1

5 0 0
                                    


Inilah kisah kasihku di sekolah, kisah yang terkadang membuatku ingat akan kenangan itu. Semua berawal dari pertama kali aku masuk sekolah SMA. Waktu ketika MOS alias Masa Orientasi Siswa, semua siswa-siswi baru harus mengikuti MOS dengan gaya yang menurutku agak gila. Bayangin aja pake topi dari pot bunga, beralaskan sepatu tali dengan tali rapia merah di kanan dan putih di kiri. Kalau orang gak pada tahu lagi di MOS, udah disangkain orang gila deh. Di jamin!

Dan beruntungnya aku bertemu lagi dengan teman SMP ku yang benar-benar udah aku anggap sebagai kakak ku sendiri. Namanya Vina, dia agak cempreng suaranya. Dan memang unik, suaranya bisa dikenali oleh orang lain. Anehnya dia agak agresif orangnya. Dia juga orangnya asyik. Gampang akrab sama yang lain.

Aku pun terkadang iri sama dia. Dia masih punya keluarga lengkap dan utuh, gak seperti aku. Aku telah kehilangan ayahku. Ketika saat ayahku sedang bertugas pada saat peristiwa terjadinya teror bom di sarinah, ayahku yang berprofesi polisi itu malah tertembak mati. Semua keluargaku saat itu tercengang kaget mendengar kabar tersebut. Tak menyangka ayahku akan meninggal disaat ia bertugas.

Sebelum ia meninggal. Dia selalu ngasih semangat untuk menjalani hari-hari dengan ceria dan motivasi darinya. Kata ayahku, aku tak boleh membenci orang lain hanya karena mereka membenciku. Peribahasa mengatakan hujan yang menetesi batu lama-lama akan menjadi tanah. Sekeras-kerasnya hati manusia, dia akan tetap luluh juga. Maka, ayah dan ibuku memberi sebuah nama bertuliskan 'Silfi Marcia Febrianti'. Kata mereka, nama itu penuh dengan kasih sayang karena aku lahir di bulan Februari. Dan menurut orang nasrani Februari adalah bulannya kasih sayang.

☺☺☺

Hiruk pikuk di Jakarta memang benar-benar menyedihkan. Lihat saja, jalan raya setiap harinya macet berjam-jam, dengan terpaksa orang-orang menunggu karena bisa menyebabkan keterlambatan. Asap yang mengepul dari beberapa deretan pabrik mengotori paru-paru. Orang-orang dari berbagai wilayah memadati di seluruh wilayah Jakarta hanya untuk mengadu nasib. Sekelompok anak jalanan yang masih mengamen di lampu merah. Menandakan kota ini sangat ironis.

Ku lirik jam arlojiku sudah hampir pukul 7. Namun, saat ini aku belum juga sampai di sekolah. Gara-gara kejebak macet di jalan tadi. Padahal dari rumah, aku udah pagi-pagi sekali.

Setibanya di sekolah, gerbang pintu utama sudah terkunci rapat-rapat oleh security. Banyak anak yang berusaha agar dapat masuk. Namun, security ini belum juga membukakan pintu. Menurutku dari pada minta dibukakan itu pintu, lebih baik aku cari jalan lain untuk bisa masuk ke dalam.

Aku pun mencari-cari di sekitar area samping sekolah. Kali aja ada pintu, yang memang benar-benar gak ada penjaganya dan tentunya belum ditutup. Namun, sialnya ketika aku menemukan jalan pintu masuk. Ada seseorang yang berjaga disana, kelihatannya masih anak sekolahan gitu. Dan kayaknya orang itu senior aku deh.

Nampaknya sekolah ini benar-benar disiplin. Aku pun gak berani melewati jalan pintu itu. Dan berniat meninggalkan jalan ini, dan mencari jalan lain. Tapi, sialnya aku malah dipanggil olehnya.

"Hey, kamu yang disana! Kamu anak baru tapi udah berani ngelanggar aturan. Sini kamu!" seru orang itu dengan nada galak.

Ah, sial ketahuan juga olehnya. Ku kira dia gak bakalan manggil aku. Jadi takut nih nyamperin dia. Bisa-bisa kena hukuman deh. Karena orang itu adalah salah satu anggota OSIS yang ada di sekolah ini. Aku pun memutar balikkan badanku yang udah sempat jauh lima meter dari pintu ini.

Dengan rasa takut, aku pun menghampirinya. Dag,,,dig,,, dug,,, perasaanku tak karuan begini. Sepertinya aku akan dapet hukuman. Keliatan banget wajah orang ini. Agak sedikit galak, wajahnya memancarkan penuh ketegasan. Wajahku langsung menunduk tak berani melihat wajah orang ini.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Aug 07, 2018 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

first heart-first loveWhere stories live. Discover now