18. Resepsi Bersama

12.2K 562 5
                                    

Pintu kamar berderit terbuka. Aku menerobos masuk, mengacak-acak lemarinya dan mendapati gaun warna maroon pemberiannya beberapa hari yang lalu.

Dia membantuku mengambil underwear. Uh oh, aku tersanjung.

Apa-apaan ini, dia mengambil semua pakaianku ke sini? Apa maunya?

“Kenapa? Kenapa kamu ambil semua bajuku? Kamu mau aku berjalan-jalan di rumah ini hanya pakai bathrobe?” tanyaku sambil memakai satu satu pakaian.

“Tinggal saja di sini, dan kamu tidak perlu jalan-jalan dengan kain itu,” tunjuknya pada bathrobe yang teronggok di lantai.

Apa dia bermaksud sekamar denganku? Hah.. Itu berarti aku akan menemui wajahnya sebelum dan sesudah tidur.

‘"Itukan memang salah satu konsekuensi dalam ijab qabul kalian" satu akal sehatku mengingatkan.

Tapi aku belum siap untuk ini. Aku belum siap di grepe-grepe. Aku belum siap mlendung. Pokoknya aku belum siap untuk saat ini. Huft..

Aku selesai memakai gaun indah itu, dan sekarang aku mematut diriku di depan cermin. Kalau dulu sekali aku jelek banget. Beberapa hari lalu aku jelek saja. Hari ini apa defenisiku…. Cantik. Walaupun tanpa kata banget tapi lumayan lah.

Aku kemudian mengeluarkan alat make-up sederhana dari dalam tas kecil. Aku mengeluarkan lipstik merah serupa gaunku. 

Mengoleskannya di seluruh bibirku termasuk sudut-sudutnya untuk menutup bekas sobek disana.

Tak lupa polesan bedak baby yang sangat tebal karena lebam biru di pipiku belum sempurna memudar.

“Hahahaha.. aku mirip dakochan,”

Aku menertawai diri sendiri, toh siapa peduli penampilanku nanti. Aku ke kamar mandi untuk cuci muka lagi. Tapi karena ceroboh, lipstik tadi malah mencoreng seluruh wajahku.

Aku melihat Rayhan menggeleng pasrah. Dia berjalan keluar kamar sebentar. Pintu kamar terbuka lagi tapi yang muncul Ina dan Desi. Mereka datang dan langsung memelukku. Aku merasa agak sesak tapi, hatiku lega. Di balik semua kisah mirisku masih ada orang-orang untuk menguatkanku walau hanya dari sebuah pelukan.

“Nyonya maafkan kami,” ucap mereka diiringi isak tangis.

Hei, kenapa mereka malah menangis?

“Tidak apa, aku baik. Kalian pagi tadi kemana? Pak Umar juga tidak ada sore tadi..”

“Kami, kami disuruh tuan berlibur keliling mall nyonya,” jawab Desi.

“Dan.. ini, aku membawakan nyonya sepaket alat make up. Aku disuruh tuan mendandani nyonya,” jawab Ina.

“Aku akan menyiapkan setelan untuk tuan di bawah, aku permisi nyonya,” aku mengangguk membiarkan Desi keluar dari kamar menenteng satu setel tuxedo dan sepatu.

Ina mendadaniku dengan alat make up di tangannya. Dia pertama-tama mengoleskan foundation. Aku agak meringis saat jari-jari mungil itu menyapu bagian pipiku. Ada lebam disana.

"Sshh.."

Ina menghentikan kegiatannya sejenak, setelah aku mengangguk, barulah dia melanjutkannya. Aku memejamkan mataku saat sapuan kuas blush on mengenai pipiku.

‘TES’

Setitik air mata jatuh membasahi telapak tanganku yang bebas di pangkuanku.

Bukan aku. Aku tidak menangis.

Ku buka sebelah mataku dan ku dapati Ina terisak dalam diam meneteskan air mata. Asisten termudaku ini memang sensitif cenderung cengeng. Aku yang kesakitan, dia yang menangis.

Ku tepuk-tepuk pundaknya, “Ayo lanjutkan.. atau kamu akan terus menangis?”

“Maafkan aku nyonya, sapuan make up ini tidak bisa menutup luka di wajah nyonya. Aku memang payah,”

“Tak apa, aku ingin tampil natural dan tidak menor, hehehe” jawabku diakhiri senyum.

“Senyum nyonya manis,” ucapnya sambil menoel salah satu lesung pipiku.

Aku bukan tipe nyonya besar yang kejam, aku lebih suka menyebut mereka asisten kerena merekalah yang memperlancar segala jenis pekerjaan tekait rumah. Aku hanya tersenyum saat dia dengan gemas menoel-noel pipiku.

Aku merasa sapuan benda-benda asing berhenti menyapu wajah, aku menoleh dan mengambil cermin kecil. Voila, aku terlihat lebih hidup, tidak lagi seperti zombie.

Rayhan memasuki kamar dan dia sudah nampak tampan dengan setelan jas Armani berwarna hitam gelap dan dasi lurus.

Aku sedikit, sedikit saja merasa pantas berjalan sebagai gandengannya.

Seperti saat ini, saat aku memasuki ballroom sebuah hotel yang berhiaskan bunga sakura. Bunga berwarna merah muda itu secerah senyum di wajah Nadya yang sibuk menyalami tamu di pelaminan.

Aku menarik kecil tangan Rayhan menuju pelaminan, dia pun terlihat menurut saja tanpa protes apapun.

“Selamat ya Nadya, aku turut senang kamu punya pendamping hidup,” ucapku.

“Wah.. akhirnya kamu bawa suami tampanmu ini, aku ngga halu kan kalau diam-diam memujanya,” jahilnya sambil menoel pipi Rayhan. Sedang yang disentuhnya menatap ngeri.

Aku terkikik geli melihat ekspresinya yang kaku karena kejahilan Nadya yang memang terkenal cerewet dan agresif. Suami di sampingnya hanya terkekeh geli melihat kejahilan Nadya, mungkin dia sudah kebal.

“Lihat Mel, suamimu langsung pucat aku pegang, mungkin dia cuma terbiasa sama sentuhanmu, alergi cewek lain, pantas kamu piting terus kemana-mana, hahaha” ucapnya diakhiri tawa yang memancing perhatian tamu. Aku tersenyum kecil.

“Oh iya, kenapa istrimu terlihat pucat?” tanya suami Nadya melihat Rayhan.

“Biasalah..” ucapnya misterius diakhiri senyum yang cukup memancing curiga.

“Oh, lagi ‘isi’ ya?” tanyanya kepo.

'Isi' 'isi' apaan. Perutku nih isinya lemak doang. Eh plus cacing cacing yg lagi berontak minta makan ding.

Aku dan Rayhan hanya tersenyum. Tidak mengiyakan tidak juga mengelak. Biar mereka yang menafsirkan senyum kami.

Inilah saat yang aku tunggu-tunggu, makan. Aku sangat suka makan. Aku mengambil piring dengan excited. Aku menarik Rayhan agar mengantri tepat di belakangku, satu tanganku memegang piring dan satu lagi menyeret tangan Rayhan.

Setelah memastikan dia tepat berada di dalam antrian yang sudah agak sepi, aku melepas genggaman di tangan Rayhan.

Aku mengabsen satu-satu makanan yang tersaji lalu menyimpannya di piringku. Semua ada di dalam piringku, dalam porsi sedikit tapi beragam. Aku tertawa geli.

Rayhan menatapku geli, “apa perlu aku membelikanmu satu buah katering?” bisiknya.

Aku menatap sinis Rayhan karena dia mulai ngelantur macam-macam. Awas saja kalau besok ada sertifikat saham sebuah katering di nakas kamar, ku kebiri dia.

Eh tapi, kalau dia dikebiri aku main sama apanya? ‘Itu’ kan mainan baruku. Hahahaha..

Aku selesai menyantap makanan, dan berdiri mengitari sekeliling ballroom, sambil sesekali berswafoto dengan bunga sakura. Indah sekali.

“Rayhan, tolong ambil fotoku,” aku menoleh dan tidak mendapati dia di belakangku.

--TBC

Holahaii manteman.. gimana part ini menurut kalian? Komen dibawah ya.. vote juga jangan lupa.. ppaippai♡♡

SUAMIKU BACK TO NORMAL [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang