Bab 1 Keluarga Papa

6.1K 76 8
                                    

VIOLET

Part 1

KELUARGA PAPA

Oleh : Triana Kumalasari

"Aku tidak mau ikut Papa!" Teriak Violet. Ditepisnya tangan pria yang ia tahu dari foto adalah ayah kandungnya.

Samar, memori di masa kecil-nya menampilkan wajah pria ini. Mengulurkan boneka dan cokelat kepadanya. Setelah itu, pria ini tak pernah lagi muncul dalam kehidupan Violet.

"Mama sudah nggak ada, Vi. Kalau nggak ikut Papa, kamu mau ikut siapa?" ujar Papa.

"Vio mau ikut Bude Wati," tukas Violet.

"Astaghfirulloh, Vi!," seru Papa. "Bude Wati itu kan orang lain, Nak. Papa ini ayah kandungmu."

"Begitu." Violet agak mencibir. "Kalau begitu, lalu kenapa aku lebih mengenal Bude Wati daripada Papa? Selama enam belas tahun aku hidup, aku selalu melihat wajah Bude Wati. Tetapi kenapa aku hampir tak pernah melihat wajah Papa?"

Papa terhenyak. "Itu karena ...."
Papa tak melanjutkan kata-katanya. Kesedihan tergurat jelas di wajahnya.

Kenapa memasang wajah sedih, Pa? Jangan pura-pura! Violet merutuk dalam hati. Bukankah Papa sudah bahagia bersama keluarga baru Papa? Ke mana Papa saat dua tahun yang lalu Mama kehilangan pekerjaannya dan terbelit hutang? Sibuk dengan keluarga baru kan, Pa? Sekali pun tak pernah muncul! Dan, di hari pemakaman Mama ini, tiba-tiba datang untuk mengambil Vio? Yang benar saja.

Bude Wati adalah orang lain? Iya, secara hubungan darah, benar ia adalah orang lain. Namun, Bude Watilah yang sehari-harinya mengasuh Violet setiap kali Mama pergi bekerja. Di pelukan Bude Watilah Violet kecil menangis saat terjatuh dan tubuh mungilnya terluka, atau saat ia bersedih dan ingin dipeluk manja. Bude Wati juga yang merawatnya saat virus dan bakteri datang mengganggu kesehatannya. Kala itu, Mama begitu sibuk dan Papa tak pernah ada. Hanya Bude Wati yang hadirnya terasa nyata.

Bahkan, Bude Wati dengan tangan terbuka menerima Violet dan Mama di rumahnya saat mereka kehilangan rumah demi untuk melunasi hutang. Bude Wati, tetangga rasa saudara.

Papa menghela napas,, menatap putrinya. "Ya sudah. Terserah Violet saja. Tapi, Papa tidak mau membiayaimu sepeser pun bila kau tetap bersikeras tinggal dengan orang lain. Papa hanya mau membiayai Violet bila Vio tinggal dengan Papa."

Gadis remaja berusia enam belas tahun itu mendengus sebal. Tak mengapa. Ia bisa hidup dengan berjualan gorengan bersama Bude Wati, seperti biasanya. Bude menyayanginya, pasti beliau tak keberatan menampungnya.

🌸🌸🌸

"Bukannya Bude keberatan menampung Violet, Nak," ujar Bude Wati. "Tapi ini tidak benar. Setelah mamamu tiada, tempatmu sudah pasti bersama Papa. Lagipula, tinggal bersama Bude, masa depan-mu akan suram. Bude tidak mampu menguliahkan Vio."

Violet merasa tubuhnya lemas mendengar perkataan Bude Wati.

Bude Wati merengkuh Violet. Air mata mengalir di pipinya yang mulai keriput. "Pergilah, Nak. Pergilah selagi papamu datang menjemputmu. Sekolah yang rajin, agar jadi orang pinter seperti Mama. Tengoklah Bude ke sini bila nanti Vio bisa."

"Apa Bude akan merindukan Vio?"

"Tentu saja. Bude yang mengasuhmu sejak kau masih bayi. Sekarang harus berpisah, mana mungkin tidak rindu." Violet merasakan tangan Bude mengusap-usap punggungnya. Usapan yang selalu membuatnya nyaman.

🌸🌸🌸

Violet membiarkan air matanya menganak sungai, sementara tangannya mengemasi barang-barangnya. Memasukkan baju-bajunya ke dalam koper berwarna merah marun.

VIOLET (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang