Alarm hp membangunkanku, pertanda saatnya sholat subuh. Perlahan aku bangkit dari tempat tidur dan melihat ke sisi tempat tidur yang lain untuk menemukan Mba Ina dan Mba Ika masih tertidur lelap. Dengan cepat aku mematikan alarm tersebut dan bersiap untuk sholat subuh. Mengingat kemarin subuh mereka sedang tidak sholat makanya aku tidak berusaha untuk membangunkan mereka. Selesai sholat, seperti yang sudah bisa kutebak, akal sehatku kembali. Namun tetap saja aku masih merasa marah dengan kejadian kemarin. Akhirnya aku memutuskan untuk langsung pulang saja, dari pada harus memperburuk suasana sarapan nanti.
'Dear Mas Kiki, Mba Nana, Mba Ika, Mba Ina, Kak Rei, Kak Rian, dan Kak Julian yang Arin sayangi.
Maaf kalau dari semalam mood Arin sedang tidak baik, bahkan sampai sekarang pun mood Arin masih tidak baik juga, jadi untuk kebaikan bersama, Arin memutuskan untuk segera pulang. Jangan cari Arin, karena sampai detik Arin menulis pesan ini Arin masih marah sama kalian, kecuali dengan Kak Julian yang tidak tahu apa-apa. Arin marah sama Mas Kiki yang mencampuri urusan pribadi Arin. Arin marah sama mba-mba dan kakak-kakak karena bersekongkol dengan permainan Mas Kiki. Walaupun Arin tahu semua keputusan Mas Kiki demi kebaikan Arin, tapi disatu sisi Mas Kiki-lah yang mematahkan hati Arin. Mas Kiki tega memisahkan Arin dengan orang yang Arin sayang saat itu. Mas Kiki tega membohongi Arin. Mas Kiki tega melakukan itu semua. Kalaulah misalnya Mas Kiki membicarakan semua ini dengan Arin, insyaallah Arin akan mengerti, tapi Mas Kiki memilih untuk diam dan berbohong. Hal itulah yang membuat Arin marah sama Mas.
Maaf karena rasa marah ini, acara tadi malam berlangsung tidak nyaman. Untuk menghindari hal yang sama di acara sarapan hari ini, Arin memutuskan untuk pulang saja.
Note: untuk Kak Julian, maaf ya kak karena kakak melihat sisi yang menyedihkan dari Arin, tapi Arin mohon pada kakak untuk tidak menghubungi Arin sampai Arin yang menghubungi kakak terlebih dahulu. Arin butuh waktu untuk menyusun pikiran dan perasaan ini. Tapi tenang saja, pernikahan kita tidak akan batal.
Salam sayang
Arin'
Tulisku diatas sebuah note yang tersedia dikamar. Selesai menulis pesan yang panjang tersebut, aku mengambil ransel yang kubawa dan meninggalkan koper serta kamar begitu saja. Aku kembali memakai kacamata yang selalu standby di dalam tas dan berjalan menuju lobi. Begitu sampai lobi taksi online yang kupesan sebelumnya sudah tiba dan langsung membawaku ke kontrakan. Tak butuh waktu lama aku tiba di kontrakan. Begitu tiba, rasanya aku ingin menangis sekencang-kencangnya untuk menghilangkan rasa frustasi ini, namun aku lebih memilih kegiatan lain yang lebih bermanfaat dari pada menangis. Lari. Yaa aku memilih untuk menyalurkan emosi ini pada kegiatan lari, yang kuyakini akan terasa berat. Namun lebih baik begitu dari pada aku menangis sendirian didalam kamar.
Setelah berganti baju dengan baju olahraga, aku memasang headset ke telingaku dan memutar full album dari boygroup favoriteku. Awalnya aku berlari mengikuti irama yang kudengar. Berhubung sekarang hari minggu pagi jadinya track lari pagi yang biasanya mulai rame. Tapi aku tidak memperdulikan hal tersebut. Aku menambah kecepatan lariku setiap keinginan untuk menangis muncul. Berlari dengan pace yang berantakan mengakibatkanku lebih cepat lelah dari biasanya. Jam setengah 8 aku kembali ke kontrakan dengan napas yang tersengal-sengal. Walaupun aku susah bernapas dan dada ini rasanya panas aku tetap mengucap syukur, karena dengan begini aku bisa melupakan sedikit amarah dan kesedihan ini.
Begitu sampai kontrakan aku sudah tidak bisa mempertahankan kekuatan kakiku dan langsung terjatuh diatas karpet di depan tv. Susah payah aku melepas kerudung langsungku dan merangkak mengambil air minum di dapur. Begitu mendapat air minum aku langsung merasa lega dan tanpa terasa air mata mulai bergulir indah di pipiku. Yahh.. sepertinya usahaku untuk tidak kembali menangis sia-sia. Ku akui sudah lama aku tidak menangis, jadi ketidakstabilan emosiku kali ini memicu segala macam kesedihan yang selama ini ku pendam. Mau tak mau akhirnya aku menangis sangat kencang tidak seperti biasanya, dimana aku selalu menangis tanpa suara. Aku menangis terus hingga akhirnya aku terlelap karena lelah di depan tv.
YOU ARE READING
Arin's Love Story (END)
Teen Fiction'Teman abang? gak salah denger tuh? gue bakalan nikah sama temen abang gue sendiri?' hal itulah yang sering terlintas didalam pikiranku ketika mengetahui perjodohan tak berujung yang selalu dilakukan oleh abang dan ibuku. hingga akhirnya mereka memu...