Nadira

36.6K 1.5K 61
                                    

Bel masuk sudah terdengar sejak semenit yang lalu tepatnya saat Nadira masih berada di gerbang utama sekolah. Ia percepat langkah kakinya, berlari ke kelasnya yang terletak di belakang.

Sial, sial, sial. Kata itu yang terus Nadira lafalkan sedari bagun tidur, pasalnya ia terlambat bangun lagi karena bertukar pesan dengan teman-teman dunia mayanya, terlalu asik membicarakan keburukan orang lain sampai lupa waktu membuat ia harus tidur pukul 02.00 dini hari. Ini yang tidak ia sukai memiliki kelas paling belakang, saat keadaan telat seperti ini dirinya harus ekstra mengeluarkan tenaga untuk berlari ke kelas.

Nadira mendorong pintu kelas tanpa ampun, di dalamnya anak-anak kelas dibuat kaget dan gadis itu luruh ke lantai. Kakinya lemas, dan ia merutuki diri sendiri saat melihat si ketua kelas tengah menulis sesuatu di white board kelas.

TUGAS HALAMAN 160
DIKUMPULKAN

"Lo habis lari Nad?" tanya salah satu teman kelasnya, Jihan namanya, salah satu anak berotak pintar di kelas. Hobinya membaca buku dan mencoba semua latihan soal yang ia temukan.

"Ya iyalah Jihan, lo nggak lihat ini kulit gue yang mulus sudah licin akibat berminyak di jam sepagi ini," ujar Nadira sambil menunjuk wajahnya yang memang sedikit mengkilap. Jihan menganggukan kepalanya, melirik jam yang sudah menunjukan pukul 07.03 pagi.

Nadira bangkit dari lantai, ia berjalan menuju bangkunya yang berada di baris nomor dua dari belakang, pojok kiri kelas. Yang ia tahu bangku yang ada di kanan kelasnya merupakan kubu anak-anak aktif semacam Jihan.

Ia sedikit membanting tasnya, melupakan bahwa di dalam sana terdapat kotak bekal makan siang dan ponselnya.

"Tumben berangkat pagi Nad," ujar Dino teman satu meja Nadira. Gadis itu mendengus menerima sindiran halus dari temannya.

"Mikirin negara nih, pusing." Nadira duduk dengan tegap, ia memperhatikan teman-teman kelasnya yang tengah sibuk sendiri bukan malah mengerjakan tugas yang guru berikan.

"Alah alasan, palingan semalam lo nggak kelar nonton bokep kan?" tuding Dino, anak ini memang senang sekali membuat Nadira kesal.

"Gue ngga kayak lo ya Din yang kalau nonton setengah-setengah doang," jawab gadis itu sebelum akhirnya ia melotot saat melihat bekalnya sudah dalam keadaan terbalik di dalam tas, ia buru-buru membenarkannya dan mengecek keadaan isi tasnya. Ia menghela nafas saat tahu ponselnya aman.

Dino melirik isi tas Nadira, kebiasaannya yang selalu minta jatah bekal temannya membuat ia penasaran menu apa yang dibawa gadis cantik di sebelahnya ini.

"Nasi goreng lagi Nad?" tanya Dino saat tahu Nadira tidak berniat membuka bekal makan siangnya di jam sepagi ini. Nadira menjawab dengan gelengan kepalanya dan dapat gadis itu dengar Dino bergumam 'yes'.

"Nad, sudah dengar belum kalau Dewa sama Lisa putus." Nadira membalik tubuhnya cepat, menghadap Dino yang baru saja mengatakan sesuatu yang berhasil menyejukan hatinya pagi ini.

"Jangan bercanda lo Din," meski mengatakan dengan nada ketus Nadira masih sempat tersenyum juga, tidak bisa menyembunyikan bahwa ia merasa senang mendengar kabar putusnya kakak kelas yang sudah diincarnya beberapa bulan ini. "Memangnya putus kenapa?" tanya Nadira.

"Gue kurang ngerti kenapa mereka bisa putus, nggak habis pikir gue kenapa Dewa lepasin Lisa."

Nadira memukul bahu Dino keras, ia melotot.

"Lo kok dukung Dewa sama Lisa sih Din," sungut Nadira kesal.

"Terus gue harus dukung Dewa sama lo gitu?" tanya Dino dengan wajah mengejek, ia tahu benar bahwa temannya ini sangat menggilai Dewa semenjak beberapa bulan lalu, katanya sih cinta pada senggolan pertama saat Nadira tidak sengaja jatuh pingsan dan kebetulan Dewa yang menolongnya mengingat anak itu dulunya aktif di PMR. Terlebih Dewa memang merupakan idola banyak anak-anak dari berbagai angkatan, selain wajahnya yang memang tampan otaknya juga cerdas.

NADIRA (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang