Marchel mengajak Vazza ke suatu tempat. Hati pria itu gundah. Ia sangat tidak menyukai Nanda, dan kenyataan bahwa gadis yang ia suka memiliki hubungan cukup dekat dengan musuhnya membuat hati Marchel tak menentu. Mungkin ia akan menanyakannya langsung pada Vazza, gadis itu selalu terbuka dengannya, ia berharap Vazza jujur. Belum lagi, soal permintaan adiknya. Marchel pusing menghadapi masalah pribadinya. Ia tak ingin melukai Vazza, memaksakan kehendaknya. Namun akan bahaya jika Cantika tahu kalau Marchel tak kunjung melakukan sesuatu pada Vazza. Adiknya itu, terlalu nekad.
Vazza menatap wajah serius Marchel. Sedari tadi pria itu tak bersuara. Hanya tersenyum tipis dan terlihat murung. Vazza kembali menatap jalanan yang ada di depannya. Tak biasanya Marchel pendiam seperti ini, pria itu tipe orang yang banyak bicara. Vazza saja biasanya merasa kewalahan meladeni Marchel.
Marchel menghentikan mobilnya di sebuah jalanan yang menanjak. Ia menepikan mobilnya dan mengajak Vazza turun. Gadis itu bingung. Kenapa Marchel mengajaknya ke tempat seperti ini?
"Gimana? Bagus nggak?" tanya Marchel.
Vazza menatap lampu kerlap-kerlip yang terhampar di depannya. Ia tersenyum, "indah, banget." gumam Vazza.
"Syukurlah kalo kamu suka." ada nada getir dalam suara Marchel. Dan Vazza tergelitik untuk melihat ke arah pria itu.
"Kamu kenapa? Ada masalah?" tanya Vazza.
"Bisa dibilang ada, bisa enggak."
"Kok gitu?"
"Aku naksir seseorang, tapi dia punya hubungan sama musuh aku. Menurutmu itu masalah bukan?"
"Hn, dia punya pacar?"
Marchel tersenyum miring, Vazza begitu polos. Namun gadis itu tak menyadarinya.
"Aku nggak tahu. Biasanya aku nggak peduli. Aku bakalan dapetin apa yang aku mau. Tapi yang ini beda. Aku ngerasa nggak mampu buat ngeyakinin cewek itu supaya suka sama aku." ucap Marchel sendu.
"Kalo kamu suka, ya kamu usaha dong. Lagipula kamu juga nggak yakin dia punya pacar atau enggak." sahut Vazza.
"Kamu bener, aku nggak boleh cepet nyerah kan?" Sebenarnya Vazza cukup bingung dengan arah pembicaraan Marchel yang terkesan memojokkan dirinya. Baru hendak membuka mulut, pertanyaan Marchel membuat dahi Vazza berkerut samar.
"Ada hubungan apa kamu sama Nanda?"
Dari mana Marchel tahu Nanda? Apa mereka rekan bisnis?
"Kamu tahu Kak Nanda?"
"Kak?" mereka saling melemparkan pertanyaan. Vazza mengangguk.
"Kamu saudara Nanda?" tanya Marchel. Semoga kalian hanya saudara, batin Marchel menjerit.
"Kak Nanda suaminya Kak Raya. Kak Raya sepupu jauh aku." Marchel menelisik jauh ke dalam mata Vazza. Gadis itu bahkan tak berkedip. Vazza jujur, Marchel tahu itu. Mereka hanya saudara, seharusnya Cantika tidak berlebihan menanggapinya. Untuk saat ini ia hanya akan mengabaikan permintaan adiknya itu.
"Benar kalian saudara?" selidik Marchel.
"Iya! Kamu nggak percaya?!" Vazza berkacak pinggang bergaya seolah menantang Marchel. Pria itu terkekeh pelan. Ia mengusap puncak kepala Vazza dengan sayang.
"Aku percaya sama Princess aku yang manis ini kok." Marchel tersenyum.
"Kamu beneran nggak ada masalah? Sekarang kok keliatannya udah happy lagi." Vazza merasa aneh dengan sikap Marchel yang berubah-ubah. Pria itu tadi bersikap pendiam, sekarang dia bahkan sudah memanggilnya Princess lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Another Side ¦ Book 1 Of 2✔
RomanceTolong jangan dicopy paste-report kalo nggak suka. Hargai karya orang lain. Kalo suka cuss langsung dibaca. WARNING!!! Konfliknya cocok buat dewasa muda ke atas yes. Sama ada kata2 yang nggak pantes buat dibaca sama anak kecil. Semuanya cuma fiksi...