OUR LIFE -- 24. MASA(LAH)LU

1K 68 2
                                    

Budayakan Vote dan Comment wargah!
Maap yes baru apdet wkwk!

______________________________________________

Kata siapa move on itu gampang? Kalo ngomong si enak ya. Tapi kalo prakteknya tuh bikin kepala jadi kaki, kaki jadi kepala. Beruban lama-lama. Apalagi kalo doi masih berkeliaran kek kucing tetangga.

Ehh ngomongin kucing tetangga, dia udah bunting lagi. Gua heran dah ama tuh kucing mao aja dimodusin ampe bunting gitu.

Dikasih makan kagak, dikasih jajan kagak. Diperjuangin doang abis itu dibuang. Enak amat ya jadi kucing yang bisa buntingin kucing tetangga.

Ckckck.. Lama-lama ini story ganti judul jadi kucing janda. Hishh.. Ga kebayangkan ya? Skip!

Kelar bahas kucing, sekarang bahas hatinya bang Gibran yang galau gegara liat doi lagi duduk kongko di cafe, apalagi cafe itu salah satu cabangnya yang ada di London. Pemandangan macam apa ini? Mau move on tapi bang Gibran tak kuat.

Hayati lelah dek,,,

Niat jalan-jalan mau mantau perkembangan cafenya ehh malah liat pemandangan tak sedap. Huhh.. Pengen banget narik tuh cowo yang ada didepan Raya. Sayangnya Gibran gaada hak!

Kaya sepatu yang dipake Raya sama yang dirasakan Gibran. Sama-sama gak ada Hak. Tolong cetak tebal dikata hak. Ehh.. Tapikan Gibran lagi memperjuangkan cintanya. Mencoba nikung disepertiga malam. Berusaha agar do'anya diijabah.

Gibran duduk beberapa meja dari tempat Raya. Walaupun Raya membelakanginya tetap saja dia tidak pernah bosan melihat gadis dengan wajah arabnya.

Huhh.. Ia rasa cukup memperhatikan gadisnya. Ehh.. Gadisnya? Haha lucu sekali pemikiran bodohnya soal Cinta.

Gibran bangkit menuju ruangannya di lantai atas. Ruangan dengan ukuran 5m² x 5m², minimalis memang. Tapi disusun dengan tatanan yang begitu rapih dan terlihat elegant dan maskulin.

Dilengkapi dengan kasur juga, ya sebenarnya Gibran kesana cuma numpang tidur aja ditambah itu adalah tempat menyendiri yang pas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dilengkapi dengan kasur juga, ya sebenarnya Gibran kesana cuma numpang tidur aja ditambah itu adalah tempat menyendiri yang pas. Tanpa gangguan, bebas yekan. Lagi pula Gibran jarang kesana.

"Maaf, sir. Anda mau dibuatkan apa?" tanya Eliza, salah satu pelayan cafe milik Gibran yang dipercaya untuk menghandel semua tugasnya kecuali jika ada masalah serius baru Gibran akan turun tangan sendiri.

"Seperti biasa pancake durian sama matcha, bawa keruangan saya." datar Gibran sebelum bangkit dari duduknya.

Eliza mengangguk pelan, huhh.. Seperti biasanya bossnya itu selalu dingin dan cuek. Eliza sedikit berharap jika nantinya bossnya itu menyukainya. Namun, sepertinya itu khayalan bodoh saja.

Eliza tersenyum miring, lalu melangkah ke dapur membuat pesanan bossnya.

🦀🦀🦀🦀🦀

Raya duduk bersama teman dari kakaknya yang sudah ia anggap sebagai kakaknya sendiri. Rafael Benedict, lelakia tampan dengan siku rahang yang sedikit melancip.

"Kau bersama siapa, Ya?" tanya Rafa setelah duduk di hadapan Raya yang sudah ia anggap sebagai adiknya sendiri.

"Sendiri. Kak Lyd ada perlu sebentar. Mungkin sejam lagi ia akan ke sini. Huhh.. Membosankan bukan, kak? Mending jalan-jalan aja, yups!" ucap Raya semangat. Rafa seperti mencerna pembicaraan Raya dan nampak berfikir.

"Ohh, darl. Aku baru duduk. Pesan minum dulu kita ngobrol sebentar baru kita akan jalan-jalan sesukamu." ucap Rafa dengan senyuman yang mencetak lesung pipi.

