TUGAS BERAT

91 18 0
                                    

Yang aku khawatirkan benar-benar terjadi, sampai minggu berikutnya di jam pertemuan pelajaran olahraga pak Tae masih mendiamkan aku dan Bas-Ngek. Bahkan kehadiranku saja gak terdaftar di daftar absennya.

Aku memikirkan bagaimana cara minta maaf padanya. Aku gak mau nantinya nilai pelajaran olahragaku jeblog, bahaya daddyku akan sangat marah jika aku dapat nilai jelek di salah satu mata pelajaran. Mobilku terancam akan disita saat itu juga.

Enggak ada jalan lain aku harus cepat minta maaf sebelum pak Tae mengira aku gak terpengaruh oleh cara beliau menghukum tingkah enggak terpijiku.

Selagi nunggu jam pelajaran OR usai, Bas-Ngek melempariku gulungan kertas kecil.

Lo harus tanggung jawab! Kalau bukan karena elo pak Tae gak bakalan kaya gini ke gue

Aku gak mau nambah masalah, berdebat dengannya lewat tulisan di kertas kecil kaya gini itu artinya aku mempersulit diriku sendiri untuk membuka pintu maaf bapak Tae. Aku lebih memilih pura gak peduli pada Bas-Ngek.

Sebelum pak Tae meninggalkan kelas aku segera menghadapnya.

"Pak, mohon waktunya sebentar!" Pak Tae yang sudah menengteng buku pelajarannya melihatku sekilas kemudian duduk kembali di kursinya.

"Maafkan saya pak, saya tidak akan mengulanginya lagi."

Hening, seisi kelas seakan terkena hipnotis. Semua terdiam, mungkin teman-temanku sedang menunggu reaksi pak Tae saat aku minta maaf padanya.

Aku pun menunggu dengan cemas, apa pak Tae akan memaafkanku?

"Kamu...," akhirnya pak Tae bersuara, "dan Bas, temui saya di kantor! Setelah jam pelajaran terakhir selesai!" Tegasnya seraya melihat ke arah Bas-Ngek, akupun ikut melirik.

Dia mengangguk menunjukan kesediaannya, baik pak," itu berarti aku dan Bas-Ngek nanti akan sama-sama menemui pak Tae.

Aku kembali ke bangkuku. Sedikit lega, seenggaknya meski nantinya pak Tae akan memberiku tugas yang berat, beliau mau mengampuniku, itu akan lebih baik ketimbang gak diapa-apain tapi nilaiku akan jeblog nantinya.

Saat tiba waktunya, aku berusaha menahan diri untuk bisa tersenyum pada Bas-Ngek di hadapan pak Tae.

"Saya akan memaafkan kalian berdua tapi dengan satu syarat." Ucap pak Tae. Aku dan Bas-Ngek saling menoleh.

"Apa itu pak?" Tanyaku cemas.

"Kalian harus mengerjakan tugas dari saya dan menyelesaikannya dalam jangka waktu seminggu."

"Tugasnya apa pak?" Kini Bas-Ngek yang mengajukan pertanyaan.

"Kalian pasti tahu ini apa?"

Pak tae mengangkat bola takrow yang memang sejak aku masuk udah ada di atas meja.

"Bola takrow, apa bapak akan menyuruh kami bertanding?" Seketika otakku membayangkan bagaimana cara memainkan benda tetsebut.

Pak Tae menggeleng, "kalian harus membuat bola ini sebanyak 7 biji dalam seminggu dengan 2 jenis bahan. Pertama  dari rotan sebanyak 5 biji dan dari botol plastik 2 biji."

"Tapi kami tidak tahu cara membuatnya pak" aku mengajukan protes.

"Saya tidak mau tahu Kim. Kerjakan tugas ini atau...."

"Iya iya pak saya bersedia." Bas memotong ucapan pak Tae.

"Bagus, kalau begitu mulai besok kalian siapkan perbekalan."

"Maksudnya pak?"

"Saya benar-benar ingin melihat kalian akur. Jadi, selema seminggu kalian harus mengerjakan tugasnya di apartemen lama saya! Di sana kalian harus belajar mengurus diri sendiri dan belajar saling membantu satu sama lain."

"Lalu ba... bagaimana dengan sekolah kami," aku lumayan shok dengan ucapan pak Tae.

"Rutinitas sekolah berjalan seperti biasanya. Kalian pergi dan pulang dari tempat yang sama dan kendaraan yang sama."

"Jangan bilang kalau bapak menyuruhku naik angkot atau ojek?" Bas-Ngek menyerobot kalimat pak Tae. Sementara aku meringis, membayang akan kaya apa jadinya andai pulang pergi sekolah dengan menaiki kendaraan yang merakyat itu, sama dia lagi.

Kening pak Tae berkerut lalu tertawa kecil dan menepuk ringan mejanya.

"Sepertinya itu ide yang bagus. Kenapa saya tidak berpikir sampai sana yah?" Wajahnya berbinar macam nemu kesenangan yang enggak terduga.

Spontan aku menyikut pinggangnya Bas-Ngek yang berkomentar sok tahu. Memang ulah anak gendut ini selalu aja ngerugikan.

Pak Tae mengangkat telapak tangannya, "Kalian jangan panik, saya tak sekejam itu. Kalian boleh pakai salah satu dari mobil kalian. Eu..." pak terlihat berpikir lagi.

Aku menahan napas, khawatir beliau berubah pikiran.

"Harus saya yang menentukan! Kalau tidak kalian pasti akan ribut lagi. Pakai mobil milik Bas!.

Lanjut ==>






AN INVISIBLE BOND (boy X boy)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang