Aku membenarkan dasi merahku yang sedikit longgar sebelum akhirnya kakiku melangkah masuk ke dalam sebuah ruangan yang sudah dipenuhi oleh ratusan manusia. Aroma parfum yang beragam menyentuh indera penciuman ku, membuatku refleks menutup hidung karena tak suka dengan bau yang tercampur.
"Woi!" Sebuah tepukan di bahu ku membuat diriku terlonjak kaget. Segera ku balikkan tubuhku untuk melihat sang pelaku. Disana terlihat seorang pria dewasa sedang berkacak pinggang. Penampilannya sama rapinya denganku, memakai setelan jas hitam. "Gue nungguin lo dari tadi."
"Ladit?" Tanyaku memastikan.
"Siapa lagi?" Aku tersenyum lebar setelah mendengar jawabannya. Kami berpelukan sejenak. "Lo gak banyak berubah ya, Lang." Dia terkekeh pelan membuatku tertawa.
"Atha sama Gara mana?" Tanyaku mengalihkan pembicaraan.
Ladit menarik tanganku setelah mengatakan kalau kedua temannya itu berada di pojok ruangan. "Bisa gak lo lepas tangan gue? Gue berasa homo anjir." Ucapku mencoba melepaskan pegangan tangan Ladit.
Ladit terkekeh. "Gue takut lo ilang. Kan lo udah lama di Aussie."
Aku berdecak tak suka. "Mereka mana sih?" Tanyaku tak sabar. Sejak kami berjalan dengan bergandeng tangan, seluruh kaum hawa memandang kami dengan tatapan yang beragam. Tapi bisa aku simpulkan kalau sebagian besar dari mereka memandang kami jijik.
Kami berhenti tepat disebuah meja dengan dua orang pria dewasa yang tengah berbincang. Salah satu dari mereka melihat kami dan berdiri. "Galang!" Ucapnya memanggil namaku sambil memelukku erat. Lelaki itu terkekeh sambil melepaskan pelukan kami. "Muka lo sama kek dulu."
"Lo ngelawak?" Tanyaku sebelum meminum minuman oranye yang ada di meja. Jus jeruk.
"Ih! Kok babang Galang jahat sama Gara? Gara gak suka!" Lelaki itu membentuk tanda silang dengan tangannya yang diletakkan di dadanya.
"Najis monyet!" Sahut lelaki yang sedari tadi diam, Atha. Dia menghisap rokok tembakaunya dan menghembuskan nafas dengan asap putih yang mengikuti.
Aku membelalakkan mata tak percaya. Setahuku, Atha membenci sekali benda mematikan itu. "Lo ngerokok, Tha?" Tanyaku retoris.
Atha menoleh ke arahku dan mengangguk. "Kadang-kadang kalo gue stres." jawabnya singkat.
Aku ber'oh' ria. Mataku menyapu seluruh ruangan dan memandang satu persatu wajah yang sudah lama tak kulihat sejak kelas sebelas. "Mukanya beda semua." Aku kembali memandang ketiga temanku yang tengah berbincang. "Elah, gue dikacangin."
Ketiganya tertawa melihatku memajukan bibir. "Ih! Kok babang Galang cemberut? Ntar Gara cium nih." Gara mendekatkan tubuhnya kepadaku dan memanyun-manyunkan bibirnya ke wajahku. Dengan sigap aku menampar pipi Gara pelan. "Najis!" Umpatku yang dihadiahi tawa Ladit yang teredam oleh musik yang cukup keras.
"Lo kenapa sih, Gar? Setres diputusin Jenni?" Ladit bertanya sambil mengangguk pada seorang wanita yang menyapanya.
Gara berdecak. "Lo nyumpahin gue putus nyet?"
"Lang! Itu Alexi!" Atha menepuk bahu ku membuat fokusku teralih pada seorang wanita dengan dress selutut berwarna merah yang dipadukan dengan heels yang tak terlalu tinggi.
Aku terpaku. Dia nampak cantik dengan rambut panjangnya yang terurai. Gadis itu nampak sempurna. "Lo gak samperin dia?" Tanya Gara memandang objek yang sama denganku.
"Gue cuma masa lalu dia." Jawabku singkat kembali memandang teman-temanku.
"Lo cinta sama Alexi?" Pertanyaan retoris keluar dari mulut Ladit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Galaxi [Completed]
Teen Fiction"Kalo lo udah jadi pacar gue, bakal gue pastiin lo ganti status," ucap Galang tiba-tiba memecah keheningan. "Jadi apa?" Alexi bertanya setelah ia membalikkan tubuhnya menghadap lelaki itu. "Jadi istri gue." Jawabnya sambil menunduk dan menatap tepat...