Mas Attar

45 4 1
                                    

Tawa renyah dari sudut kafe membangunkan ku dari lamunan. Membuyarkan angan-angan tak berarti yang tadinya terus terngiang tak mau hilang. Ku lirik ke arah tawa itu berasal. Seorang lelaki yang ku tebak lebih tua sekitar 4 tahun dari ku, sedang dengan bahagianya menikmati tontonan yang terpampang di layar laptop nya sambil sesekali menyesap cappuccino frape yang sudah tinggal seperempat.

Ku perhatikan agak lama lelaki tersebut. Rambut hitam gelap dengan potongan model quiff. Kaos hitam polos dan ripped jeans yang robek di bagian lutut. Sneaker biru tua yang tampak kebesaran. Sepertinya dia benar-benar mengikuti mode masa kini.

Tapi aku benar-benar tidak peduli dengan penampilannya atau pakaian apa yang dia pakai, karena mata yang menghiasi wajahnya jauh lebih membuatku penasaran. Tatapan teduh namun tajam dengan kilatan jenaka yang terlihat menawan di bola mata cokelat nya saat dia tertawa berhasil membuatku terpana.

Aku menatapnya selama beberapa detik sampai seorang lelaki lainnya yang menurutku adalah teman dari lelaki tersebut, memanggilnya dari arah pintu kafe.

"Attar!Hai!" sahut lelaki tersebut.

Attar. Namanya Attar. Terdengar familiar. Mengingatkan ku pada seseorang yang sangat ku rindu.

Lelaki yang ternyata bernama Attar itu tersenyum kepada temannya yang baru saja datang. Astaga, bahkan senyumannya jauh lebih hangat dan manis dibandingkan cokelat panas yang ku seduh disore hari.

Terlihat mereka berbincang selama beberapa saat, sampai akhirnya mereka memutuskan untuk pergi. Tersisa gelas dan piring kosong dengan remah-remah bekas makanan yang bertaburan di atas meja. Tunggu. Ada satu benda lagi. Dompet. Dompet kulit berwarna cokelat tua tergeletak di atas meja dengan sisi depan yang sedikit terbuka.

Tanpa berfikir untuk kesekian kali, aku langsung meninggalkan cheese cake ku yang tinggal setengah. Ku lihat kanan kiri. Tidak ada yang melihat. Diam-diam aku ambil dompet miliki lelaki bernama Attar tersebut. Sumpah. Aku tidak berniat untuk mencuri. Aku hanya penasaran. Imajinasiku yang terlampau liar ini hanya berharap akan menemukan sesuatu yang menunjukan data diri lelaki tersebut lalu ku kembalikan secara langsung dompet ini kepadanya lalu kami bisa berkenalan lebih jauh. Percayalah padaku.

Karena takut dicurigai oleh orang-orang di sekitar kafe, dengan segera ku masukkan dompet tersebut kedalam tas dan berniat untuk melihat-lihat isinya sesampainya aku di rumah.

---------

Brakkk pintu kamar ku tutup dengan asal. Aku tidak kuat untuk menahan rasa penasaranku yang semakin menjadi-jadi sepanjang perjalanan pulang. Aku tidak peduli dengan sepatu yang belum sempat ku lepas. Ku raih tas biru milikku dan ku rogoh isinya untuk mencari dompet yang tadi ku temukan. Dengan penuh rasa ingin tahu, ku buka perlahan.

Deg.

Astaga.

Ya Tuhan.

Apakah ini mimpi?

Air mata ku langsung terjatuh tanpa perlu ku minta. Awalnya hanya setetes. Tapi sedetik kemudian, semakin banyak saja yang jatuh. Aku menangis sejadi-jadinya. Tangis haru sekaligus sedih. Apakah ini nyata?Aku masih tidak percaya.

Langsung ku berlari mencari mama ku. Di dapur tidak ada. Ruang makan tidak ada. Di kamar tidak ada. Duh dimana mama disaat penting seperti ini.

"Mama... Mama... Mama dimana..."

Tiba-tiba pintu belakang terbuka dan mama masuk.

"Ada apa sya?Mama sedang menyiram bunga di halaman belakang"

Mama ku kaget saat aku tiba-tiba memeluknya dari depan. Tapi dia jauh lebih kaget bahkan tersontak saat aku tunjukan foto yang terpampang di dompet yang ku temukan. Foto yang sama dengan foto yang ada di album kecil milik mama.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 13, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Cerpen: Mas AttarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang