3 - Goresan Pertama

54 1 0
                                    

Sepulangnya dari sekolah, Vere menjatuhkan diri ke atas kasur. Ia menyalakan handphone miliknya dan membalas pesan dari Rei.

Verenina Shalom : Kenapa?

Dengan buru-buru, Vere menutup aplikasi tersebut dan melempar handphone miliknya ke atas bantal.

Ting

"Gila ni orang balesnya cepet banget," keluh Vere.

Nicholas Reinaldo : Hai, gue Rei.

"YAILAH! Gue udah tau kali nama lo siapa," ujar Vere dalam hati. Namun, ia tahu harus membalas pesan tersebut dengan ramah.

Verenina Shalom : Iyaa tau kok, kenapa chat?
Nicholas Reinaldo : Pengen kenalan aja
Verenina Shalom : Ohh, gue Vere
Nicholas Reinaldo : Lo di XI IPA 1 ya?
Verenina Shalom : Iya, lo XI IPA 2 kan?
Nicholas Reinaldo : Iya. Lo udah pulang?
Verenina Shalom : Udah, baru aja sampe rumah
Nicholas Reinaldo : Ohh. Pantesan tadi di kelas lo gaada
Verenina Shalom : Lah lo ngapain di kelas gue ?
Nicholas Reinaldo : Engga, ga ngapa"in. Lagi apa lo sekarang?

Tiba-tiba, Vere tersadar.
"Kok chatnya jadi basa basi gini sih?," batin Vere. Ia lalu membuka group chatnya dengan ketiga temannya.

Verenina Shalom : WOY BENCONG"
Aurellia Renata : KENAPE SI RIBUT AJE
Audy Leonora : Kerjaaa lembur bagai qudhaaaa~
G. Jena  : KENAPA VER? GIMANA REI?
Verenina : Masa chatnya jadi basa basi gitu dah. Dia sih emg blgnya pengen kenalan doang.
Audy Leonora : OEMJI HELLAWWW PLIS VER SS SMUANYA KIRIM KESINI.
Verenina : Udah besok ajaa liatnya, males banget ss
G. Jena : PLIS GUE PENASARANNNNNNN AAAAAAH
Aurellia Renata : AU LU AH PELIT :(
Verenina Shalom : Udahh besok ajaaaaa besok gue tunjukkin wkwkwk BYE!

Ia lalu kembali berbalasan chat dengan Rei sampai akhirnya tertidur.

Keesokan harinya, Vere terbangun masih dengan seragam sekolahnya. Seperti biasa, tidak ada yang akan membangunkannya. Untung saja, hari itu hari Sabtu, jadi ia tidak perlu panik untuk bersiap ke sekolah.

Merasa gerah, Vere bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan badannya. Setelah mandi, ia berniat turun untuk mengisi perutnya. Dari ujung tangga dari atas, terlihat olehnya mama yang sedang duduk menonton tv seorang diri.

"Vere, sini mama mau ngomong dulu sayang," ujar mama.

"Yaa? Kenapa ma?" Tanya Vere sambil menempatkan posisi tepat di samping mama.

"Kamu tau kan hari terima rapot sekolah kamu tabrakan sama acara kuliah Dirga, dan karna Dirga itu ketua acaranya, dia bakal speech sbelum acarannya mulai........"

"Mama mau liat kak Dirga speech ya?"

"Iya Ver....."

"Yaudah gapapa ma, aku ngerti. Aku ke atas dulu ya, tadi cuma pengen liat ada orang ato ga di rumah," ujar Vere berbohong.

Dengan langkah yang berat, Vere menaiki tangga menuju ke kamarnya. Ia merasakan perasaan ini lagi. Merasa tak berharga dan tak diinginkan. Ia lekas mempercepat langkahnya. Setelah sampai di kamarnya, ia duduk di depan meja riasnya, membuka salah satu laci dan mengeluarkan sebuah lembaran yang berisi informasi beasiswa.

Kertas itu memang hanya berisi runtutan informasi, namun butuh kerajinan tingkat dewa untuk mendapatkan lembaran itu. Lembaran informasi tersebut dibuat oleh pihak SMA Kencana sebagai suatu persyaratan bagi murid-muridnya yang ingin mendapatkan beasiswa. Guru-guru SMA Kencana hanya mempercayakan selembaran tersebut untuk murid-murid yang berkompeten. Vere belajar mati-matian untuk mendapatkannya.

Guru BK Vere lah yang membantunya mendapatkan lembaran tersebut setelah melihat rapotnya di semester satu.
"Dari rapot kamu kemarin, ibu rasa kamu memiliki kesempatan untuk mendapatkan beasiswa ini. Ibu percaya kamu bisa. Teruslah berusaha Vere, ibu bangga dengan kamu!" Begitulah ucapnya.

Vere mengusap lembaran tersebut. Ia ingin sekali menunjukkannya pada mama, namun ia tahu yang akan dirasakannya hanyalah sakit hati jika ia melakukan itu. Berbicara dengan ibunya lebih dari lima menit saja, ibunya akan mengganti topik dengan membicarakan Dirga. Ia lelah jika harus terus dibandingkan dengan kesempurnaan kakak laki-lakinya itu. Jadilah ia mengurungkan niatnya dan menaruh kembali lembaran itu ke dalam laci.

"Seandainya mama mau liat aku," bisiknya pada dirinya sendiri. Rasa sakit pun mulai menyerang dadanya. Vere lelah jika harus terus merasakan sakit hati seperti ini. Namun, yang bisa dilakukannya hanyalah menghibur dirinya sendiri. Ia lalu menegakkan badannya dan  bercermin.

"Vere sayang, jangan nangis. Vere cantik, kuat, dan Vere berharga. Vere manis, Vere gaboleh nangis," Ucap Vere sambil menyentuh cermin, mengusap refleksi wajahnya sendiri. Ia perlahan tersenyum.

Dengan keras ia berusaha melupakan segala sakit hatinya. Ia menepis kuat-kuat pikiran negatif tentang ibunya. Pikiran bagaimana ibunya lebih menyayangi Dirga Mattheo Argantara, kakak laki-lakinya.

Setelah itu, Vere tersadar bahwa ia lupa tujuan utamanya turun, yaitu makan. Merasa bodoh, ia pun merutuki dirinya sendiri.

Ah sue.

Maaf.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang