Aku baik baik saja. Ternyata hanya telat makan dan kurang tidur. Aku masih di UKS sendirian setelah Kak Jun memberi obat. Tidak ada siapapun disini, padahal aku ingat dengan jelas siapa yang menggendongku kemari. Jelas-jelas Kim Taehyung. Tapi entah kenapa hanya ada Kak Jun selaku penjaga UKS yang kutemui selepas bangun.
Kepalaku masih sedikit pusing. Setelah makan beberapa potong roti dan susu aku kembali melanjutkan tidur. Ada untungnya juga aku pingsan saat pelajaran olahraga berlangsung. Aku malas basah-basahan hari ini, kebetulan ada pembelajaran renang di gimnasium. Jujur, aku tidak masalah mengerjakan banyak soal matematika atau fisika berjam-jam, tapi olahraga membuatku kesal. Setiap selesai badanku selalu sakit dan berakhir menghabiskan waktu di spa selama dua hari berturut-turut. Badanku lemah, asal kalian tahu.
"Kak Jennie!" Aku sedikit terkejut ketika seseorang membuka gorden. Rupanya Hyera dengan wajah simpatiknya yang pertama kali kulihat. Ini menyakiti mataku, tapi aku tidak bisa apa-apa karena malas meladeninya. Meski suaranya terdengar lembut dan ramah, aku tahu ada duri hitam dibalik ucapan gadis itu. Dia tahu kami saling membenci, lalu untuk apa membuang tenaga demi terlihat paling baik. Aku benci melihat manusia bertingkah polos seperti Hyera. Seolah bumi akan hancur jika tidak ada manusia munafik sepertinya.
"Tadi aku dan Tae—"
"Pergilah, aku tidak ingin mendengar suara ularmu" Tukasku acuh. Beranjak dari bangsal dan lekas memakai sepatu. Aku benar benar tidak nyaman berada disini bersama Hyera. Selain karena muak melihat wajahnya aku juga harus menahan diri mati matian agar tidak menjambak rambut panjangnya yang— terlalu banyak memakai pelembut itu. Padahal aku ingin tidur saja hari ini. Song Hyera memang terbaik dalam merusak suasana hati.
"Maaf kalau aku pernah membuat kesalahan. Tapi apa kita tidak bisa berteman?"
Aku tertawa sinis, "Setidaknya jika ingin berteman denganku, perhatikan dulu dimana tempatmu."
Hyera terdiam. Liquid bening terlihat mengumpul disudut matanya. Aku tidak terlalu peduli karena dia sendiri yang mendatangi biang masalah sepertiku. Tentu aku tahu itu hanya topeng yang digunakan pengecut seperti Song Hyera. Pura-pura menangis demi menjadi korban dan menarik simpati orang lain. Aku bukan manusia serendah itu, setidaknya aku masih punya level yang sukar dijangkau orang lain.
Lalu Taehyung datang, aku sudah menduganya. Pasti dia ingin menyalahkanku karena telah menyakiti hati selembut kapas milik Hyera. Hahaha, hanya sebatas kapas. Masih ada sutra yang lembih lembut diatasnya.
"Jennie Kim!" Seru Taehyung. Dari ucapannya atmosfer disekitarku tampak tak mengenakkan. Aku berhenti, berbalik untuk merespon lelaki ini. Aku ingin pergi saja seperti yang selalu ia lakukan tiap aku mendekat. Tapi, aku juga tidak mau melewatkan kesenangan Hyera yang berhasil menjatuhkanku seperti ini. Ini cara yang remeh, tapi tak ada salahnya dinikmati.
Taehyung pasti mengira bahwa Hyera menangis karenaku. Kalau benar dia marah, rupanya Taehyung memang lelaki bodoh. Kukira dia orang yang cocok menjadi pendampingku. Rupanya sama saja. Menurutku, lelaki yang mudah dibohohi wanita tak lebih dari sampah. Meski kuharap dia bukan sampah.
"What-" Taehyung menarik tanganku secara paksa. Menyeretku seperti pengemis di koridor yang lumayan ramai. Seluruh pasang mata menatap kami dengan tatapan aneh, seperti seseorang yang membenci sesuatu dan berniat menghancurkannya. Aku tidak terlalu peduli. Itu sudah biasa dan aku terlalu kuat menghadapinya.
"Kenapa?" Taehyung akhirnya membuka suara ketika kami berada dibelakang gudang yang tak terpakai. Meski tatapannya tidak terlalu menakutkan, aku agak sangsi karena dia membawaku ke tempat yang tak biasa. Kulihat hanya ada sorot lelah dan marah yang bercampur menjadi satu disana. Aku baru tahu dia bisa bersikap sedikit manusiawi.
"Kenapa kau tidak berhenti mengangguku, Jennie Kim!" Tegas dan mengintimidasi. Taehyung memang selalu bersikap demikian. Tak pandang bulu siapa yang dihadapinya, dia akan tetap bergerak maju. Ini yang kusuka. Kepribadian kuat dan ambisi adalah hal yang kubutuhkan saat ini. Bukan tatapan memuja atau pengakuan publik karena berhasil menaklukanku.
"Aku tidak menganggu, hanya sedikit mengusik keseharianmu." Jawabku, tertawa sarkas. Menghadapi Taehyung? Aku tidak perlu bertingkah imut atau memujanya seperti yang lain. Aku tahu dia tidak butuh. Tapi ini? Apa kau siap menghadapi serangan ini Kim Taehyung?
"Apa menjadi tunanganku berarti memberimu hak untuk itu?"
Ah, akhirnya dia mengungkit hal itu juga. Jujur, aku sudah menunggunya mengatakan ini sejak beberapa bulan terakhir. Tentu, aku punya hak untuk masuk dalam kehidupannya karena ia sudah berjanji akan menikahiku nanti.
"Lihat, aku bukan gadis yang bisa kau remehkan kan? Nyatanya kau memang tidak bisa lepas sepenuhnya dariku, Taehyung. Aku pernah menyelamatkanmu, ingat?"
Kulihat dia menghela napas panjang, menatap arah lain. Aku tahu dia tidak bisa berpikir dengan benar saat ini. Kekasihnya menangis dan tunangannya terus menekan dan memojokkannya ke pinggir. Kita lihat apa yang akan ia selamatkan lebih dulu. Dirinya atau justru kekasihnya yang haus atensi itu.
"Jennie, kau pasti berpikir bahwa dirimu yang paling pintar dan licik dibanding yang lain. Tapi yang selama ini kulihat, kau hanya gadis biasa yang tidak pernah menghadapi dunia dengan benar. Kau pikir, aku akan tunduk meski kau terus mendesakku?"
Gila! Taehyung benar-benar gila.
"Jennie, aku sangat menghargai wanita termasuk kau dan ibuku. Tapi melihatmu saat ini benar-benar membuatku kehilangan kendali. Aku ingin menamparmu saat ini. Hahaha, lucu kan?"
Aku ikut tertawa, "Menampar? Lakukan saja, mungkin ini hukuman karena terlalu mengusikmu."
Plak
Satu tamparan keras mendarat mulus dipipi kananku,membuatku tertoleh dengan bekas memerah yang begitu kentara. Aku terdiam, sibuk meresapi rasa perih yang Taehyung layangkan dua detik lalu. Ini benar benar diluar dugaan. Taehyung tidak pernah sekasar ini sejauh aku mengenalnya. Paling parah dia akan melayangkan ucapan pedas pada wanita yang membuat amarahnya naik ke permukaan. Tapi tentu saja, manusia selalu berubah dan tak terduga.
"Luar biasa, pilihanku memang tak pernah salah."
Itu kalimat terakhirku sebelum pergi meninggalkan Taehyung. Aku menelan bulat-bulat amarahku yang hendak keluar saat ini. Aku tidak ingin melampiaskannya ke siapapun. Aku sudah cukup lelah melihat eksistensi manusia saat ini. Kecuali, laki-laki yang tengah memandangku dengan wajah terkejut diujung sana.
Anak baru. Namanya Park Jimin. Sepertinya dia cukup menarik.
[]
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔] Choose You | Revenge and the past
Fanfiction- revisi "Me and you, are the thread of destiny. Me for you, and you for me." ©️Flo! 310320-140920 #5 in taennie on September 16 2020