4 - Penawar Luka

47 1 0
                                    

Setelah meminum susu dan memakan roti dari dalam tasnya, Vere duduk di atas kasurnya. Merasa bosan, Vere menyalakan dan kemudian memainkan handphonenya.

Vere membuka sebuah aplikasi chat dan menemukan 3 pesan dari Rei. Dengan tidak percaya, Vere mengucek matanya dan mengetok-ngetok kepalanya.
"Gue kira semalem cuma mimpi."

Nicholas Reinaldi : Ver
Nicholas Reinaldi : Oi
Nicholas Reinaldi : Dah tidur ya? Gn

Ah gakkkk! Gak mungkin Rei bilang Gn ke gue. PARAH PARAH PARAH.

Dengan cepat, Vere membalas pesan Rei.

Verenina Shalom : Eh aduh sorry bgt gue ketiduran semalem

Ting

Nicholas Reinaldi : Gapapa. Baru bangun?

Verenina Shalom : Iya nih, siang banget ga sih?

Nicholas Reinaldi : Hahaha wajar lah
Nicholas Reinaldi : Senin ke perpus bareng gue mau gak?

WAH.
GILA.
PARAH.
SEORANG REI NGAJAK GUA KE PERPUS GILA MAU MATI AJA GUAAAAAA.

Vere tentunya merasa tersanjung diajak seorang Rei ke perpustakaan. Namun, Vere menolak. Bukan apa-apa, tapi vere takut. Vere takut jika......

Ting

Nicholas Reinaldi : Tenang aja, gue ga macem-macem.
Nicholas Reinaldi : Percaya gue, Ver

Gila anak setan bisa baca pikiran gue......

Namun, Vere tau tidaklah normal jika ia menerima tawaran itu begitu saja. Vere bukan orang yang sembarangan jika sudah bersangkutan dengan laki-laki. Jadilah....

Verenina Shalom : Maaf, lain kali yaa hehehe

Nicholas Reinaldi : Oke Ver :)

Vere kaget. Vere kira Rei akan membujuknya, bahkan memaksanya seperti laki-laki lain pada umumnya. Namun, harus ia akui Rei berbeda. Rei ternyata lebih menghargai pendapat perempuan. Vere tersenyum membaca pesan Rei. Tanpa membalas pesan Rei, Vere keluar dari aplikasi chat tersebut dan mengisi baterai handphonenya.

Diletakannya handphone tersebut di atas meja dan diambilnya novel kesayangannya. Sebelum membacanya, Vere menyalakan bluetooth speaker miliknya dan memutar lagu-lagu indie favoritnya. Setelah mengambil posisi nyaman, mulailah ia membaca novel tersebut sambil mendengarkan lagu-lagu itu.

Tak butuh waktu lama, Vere sudah hanyut dalam cerita novel kesayangannya itu. Sudah lewat satu jam, Vere masih berkutat dengan novel tersebut. Padahal, ia sudah membacanya berulang kali semenjak pertama kali membelinya satu tahun lalu.

GUBRAAAKKKKKKKK

Suara pintu dibanting menggema ke setiap sudut kamar Vere.

Terkejut, Vere melompat dari tempat tidurnya. Bahkan, novelnya terpental sampai ke sudut kamarnya. Dengan perasaan kesal, Vere menengok ke arah pintu dan menemukan Jena di situ.

"GILA LO VER! JANTUNGAN GUA! GUA KIRA LO KENAPA-NAPA!" Pekik Jena sambil berlari ke arah Vere, mengecek seluruh anggota tubuhnya, terutama pergelangan tangannya.

"Plis deh Jen! Harusnya gue yang jantungan! Gila lo ya hampir copot jantung gue! Kenapa sih gabisa sekaliiiiiii ajaaaaa dateng pake cara alus?" Cerocos Vere sambil mengusap-ngusap dadanya, masih mencoba menenangkan dirinya.

"Ya maap, gue tadi abis nonton film, disitu ditunjukkin cewe yang bunuh diri di kamarnya. Serem banget kan? YA KAN? Makanya gue khawatir waktu jam satu siang tadi lo belom bales chat gue. Langsung deh gue otw ke sini. Bahkan tadi waktu udah deket rumah lo, gue ngespam lo! Nih liat nih!" Cerocos Jena sambil menyodorkan handphonenya di depan mata Vere.

"Ya ampun, gue tuh tadi bangun emang agak siang, santai aja sihhhhhhh!" Keluh Vere. Ia mengambil novelnya dan meletakkannya kembali ke rak buku.

"Ya abis...... Biasanya lo yang bangun paling pagi di antara kita berempat."

"Kita? Lo dateng ber......."

Lalu terdengarlah suara tawa dari luar ruangan. Tak lama setelah itu, muncullah dua kepala dengan ekspresi tak berdosa di balik pintu.

"Hehe maap telat....." Ucap Audy dan Renata berbarengan.

"Duh kalo lu bedua dokter, pasien lu dah keburu metong!" Protes Jena, kesal.

"Udah sih santai aja, gue juga masi idup kan. By the way, skarang ngapain ya?" Tanya Vere.

"CHAT APA AJA LO SAMA REI???" Teriak mereka bertiga bersamaan.

"Duh sumpah ya temenan sama kalian bertiga bikin pendek umur! STOP YA LO SMUA BIKIN GUE JANTUNGAN!"

Tanpa ijin, tiga serangkai tersebut mengambil handphone Vere, mengetik password dengan terburu-buru, dan membuka chat Vere dengan Rei.

"PARAH SIH LO VER!"

"AAAAAAHHHH WAH GILA!"

"HOKI LO SUMPAH PARAH!"

Daaaaan serangkaian teriakan lainnya terdengar.

"Tapi bagus sih Ver lo gak iyain ajakan dia gitu aja. Gue bangga!" Ujar Jena tiba-tiba.

"Duh parah sih ni cowo! Pantes aja banyak yang suka! Unyu bangeeeeet ngajak ke perpus!" Ujar Audy.

Renata diam-diam mengambil bantal guling Vere dan mulai tertawa seperti kesurupan. Ia lalu berteriak sambil menyerang Vere dengan begitu ganas.
"AAAAAH SO SWEET PARAH! VERE MONYET!!!!!!"

"ADUH SAKITTTT MAMAAAAAA!!" Adu Vere.

"Ver, kalo misalkan dia gebet lu, lu mau ga?" Tanya Renata.

"Ya tergantung sih gue suka sama dia apa engga nantinya. Gue kan juga belom tau dia orangnya gimana, belum tentu juga kan dia deketin gue. Tapi daripada nanti gue suka sama dia trus gue digebukin sama lo seumur hidup mendingan engga deh jawabannya," sinisnya.

"Ih Ver gue tuh cuma ngefly aja! Sumpah deh ni cowo cute banget asli," Ucap Renata sembari cengengesan.

"Gue setujuh sih sama Vere. Sekarang kan semuanya masih abu-abu banget. Baru juga awal, iya gak Jen?" Audy menyenggol Jena.

"Dih tumben ya otak lo smua bener. Ketularan gue ya?" Candanya.

"YEEEEE MAMAK LAU!" Teriak Vere, Renata, dan Audy bersamaan. Begitu kompak. Sudah seperti paduan suara.

Sisa hari itu dijalani mereka bersama. Hanya menonton tv, memesan makanan bertubi-tubi banyaknya, bergosip, mendengarkan lagu dan bernyanyi bersama, sampai sama-sama tertidur sampai jam sembilan malam.

Maaf.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang