar percakapan itu terdengar samar. Yang bisa ia tangkap hanyalah beberapa suara Irvin yang notabene-nya berbicara dengan volume berlebih. Walau sepintas, Eren seperti mendengar 'Kau serius?' dari mulut si Amerika yang dilanjut dengan 'Kalau begitu, semoga berhasil'. Ah, entah apa yang sebenarnya sedang mereka diskusikan.