Raya menghela nafas pelan lalu mengangguk riang. "Baiklah. Intinya sesuka ku." ujar Raya dengan senyuman yang mengembang.

Tak berapa lama setelah pesanan mereka datang. Ada seorang pria yang sangat tidak asing bagi Raya. Lelaki itu menggunakan kaos polo putih dengan celana jeans biru.

Raya melirik lelaki itu ketika dia lewat. Namun, sepertinya lelaki itu tidak memperhatikannya. Raya memicingkan mata sebentar. Memastikan benar atau tidak memang dia adalah sahabat SMAnya dulu.

"Gibran." gumamnya yang terdengar Rafa. Rafa mengangkat kepalanya menatap Raya yang sedang menatap lelaki tadi. Akhirnya Rafa mengikuti arah pandang Raya dan tersenyum.

"Kau mengenalnya?" tanya Rafa, membuyarkan fokus ingatan Raya. Raya tersentak dan langsung menatap Rafa.

"Ahh apa? Dia? Mana mungkin aku kenal kak." ucap Raya cepat. Rafa tersenyum lagi,

"Baiklah, lanjutkan makanmu." ucap Rafa lembut dan hanya ditanggapi anggukan antusias. Ahh tidak, sepertinya bukan antusias. Apa wajahnya memerah sekarang? Sedikit sepertinya.

Gibran itu sahabatnya ketika SMA. Entah apa yang membuat dirinya dan Gibran mau bersahabat. Tapi setelah mereka lulus. Koneksinya antar keduanya putus. Raya juga langsung dikirim ke London oleh Lyd.

Pikirannya kembali lagi ketika mereka sedang duduk ditaman belajar tentang matematika. Raya membenci hitungan seperti itu. Tapi, sahabatnya Gibran tetap semangat antusias berbagi ilmunya.

"Ihh bukan gitu, Ray! Kek gini nih. Trus lo tambahin yang ini. Kalo misalnya kesini lo bakal bingung nanti. Lagian kan gue udah kasih tau lo caranya tadi pas soal pertama." ucap Gibran lembut.

Raya tersenyum kuda, ia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Matematika benar-benar membuatnya putus asa. Huh..

"Udah ahh males gue. Pusing." final Raya melepas pensilnya.

"Janji, kalo lu bisa nyelesain 5 soal bakal gua traktir makan mi ayam mang Rojak. Gimana?" tawar Gibran. Ia sangat tau kelemahan Raya, jika ia sangat menyukai mi ayam, apalagi mi ayam mang Rojak yang katanya langganan keluarga Al-Fatah dan Arghina.

Raya tampa sedang berfikir dan mengangguk semangat. Gibran tersenyum hangat dan melanjutkan belajarnya.

"Ray.. Raya? Kamu gapapa?" suara Rafa menyentuh gendang telinganya. Raya mengerjapkan matanya. Tampaknya barusan ia sedang melamun. Ahh sulit sekali rasanya melupakan pria itu. Bahkan ketika dia sudah jauh dari Indonesia tetap saja ia memikirkan pria itu.

"Ehh.. Gapapa kok kak." gelagap Raya.

"Ahh masa? Kamu ngelamuni apa emang?" tanya Rafa menyelidik.

"Ehh? Itu.. Cuma.. Ehmm.. Ohh iya mikirin kenapa kak Rafa belom nikah-nikah, padahal kan secara usia kak Rafa cukup, trus kakak juga kaya ditambah ganteng juga." ya, Raya berbohong. Huhh tak apa yang penting selamat. Good Raya!

"Hah? Yang benar saja? Ternyata kamu peduli juga ya?" ucap Rafa menggoda. Cih! Raya tau Rafa itu pria seperti apa. Tidak.. Tidak.. Dia tidak akan mungkin suka dengan pria yang selalu bergonta-ganti pasangan.

"Terserahlah kak. Aku mau nerusin makan biar cepet-cepet jalan." final Raya yang ditanggapi anggukan oleh Rafa.

"Baiklah, baiklah, bunny." ucap Rafa dengan kekehan mengejek. Akhirnya mereka meneruskan makan siangnya, tak lama kemudia Lyd dan mereka berjalan-jalan sesuai keinginan Raya.

__________________
_____

Assalamualaikum gaes!
Maapkeun jadi hari minggu apdetnya wkwk.
Soalnya kemaren lagi nostalgia nonton film semaleman wkwk.

Btw maap kalo rada kurang nyambung!

See you dipart selanjutnya!

AFAF2 : OUR LIFE | ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang